Panggil Kepala LI BAPAN, Kejagung Dalami Laporan Terkait Dugaan Gratifikasi Mantan Kajati Kalbar dan Kejari Pontianak

KALBARONLINE.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI saat ini tengah mendalami kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalbar, MY dan mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pontianak, YSK, terkait dugaan korupsi Jembatan Timbang Siantan.

Sehubungan dengan itu, Kejagung RI pun telah menjadwalkan pemanggilan terhadap Kepala Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BPAN) Provinsi Kalbar, Stevanus Febyan Babaro, pada Senin 10 Januari 2025. Perihal pemanggilan Stevanus Febyan Babaro ini diketahui melalui surat Kejagung RI yang kini beredar.

Dalam surat resmi yang disampaikan Kejagung RI pada Senin 4 Februari tersebut, Stevanus Febyan Babaro diminta untuk hadir di Kantor Kejari Pontianak, pada pukul 09.00 WIB untuk menemui Irmud Pidum Datun pada Inspektorat I Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Erry Pudyanto Marwantono dan Pemeriksa Tugas Umum, Perlengkapan dan Pemulihan Aset pada Inspektorat I Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Agussalim Nasution.

Pada surat yang ditandatangani Plt Inspektur I, Jaksa Utama Madya, Haruna, Stevanus Febyan Babaro dipanggil untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam pemeriksaan internal kejaksaan atas dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh mantan Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak dan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat yang meminta uang dari penanganan kasus tindak pidana korupsi rehabilitasi Jembatan Timbang Siantan atau Unit Pelaksanaan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Siantan Tahap IV dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun anggaran 2021.

Dalam surat panggilan tersebut tertuang jelas pula bahwa panggilan kepada Kepala LI Bapan Kalbar tersebut adalah atas perintah Jaksa Agung Muda Pengawasan.

Sebelumnya, dugaan gratifikasi mantan Kajari Pontianak dan mantan Kajati Kalbar itu terungkap dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa Markus Cornelis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin 20 Januari 2025 lalu.

Markus juga mengatakan, bahwa ada keterlibatan Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Kalimantan Barat) sebagai perantara, oknum jaksa di Kejati Kalbar.

Terkuaknya nama-nama tersebut dimulai ketika tim kuasa hukum di dalam persidangan mempertanyakan mengenai apakah keterangan Markus sebelumnya kepada mereka mengenai permintaan sejumlah uang oleh oknum petinggi kejari maupun kejati itu benar adanya. Dari pertanyaan itu, Markus lalu menyebutkan beberapa nama, termasuk adanya keterlibatan oknum ketua DPRD, dan seseorang bernama Jamal yang berperan menyambungkan dirinya dengan mantan Kajari Pontianak, YSK.

Baca Juga :  Gedung Kejagung Dilalap Si Jago Merah, Begini Respons Jaksa Agung

“Saat itu saya menghubungi seseorang bernama Jamal dikarenakan perannya yang krusial pada pekerjaan ini, lalu kemudian saya diarahkan untuk menghubungi oknum DPRD Kota Pontianak dan dihubungkan kepada YSK (Kajari Pontianak, red) melalui anak buahnya,” kata Markus dalam sidang.

Markus menjelaskan, ia menghubungi oknum Ketua DPRD itu untuk mempertanyakan proyek rehabilitasi tersebut, mengapa bisa naik ke tahap penyidikan dan kenapa dipaksakan?

“Dari komunikasi itu, pada akhirnya saya dimintai uang sebesar Rp1 miliar,” cerita Markus.

Karena adanya permintaan itu, lanjut Markus, ia terpaksa meminjam uang kepada teman-temannya untuk memenuhi permintaan itu. Uang sebesar Rp 1 miliar kemudian ia bawa ke rumah oknum Ketua DPRD untuk diserahkan kepada mantan Kajari Pontianak, YSK.

“Ketika saya sampai di sana ternyata Jamal dan oknum dewan ini keluar dari rumah, menghampiri saya sembari mengatakan kepada saya bahwa kesepakatan itu tidak jadi dipenuhi karena Kajari Pontianak meminta nominalnya ditambah lagi menjadi Rp 2 miliar,” ungkap Markus.

