KalbarOnline, Kapuas Hulu – Daerah aliran Sungai Batang Suhaid di Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu, sejak adanya PETI tidak mengalami pencemaran karena untuk saat ini permukaan air masih tinggi (banjir) dan aliran sungai Batang Suhaid cenderung tidak mengalir, karena Sungai Kapuas terus menyuplai air dengan tingginya curah hujan.
Menurut keterangan dari sumber yang diterima media ini disebutkan, bahwa air Sungai Batang Suhaid dalam keadaan baik, apalagi sejak seminggu ini para pekerja jek sudah berhenti sejak adanya penertiban yang dilakukan forkopimcam beberapa waktu yang lalu.
Namun dari isu-isu yang beredar di masyarakat, lanjut sumber itu, bahwa dari pelaksanaan penertiban sampai dengan sekarang, belum ada satupun alat jek yang keluar dari Batang Sungai Suhaid. Bahkan hampir setiap malam ada saja alat jek yang masuk ke Sungai Batang Suhaid.
Bahkan anehnya masyarakat semakin berani membuat lanting jek di pemukiman pesisir Sungai Kapuas dan di muara Sungai Batang Suhaid secara terbuka.
“Ini menimbulkan pertanyaan dari masyarakat apakah PETI sudah mendapatkan izin atau bagaimana,” kata sumber yang tak mau disebutkan namanya itu.
Sementara itu, Camat Suhaid, Candra Ardiansyah saat dikonfirmasi KalbarOnline menyampaikan, bahwa sudah ada kesepakatan kalau pekerja PETI harus menghentikan aktivitasnya.
“Bahkan keseriusan forkopimcam dalam menertibkan PETI pada hari Kamis, 27 Juni 2024, ditindaklanjuti dengan pertemuan rakor pembinaan dan penertiban PETI oleh forkopimcam yang dipimpin oleh kapolsek, bersama beberapa kepala desa dan ketua BPD serta penggawa dan beberapa orang yang mewakili pekerja jek,” ungkapnya, Senin (01/07/2024).
Disampaikan Camat Suhaid, dalam pertemuan itu, disimpulkan bahwa forkopimcam dan kepala desa tidak pernah mengizinkan PETI yang dilakukan di Sungai Batang Suhaid karena bukan kewenangannya.
“Jika ada keinginan masyarakat untuk melaksanakan Kerja Emas diharuskan mengantongi izin. Terakhir bahwa Agar PETI yang ada segera berhenti melakukan aktifitasnya sebelum mendapat ijin WPR dan IPR,” kata Candra.
Camat Candra berharap, agar masyarakat sadar akan bahayanya air yang tercemar. Namun apabila sudah tidak peduli dengan larangan, maka perlu ditindak tegas oleh APH sebelum terlanjur membahayakan.
“Karena selain dampak lingkungan juga berpotensi terjadinya konflik di masyarakat dan hal itu yang tidak kita inginkan. Kita harus bersama-sama menciptakan suasana yang aman dan kondusif,” ucapnya.
“Di mana sampai sekarang, bermacam keluhan masyarakat kepada kami antara lain dari beberapa orang masyarakat Desa Mensusai bahwa lokasi pekerja jek ada di perbatasan desa yang sudah ada titik koordinat batas desa namun belum ditegaskan titik koordinat (Tugu belum dipasang) yaitu desa Tanjung dan Mensusai,” ujarnya.
Selain itu dikatakan Camat Candra, dari masyarakat pemilik lahan juga tidak menginginkan lahannya diserobot oleh pekerja jek.
“Bahkan ada beberapa masyarakat menyampaikan bahwa kalau kerja jek beralasan untuk perut, maka kami yang tidak mampu membeli peralatan jek juga diperbolehkan melakukan illegal fishing seperti menyetrum, tuba dan lain-lain, karena semuanya demi perut,” ungkapnya.
“Sedih dan berharap, sedih semoga ‘Suhaid Bumi Arwana’ tidak berubah menjadi ‘Suhaid Bumi Merana’, berharap agar benang yang belum kusut bisa ditenun menjadi kain,” tutur Camat Candra Ardiansyah. (Haq)
Comment