KalbarOnline, Pontianak – Jelang Ramadhan 2024, Pemerintah Provinsi Kalbar bersama sejumlah instansi yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Percepatan Serta Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Kalbar menggelar pertemuan tingkat tinggi (High Level Meeting) dalam rangka menjaga stabilitas inflasi di seluruh wilayah kabupaten kota yang ada.
Kegiatan yang dipimpin oleh Penjabat (Pj) Gubernur Kalbar, Harisson tersebut berlangsung di Aula Keriang Bandong, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalbar, Kamis (22/02/2024).
HLM yang diselenggarakan ini sebagai media koordinasi/sinergi langkah-langkah TPID provinsi dan kabupaten/kota dalm mewujudkan strategi 4K (Kestabilan Harga, Kelancaran Distribusi, Ketersediaan Pasokan dan Komunikasi Efektif).
“Kita ketahui bersama bahwa angka inflasi Kalbar untuk bulan Januari 2024 sebesar 2,75% dibentuk oleh angka Inflasi lima kota/kabupaten sampel IHK, yakni Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Sintang, Ketapang serta Kayong Utara,” kata Harisson.
Walaupun angka Inflasi tersebut masih berada di atas angka sasaran, namun TPID Provinsi Kalbar memberikan apresiasi kepada TPID kabupaten/kota serta pimpinan lembaga/kantor/kantor Perwakilan/duty manager semua komponen sektor yang telah turut berupaya.
Sehingga hasilnya, berdasarkan evaluasi kuadran inflasi pangan periode 2020 – 2022 dibandingkan dengan tahun 2023, menunjukkan bahwa komoditi dalam kuadran I (andil tinggi dan frekuensi tinggi) berkurang dari sembilan komoditi (daging babi, mobil, bahan bakar rumah tangga, ikan kembung, angkutan udara, sawi hijau, bawang merah, cabai rawit, minyak goreng, telur ayam ras dan daging ayam ras) menjadi tiga komoditi (daging ayam ras, angkutan udara dan beras).
“Komoditi daging ayam ras dan angkutan udara selalu muncul kurun empat tahun terakhir dan komoditi beras muncul sejak awal 2023 dan berlanjut hingga 2024,” katanya.
Harisson mengungkapkan, jika merujuk pada langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah pusat (bapanas) yaitu penyaluran beras SPHP, pelaksanaan GPM dan monitoring harga pangan, penyaluran dan monev jagung SPHP serta bantuan pangan, maka dukungan implementasi Bulog Divre Kalbar berperan signifikan mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga.
“Langkah TPID pusat hendaknya menjadi rujukan untuk direplikasi oleh TPID kabupaten/kota, bersinergi dan berkolaborasi dengan pelaku usaha besar maupun kecil untuk menentukan peta logistik bahan pangan di wilayahnya masing-masing dengan mengoptimalkan komunikasi efektif antar pelaku,” katanya.
Selanjutnya, untuk angkutan udara secara khusus jelang Tahun Baru Imlek/Cap Go Meh (Januari 2024), TPID Provinsi Kalbar telah meminta EGM PT Angkasa Pura II Bandara Supadio Pontianak untuk melakukan tindakan yang perlu guna mengantisipasi lonjakan penumpang dan harga tiket dengan menambah jumlah frekuensi penerbangan dan jam operasional Bandara Supadio pada periode peak season.
“Pada kesempatan baik ini, saya juga mengundang kehadiran Bapak EGM PT Angkasa Pura II, saya harap nanti dapat menjelaskan hal-hal terkait angkutan udara,” katanya.
Di samping itu, Harisson menuturkan bahwa, terkait dengan perkembangan Indeks Perkembangan Harga (IPH) sebagai pembahasan rakor pengendali inflasi tiap Senin, pada bulan Januari dan Februari, komoditi pendorong IPH Kalbar adalah daging ayam, cabai merah dan cabai rawit serta wilayah dengan IPH tertinggi (>3 kali) adalah Kabupaten Melawi, sedangkan frekuensi kabupaten/kota lainnya masih kurang dari tiga kali.
“Khusus Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara sebagai sampel Kabupaten/Kota IHK agar intensif melakukan langkah pengendalian inflasi di wilayahnya dan apresiasi Saya untuk komitmen pimpinan daerah telah bersinergi menjaga angka Inflasi Kalimantan Barat,” tuturnya.
Di saat yang sama, Kaper Bank Indonesia (BI) Kalbar, Nur Asyurah Anggini Sari menjelaskan, bahwa kalau kita melihat tracking harga komoditas Inflasi Kalbar berdasarkan pusat informasi harga pangan strategis yang dilakukan oleh Bank Indonesia sampai 20 Februari 2024, kami melihat beberapa harga terutama beras dan gula pasir cenderung meningkat dan membentuk rata-rata harga baru.
“Kita lihat harga beras Februari terakhir mencapai rata -rata di Rp 15.700 dan gula pasir di angka Rp. 17.400. Adapun harga meningkat, namun kembali pada harga rata-rata subtikalnya menjelang BKN yakni cabe rawit, cabe merah dan telur ayam ras,” katanya.
“Hasil traking kami juga IHPS sampai 20 Februari 2024 yang stabil dengan membentuk rata-rata harga baru adalah daging sapi dan bawang putih, adapun harga yang stabil dan kembali kepada harga rata-rata siklikalnya musimannya menjelang BKN adalah bawang merah, daging ayam ras dan minyak goreng,” sambung Anggini.