Markus juga menjelaskan, karena ada permintaan tambahan, ia pada akhirnya tidak mampu untuk memenuhi hal tersebut. Beberapa waktu kemudian, ia menghubungi seseorang berinisial M agar dapat menghubungkan dirinya dengan Kajari Pontianak saat itu untuk mempertanyakan apakah benar permintaan uang sebesar Rp 2 miliar tersebut.

Surat pemanggilan Kejagung RI kepada Kepala Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BPAN) Kalbar, Stevanus Febyan Babaro.

Markus menuturkan, M yang berperan sebagai perantara, kemudian menyampaikan kepada dirinya bahwa Kajari Pontianak saat itu yakni YSK meminta uang sebesar Rp 100 juta untuk keperluan liburan pulang kampung.

“Uang permintaan itu kemudian saya serahkan melalui M di sebuah rumah makan yang berada di jalan Sultan Syarif Abdurrahman,” tutur Markus.

Setelah permintaan pertama, Markus menambahkan, kalau dirinya kembali dimintai uang tunai oleh YSK melalui M. Setelah yang pertama pada tanggal 29 Mei 2023 senilai Rp 100 juta, Markus lalu dimintai lagi uang sebesar Rp 800 juta. Namun tak lama kemudian, untuk yang kedua kalinya itu, M Kembali mengabarkan bahwa YSK meminta uang yang ketiga kalinya sebanyak Rp 1,5 M untuk menutup kasus ini.

“Uang sebesar Rp 800 juta saya antar ke tempat yang sama dengan sebelumnya. Beberapa waktu kemudian permintaan M lagi-lagi menghubungi saya, mengabarkan bahwa YSK meminta lagi uang dengan total Rp 1,5 miliar dengan komitmen bahwa pekerjaan UPPKB Siantan Tahap V (selanjutnya) diberikan kepadanya,” ungkap Markus.

Baca Juga :  Pj Wako Pontianak Serahkan Bansos ke Korban Kebakaran di Gang Peniti I

Namun, Markus melanjutkan, karena dirinya hanya mampu memberikan uang sebesar Rp 900 juta dari Rp 1,5 miliar yang diminta, hal itu menyebabkan kesepakatan tidak tercapai. Kasus pun terus dipaksakan hingga ke persidangan.

Markus mengatakan, setelah upaya dugaan pemerasan yang dilakukan kepadanya ternyata juga tidak berakhir sampai di situ. Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Kalimantan Barat menghubunginya untuk menyampaikan agar ia menyiapkan sejumlah uang untuk oknum di Kejati Kalbar yang akan membantu untuk memberhentikan kasus.

Markus mengungkapkan, beberapa waktu kemudian, ia dihubungi oknum jaksa dari Kejati Kalbar agar menyiapkan uang sebesar Rp 250 juta dengan kesepakatan setelah uang itu diberikan kasus akan dihentikan.

“Uang sebesar Rp 250 juta itu saya serahkan dua tahap di kantor Kejati Kalbar,” ungkap Markus dalam sidang.

Sebelumnya, Kepala LI BAPAN Kalbar, Stevanus Febyan Babaro mengatakan, bahwa dalam sidang tersebut terungkap bukti-bukti adanya permintaan uang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Febyan menyatakan, perbuatan itu jelas adalah tindakan pidana, sehingga pihaknya akan melakukan upaya hukum terhadap oknum aparat penegak hukum tersebut.

“Di BAP Markus, tercantum aliran dana dugaan pemerasan itu senilai Rp 900 juta  kepada Kajari Pontianak, YSK. Pada saat BAP, Markus diminta mencabut pernyataan tersebut tetapi ia tidak mau menuruti permintaan YSK. Ditambah bukti video amatir yang diminta majelis hakim untuk di putar di muka persidangan yang memperlihatkan adegan penyerahan uang di kantor Kejaksaan Tinggi Kalbar,” kata Febyan.

Febyan turut mengungkapkan, kalau di BAP itu juga, YSK mengkonfirmasi bahwa ia menerima dana tersebut namun jumlahnya hanya Rp 300 juta dan itu sudah diakui YSK.

“Sesuai dengan rumusan Pasal 108 KUHAP, kami telah melaporkan dugaan tindak pidana baru yang terungkap di persidangan kemarin pada Polda Kalbar tertanggal 27 Januari kemarin,” jelas Febyan. (**)

Comment