KalbarOnline, Pontianak – Pj Ketua Dekranasda Kalbar, Windy Prihastari mendorong masyarakat Kalbar untuk selalu melestarikan budaya dan kerajinan lokal. Salah satunya dengan cara mengenakan wastra khas daerah.
“Termasuk wastra, agar mempunyai nilai tambah dan dapat membantu perekonomian masyarakat Kalbar melalui desainer dan perajin lokal serta seni pertunjukan dengan anak muda lokal,” katanya.
Hal itu disampaikan Windy saat memberikan sambutan dalam acara Gelar Karya Kreatif DIALOK (Dibuat Anak Lokal) dan Talkshow Potensi Wastra Kalbar bertema “Menarik Wastra Kalbar Menjadi Usaha”, di Galeri Dekranasda Provinsi Kalbar, Sabtu (08/06/2024).
“Kita juga mengajak pemuda pelopor yang nantinya akan mempromosikan wastra kita di tingkat nasional ini sebagai penggerak pemudi 14 kabupaten kota,” lanjutnya.
Windy mengatakan, sejauh ini, terdapat setidaknya lima kabupaten kota yang kerajinan tradisional dan wastra karya pengrajinnya dinilai mulai dikenal secara nasional, seperti Kapuas Hulu dengan wastra sidan dan lainnya. Lalu Sintang, Bengkayang dengan kerajinan anyaman dan lainnya, kemudian Kota Pontianak dan Kabupaten Sambas.
“Itu yang harus kita angkat dan kita promosikan karena dalam rangka untuk menambah nilai yang namanya ekonomi kreatif,” katanya.
“Seperti yang disampaikan salah satu penenun yang hasil tenunannya dipakai oleh Pak Jokowi pada waktu WWF di Bali, dia (penenun itu) menyampaikan dari awal memang harus dipromosikan, dikenalkan. Kalau tidak, makanya orang tidak tahu, lalu dari atraksinya juga seni pertunjukan Ayunda itu dia rajin mempromosikan dan mengangkat budaya budaya Kalbar melalui alat musik sape,” terang Windy.
Pj Ketua PKK Kalbar itu juga menyampaikan, kalau wastra Kalbar sangat memiliki potensi, karena banyak sekali diminati ketika pihaknya melakukan pameran di beberapa pertemuan, bahkan Kalbar beberapa kali mendapatkan penghargaan dan juara.
“Terakhir (juara) di Solo, stand pameran kita mendapatkan juara dua, itu yang dinilai bukan hanya stand tetapi juga barang barang yang dipamerkan, lalu kunjungan dan barang yang terjual dari pameran tersebut,” katanya.
Tak hanya itu, wastra-wastra Kalbar juga kerap mendapat pujian dan apresiasi positif dalam setiap-setiap pameran yang diikuti. Windy cerita, kalau setiap pengunjung yang datang ke stand, selalu dikisahkan bagaimana wastra tersebut dibuat, apa makna filosofi dan sebagainya.
“Kalau kita hanya mempromosikan dari fashion itu sangat terbatas, tetapi jika kita menggunakan sendiri dan langsung mengedukasi dalam setiap kegiatan, maka itu akan semakin luas (pengaruhnya),” ujarnya.
Sejalan dengan itu, Pj Gubernur Kalbar, Harisson menyampaikan, kalau Pemprov Kalbar terus berkomitmen bagaimana kerajinan daerah termasuk wastra-wastra ini dapat dikenal secara lebih luas.
“Kita melalui Dekranasda dan dibantu instansi vertikal seperti BI pada saat ini kita terus melakukan pembinaan kepada perajin dan penenun juga kepada desainer-desainer. Kita juga bekerja sama dengan pemuda pelopor, karena kita ingin terus mempromosikan dan menumbuh kembangkan tenun serta ekonomi kreatif di Kalbar,” terangnya.
Pemprov Kalbar, kata Harisson, turut melibatkan para pemuda dalam melakukan promosi. Ia berharap, segmentasi anak-anak muda dapat lebih mengangkat nama kebudayaan Kalbar ke depan.
“Seperti kita ketahui sekarang kita sudah maju untuk tenun, di mana tenun tenun kita sudah digunakan sampai tingkat nasional hingga pertemuan internasional. Bapak Presiden kemarin menggunakan tenun dari Sintang dalam WWF di Bali, ini kebanggaan kita,” jelas Harisson.
“Ini terus kita galakkan dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat melalui UMKM dan ekonomi kreatif baik tenun maupun wastra yang ada di masyarakat,” tambahnya.
Melalui Dekranasda, pihaknya juga terus menggali dan mendiskusikan tenun, baik secara filosofi dan lainnya. Karena selain model, banyak orang luar yang tertarik membeli kerajinan atau wastra Kalbar karena makna filosofi yang terkandung di dalamnya.
“Maka mereka akan membeli atau mengadopsi. Dengan demikian, maka tenun kita akan mendunia yang tentunya akan meningkatkan ekonomi masyarakat,” katanya.
Terkait dengan harga yang dinilai relatif mahal untuk sebuah wastra, Harisson menjelaskan, selain pembuatannya yang memang rumit, terdapat beberapa bahan yang digunakan impor dari luar negeri. Namun ke depan, pihaknya akan mencari cara, bagaimana wastra bisa lebih “merakyat”.
“Memang yang menjadi salah satu permasalahan tenun kita ini masih dianggap mahal, ini sebenarnya bahan-bahannya malah ada yang impor seperti kain kalenkang dari Sanggau itu bahannya harus impor dari Singapura, dan ini menurut saya Singapura tidak memproduksi sendiri, pasti dari negara lain juga,” katanya.
Untuk itu akan kita pelajari bagaimana memotong rantai pasokan untuk tenun kalengkang dan bahan bahan lain yang ada di wastra kita, supaya bahan dasarnya tidak terlalu mahal atau bila perlu dapat kita produksi sendiri, sehingga dapat memotong ongkos produksi,” tutur Harisson.
Pada intinya, ia berharap masyarakat Kalbar dapat menghargai dan mencintai produk-produk kebudayaannya sendiri. Karena dengan membeli produk sendiri, masyarakat telah membantu perekonomian para pengrajin.
“Kita berupaya menurunkan harga tenun dan ekonomi kreatif dengan memotong harga bahan, tetapi untuk upah dan jasa tenun untuk perajin tidak akan kita turunkan, justru kita harus bantu untuk naikkan,” katanya. (Jau)
Comment