KalbarOnline, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI mulai merasakan ada yang aneh dengan bentuk pemerintahan ibu kota negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim) dan mengkritisi dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), bersama dengan para pakar.
Salah satu poin yang dikritik dalam forum tersebut adalah IKN yang bersifat sebagai pemerintahan daerah khusus atau disebut Otorita.
Anggota Komisi II DPR RI Cornelis menilai IKN setingkat pemerintahan provinsi dan Kepala Otorita IKN setingkat menteri akan menimbulkan kegamangan.
Sebab dalam UU IKN saat ini, rancangan anggaran pendapatan dan belanja IKN harus dibahas bersama DPR.
Diketahui, jika IKN setingkat pemerintahan provinsi, pertanggungjawaban anggaran hanya perlu kepada Menteri Keuangan dan DPRD.
Namun, IKN dengan kekhususannya tak memiliki DPRD di wilayahnya.
“Nah saya yang tertariknya tadi, kalau dia setingkat gubernur, bagaimana nanti pengurusan anggarannya, sebab kan harus ada persetujuan DPR kalau dia berdiri sendiri,” kata Cornelis dalam rapat Panja revisi UU IKN bersama para pakar di Senayan, Jakarta, Senin (18/9).
Dalam Pasal 1 Ayat 2 UU IKN saat ini, Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi.
Selanjutnya dalam Pasal 1 Ayat 8, pemerintahan daerah khusus tersebut disebut sebagai Otorita IKN.
Otorita IKN adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Namun masalah akan muncul, karena pemerintahan daerah khusus tersebut tidak mengacu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal tersebut tentu bertentangan dengan sifat IKN yang merupakan pemerintahan daerah khusus atau setingkat pemerintah provinsi.
“Otorita IKN ini kan diberi tugas khusus, ada peranan khusus, tetapi juga tadi dia sebagai pengelola keuangan dan itu sarankan harus bertanggung jawab, melaporkan kepada Menteri Keuangan. Nah itu kita sependapat, namanya Menteri Keuangan adalah bendahara negara,” papar Cornelis.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus.
Sebab, ia merupakan anggota panitia khusus (Pansus) pembahasan rancangan undang-undang IKN pada akhir 2021 hingga awal 2022.
Permasalahan akan muncul, saat IKN dalam proses transisi dari pembangunan ke proses penempatan.
Karena Otorita yang awalnya hanya sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap pembangunan, justru bisa menjadi pemerintahan khusus yang memiliki keistimewaan dan hal tersebut belumlah diatur.
“Kalau dia sudah selesai pembangunannya harus dikembalikan kepada pemerintah daerah itu harusnya, tetapi Prof melihat ada nggak di dalam pasal yang membahas adanya aturan peralihan, nggak ada. Ini bagaimana persoalan ini,” terang Guspardi. (*)
Comment