KalbarOnline, Pontianak – Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pontianak terus berupaya menekan angka pengidap penyakit tuberkulosis atau TBC di Kota Pontianak.
Hal itu dibuktikan dengan penjaringan kerja sama layanan Rumah Sakit (RS) swasta, klinik dan Dokter Praktek Mandiri (DPM) yang ada di Kota Pontianak. Selain itu juga dengan membuka Layanan TBC RO (Resisten Obat) di Rumah Sakit Sultan Syarif Mohamad dan diterbitkannya Peraturan Wali Kota Nomor 56 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Kepala Dinkes Kota Pontianak, Saptiko menjelaskan, kini juga sudah tersedia alat Tes Cepat Molekuler (TCM) sebanyak tujuh unit yang tersebar di lima Puskesmas, mulai dari Siantan Tengah, Saigon, Gang Sehat, Alianyang sampai Perumnas 1, serta di dua RSUD yaitu di RSUD dr Soedarso dan RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie.
“Serta memaksimalkan kolaborasi dengan komunitas terutama dalam hal investigasi kontak dan penyuluhan edukasi di lapangan yang banyak dilakukan oleh kader komunitas yang ditugaskan di 23 puskesmas Kota Pontianak,” paparnya saat Konferensi Pers Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis Kota Pontianak, di Hotel Harris Jalan Gajah Mada, Rabu (22/11/2023).
Berdasarkan sebaran kasus yang tercatat Dinkes Kota Pontianak, kecamatan tertinggi yang ditemukan pengidap TBC adalah Kecamatan Pontianak Barat, disusul oleh Kecamatan Pontianak Utara dan posisi ketiga diisi oleh Kecamatan Pontianak Timur.
Saptiko menyebut, pihaknya menyiapkan enam strategi yang menjadi prioritas untuk mendorong Sistem Pelayanan Minimal (SPM) di Kota Pontianak.
“Pertama Pembentukan Tim Percepatan Tuberkulosis, kedua memperkuat mekanisme koordinasi dan kolaborasi penanggulangan TBC antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Pemangku Kepentingan dan Mitra,” katanya.
Kemudian ketiga, pelibatan otoritas setempat dalam optimalisasi penemuan terduga TBC dengan kolaborasi faskes dan komunitas, serta masyarakat. Keempat, pembentukan Tim Penyuluh TBC. Kelima, pengembangan Kampanye TBC terintegrasi dengan kolaborasi lintas sektor hingga pelibatan CSR dalam penanggulangan TBC.
Sebelumnya, Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TPPT) juga telah dibentuk untuk menekan angka penyebaran TBC dengan optimalisasi penyelenggaraan SPM.
Saptiko menambahkan, setiap daerah memiliki target SPM untuk pelayanan tuberkulosis yang harus dicapai sebesar seratus persen, tidak terkecuali Kota Pontianak. Berdasarkan capaian, Kota Pontianak di tahun 2023 telah mencapai 8.656 terduga untuk SPM TBC. Menurutnya, secara angka memang sudah cukup baik, tetapi berdasarkan target masih perlu ditingkatkan.
“Selain itu, Komunitas juga turut berkolaborasi bersama Dinas Sosial Kota Pontianak dengan pelibatan CSR untuk mendata pasien TBC yang kurang mampu secara ekonomi agar mendapatkan bantuan sosial,” tukasnya.
TBC merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Menurut WHO dalam Global TB Report (GTR) tahun 2022, Indonesia berada di peringkat kedua di dunia dengan kasus TBC terbanyak.
Diperkirakan estimasi insidensi tahun 2022 sebesar 969.000 kasus atau 367 per 100.000 penduduk. Kematian karena TBC diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 per 100.000 penduduk dan kematian akibat TB-HIV sebesar 9.400 atau 4 per 100.000 penduduk.
Dengan estimasi insiden sebesar 969.000 kasus tahun 2022 dan notifikasi kasus TBC sebesar 443.235 kasus maka masih ada sekitar 55 persen kasus masih belum ditemukan dan diobati (un-reach) atau sudah ditemukan dan diobati tetapi belum tercatat oleh program (detected, un-notified). Kondisi ini membuat negara Indonesia masih berjuang dalam menuju eliminasi TBC 2030. (Indri)
Comment