Dirinya menyampaikan, untuk prospek inflasi tahunan Kalbar, dengan target 2,5 kurang lebih 1 persen, tentu ada beberapa resiko yang perlu menjadi kewaspadaan untuk cenderung meningkatkan inflasi di Kalbar seperti peningkatan harga pangan dan energi global akibat ketegangan geopolitik, cuaca ekstrim dan curah hujan yang cukup tinggi dan banjir pada sentra produksi, dan kenaikan cukai rokok sebesar 10 persen pada 2024, gangguan pasokan dari luar Kalbar, kebijakan ekspor pangan dari negara lain seperti India, dan penyelenggaraan HPKN dengan periode tersentralisasi.
“Contoh saat ini Cap Go Meh dan Ramadhan waktunya sangat dekat,” katanya.
Anggini menyebut, terdapat beberapa hal yang bisa menekan inflasi, yakni kegiatan SPHP dan bantuan pangan dari bulog, mitigasi resiko banjir oleh pemda kabupaten/kota sampel inflasi, peningkatan dan refocusing peningkatan infrastruktur, sukses faktor penguatan komitmen sinergi daerah secara bersama melakukan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan.
“Isu yang strategis yang perlu disampaikan dari hasil asesmen kami yakni beras juga cenderung naik dan membentuk harga baru. Berdasarkan data kementan dan Dinas Pangan Kalbar, sebenarnya Kalbar untuk beras adalah surplus di mana produksi beras untuk seluruh wilayah 14 kabupaten/kota produksinya adalah tahun 2023 sebesar 573 ribu ton, dan kebutuhan adalah 535 ribu ton. Dan surplus 38 ribu ton,” terangnya.
Untuk daerah sentra produksi beras seperti Landak, Sambas Kubu Raya, Kemudian Ketapang, dan Mempawah.
“Jadi hanya dua daerah produksi beras yang mengalami surplus terhadap kebutuhannya adapun tiga daerah lainnya mengalami defisit pda Tahun 2023 dari produksi yang dilakukan,” paparnya.
Secara spasial, lanjutnya, tentunya hal ini perlu menjadi perhatian dan peluang untuk kerja sama antar daerah untuk ketersediaan pasokan dari daerah yang lebih kepada daerah yang mengalami defisit beras.
“Kalau kita lihat yang bisa menjadi kerja antar daerah, karena adanya perbedaan periode puncak panen antar daerah,” kata Anggini.
Dirinya juga menjelaskan, berdasarkan data sampai 2023, puncak panen di Landak sebagai produsen beras utama di Kalbar pada Februari dan September. Adapun Kabupaten Sambas Januari – Juli, Ketapang Maret dan Juli, Kubu Raya Maret.
Isu lainnya adalah adanya peluang hilirisasi pangan untuk di Kalbar terutama untuk komoditas yang didukung dengan program hilirisasi seperti beras, cabe, bawang, ikan, sawi, rumput laut dan telur—yang juga merupakan komoditas utama dukungan dari Bank Indonesia untuk kegiatan dalam rangka mendorong pengendalian inflasi daerah.
“Jadi untuk hilirisasi tujuh komoditas ini Bank Indonesia di Kalbar tertentu siap bersedia kerjasama untuk pengendalian Inflasi terutama dalam giat hilirisasinya,” jelasnya.
Dengan kondisi isu strategis tersebut, pihaknya memiliki usulan rekomendasi dalam rangka Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan.
“4K dalam rangka keterjangkauan harga tentunya dalam jangka pendek jelang HBKN Ramadhan dan Idul Fitri kami usulkan pelaksanaan operasi dan gelar pangan murah yang telah dilakukan sampai hari ini baik provinsi dan kabupaten/kota untuk terus masif dilakukan,” katanya.
Kemudian pada komoditas beras, gula pasir, daging sapi, aneka cabe, daging dan ayam telur ras bawang putih serta ikan kembung, pihaknya mengusulkan untuk melakukan sidak pemantauan harga di pasar tradisional dan modern.
“Untuk jangka panjang kami mengusulkan implementasi program pasar penyeimbang dan memperbaiki tata niaga untuk memperpendek alur distribusi sehingga menurunkan harga angkutan, serta mengusulkan hilirisasi komoditas pangan,” ujarnya.
Selanjutnya adalah ketersediaan pasokan dengan menggalakan program tanam pangan, terutama aneka cabe, sawi hijau sampai level rumah tangga, hingga mendorong intensifikasi budidaya ikan dan membantu pemberian pupuk alsintan dan tanaman pangan untuk kelompok tani dan sentra produksi.
“Jangka menengah panjang untuk kedua kami juga mengusulkan penyusunan rangka pangan terintegrasi di wilayah untuk memastikan pasokan antar waktu dan daerah,” kata Anggini.
Ketiga, kelancaran distribusi, di mana tentunya kegiatan ini melakukan pemantauan pasokan BBM, untuk terus dilakukan dan memperkuat fasilitasi distribusi pangan dan optimalisasi anggaran BTT, serta untuk jangka panjang perbaikan infrastruktur mitigasi banjir terutama daerah sentra produksi di kabupaten/kota.
“Keempat, dilakukan saat ini komunikasi efektif untuk keseluruhan kabupaten/kota dilakukan HLM Provinsi yang menunjukan TPID kabupaten/kota untuk juga melakukan komunikasi efektif menyamakan langkah pengendalian inflasi di Kalbar terutama menyambut hari keagamaan,” katanya. (Jau)
Comment