Nasional    

Karhutla Semakin Parah, Anggota Komisi V DPR Sebut Pemerintah Pusat Tak Hadir

Oleh : Jauhari Fatria
Sabtu, 14 September 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Nasional – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda berbagai

daerah di Indonesia masih berlanjut. Kini Kabut asap dampak dari Karhutla

semakin pekat menyelimuti wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Kondisi udara pun kian

memburuk.

Akibat dari kabut asap Karhutla tersebut, puluhan ribu warga

Pekanbaru Riau terjangkit sejumlah penyakit seperti sesak nafas sampai dengan

demam.

Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

(Walhi) Provinsi Riau, Rio Kurniawan, setidaknya 47 ribu warga Provinsi Riau

terpapar infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA akibat asap yang dihasilkan

dari kebakaran hutan.

Data jumlah korban terpapar ISPA mencapai sebanyak itu

didapat Rio dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Menurut data tersebut, korban

terpapar ISPA sampai 47 ribu orang tersebut terjadi hanya dalam dua minggu

saja.

“Dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat dalam dua

minggu terakhir ini sudah ada 47.000 orang yang sudah terpapar ISPA,” kata Rio

saat jumpa pers di kantor Walhi Jakarta pada Rabu (11/9/2019) lalu.

Melihat fenomena Karhutla yang luar biasa tersebut, Anggota

Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS) pun angkat bicara.

Bambang mengatakan, titik Karhutla sudah meluas ke 30

provinsi yang ada di Indonesia. Yang paling parah mengalami Karhutla adalah Kalimantan

dan Sumatera, ditambah saat ini Pekanbaru Riau.

“Sudah puluhan ribu masyarakat kena ISPA akibat Karhutla di

Riau dan bahkan sudah ada yang meninggal. Namun amat disayangkan Pemerintah

pusat seakan tidak hadir. Padahal sudah jelas, Pemerintah pusat yang di

dalamnya mencakup Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang

bertanggungjawab atas semua ini,” kata Bambang.

“Pak Presiden Jokowi pun sudah berjanji dalam waktu

2018-2019 itu tidak akan ada lagi yang namanya kebakaran, tapi ternyata itu

omong kosong. Kebakaran lebih meluas dan dampaknya lebih parah, sampai-sampai

puluhan ribu orang kena ISPA dan bahkan sampai ada yang meninggal,” tambahnya.

Masalah Karhutla, lanjut Bambang, sudah berlarut-larut dan

Pemerintah lambat dalam penanganannya. Bahkan Pemerintah terkesan melakukan

pembiaran, karena terlihat tidak serius menangani Karhutla tersebut.

“Seharusnya Presiden segera menyatakan sebagai tanggap

darurat atau bencana nasional karena sudah demikian banyak korban. Dan saya

harap Presiden tegas memberikan sanksi terhadap aparat-aparat Negara yang

bertanggungjawab atas Karhutla ini. Terutama KLHK, karena KLHK bertanggungjawab

atas pemeliharaan hutan,” tegas Bambang.

“Namun, sampai saat ini tidak ada satupun pegawai dari KLHK

yang mendapatkan sanksi. Ini yang saya sesalkan, Presiden tidak konsisten atas

apa yang diucapkannya,” tambahnya.

Lebih jauh, Politisi Gerindra ini juga mengatakan, bahwa

kondisi Karhutla semakin parah, bahkan di Riau jarak pandang tidak lebih dari

100 meter.

“Dampak dari Karhutla di Riau ini luar biasa, selain

penyakit ISPA, juga mengakibatkan kegiatan sosial, pendidikan, bahkan

perputaran ekonomi lumpuh. Bahkan anak-anak sekolah, mahasiswa-mahasiswa pun

diliburkan. Jelas ini merugikan calon-calon generasi penerus bangsa. Mereka

harusnya menutut ilmu dengan nyaman, tapi malah terganggu dengan adanya

Karhutla seperti ini,” tuturnya.

Karhutla ini terus meluas karena penanganan yang tidak

maksimal dari Pemerintah. Hutan di Indonesia ini luar biasa, itu harus dijaga

oleh pemerintah. Tapi pemerintah tidak melakukan itu dengan penjagaan yang

seperti dilakukan oleh Negara tetangga seperti Malaysia.

“Kalau di Malaysia yang hutannya sekitar 25 juta hektar

tidak pernah terbakar mulai tahun 1983. Mereka SDM-nya kompeten dan alat-alat

pemadam dan perawatan hutan mulai helicopter heavy ada 5, medium 5, yang

kecilnya 2 untuk rescue aktif dan alat-alat lain hovercraft jetsky,” paparnya.

“Dengan tanggap darurat yang responsif juga dilengkapi tim

fire danger ratting system untuk mengetahui dengan early warning system.

Misalnya Smoke Potensial Indicator, Air Quality Analysis (kualitas udara), Final

pendeteksian kelembaban, indikatornya dipantau oleh pemerintah,” tambahnya.

Kalau pemerintah Indonesia tidak sanggup menangani Karhutla,

tegas Bambang, bisa meminta bantuan ke dunia internasional dan itu jauh lebih

baik untuk menangani Karhutla ini.

“Malaysia dan Singapura sudah menawarkan bantuan kepada

Indonesia. Mereka (Malaysia dan Singapura) terkena dampak juga dari Karhutla

Indonesia. Pariwisata mereka turun drastis akibat asap Karhutla dan tentu

merugikan ekonomi mereka juga,” ujar Bambang.

“Namun sayangnya, KLHK tidak mau mengakui kalau asap yang

menjalar ke Malaysia itu asap akibat Karhutla di Indonesia. Namun di Malaysia

sendiri tidak terjadi kebakaran, jadi kalau ada asap, asap dari mana.

Seharusnya KLHK bisa bertanggungjawab atas semua kejadian ini. Terutama telah

merugikan banyak masyarakat Indonesia,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Bambang juga berpesan, seharusnya di waktu

mendatang Pemerintah bisa mengantisipasi pencegahan dan penanggulangan

Karhutla. Benih-benih Karhutla bisa dideteksi agar tidak terjadi kebakaran dan

tidak meluas. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Pemkab Minta DPRD Sekadau Dukung Penyertaan Modal Bank Kalbar dan PT Jamkrida
Jumat, 13 September 2019
Artikel Sebelumnya
Bawaslu Sekadau Gelar Evaluasi Pelaksanaan Gakkumdu Pemilu 2019
Jumat, 13 September 2019

Berita terkait