Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 30 Juli 2025 |
KALBARONLINE.com – Perjuangan seorang ibu asal Pontianak bernama Dika (27) dalam mencari keadilan untuk putrinya yang masih berusia 4 tahun kini menjadi sorotan nasional. Bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kuala Lumpur, Malaysia, Dika membuat surat terbuka kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui akun Threads @citra_ayu_bening, berisi permintaan pertolongan atas kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa anaknya, K alias A.
Surat tersebut viral bersamaan dengan peringatan Hari Anak Nasional 2025, dan menjadi potret kontras antara semangat negara melindungi anak-anak dengan kenyataan pahit di lapangan—kasus yang diduga melibatkan pelecehan terhadap balita justru mandek di kepolisian selama lebih dari setahun.
Dika mengungkapkan, insiden ini bermula tiga bulan setelah ia berangkat ke Malaysia. Saat itu, anaknya dijemput oleh orang tua angkat dari mantan suaminya untuk menginap beberapa hari. Tak lama setelah kembali ke rumah kakek dan neneknya di Pontianak, anaknya mengalami demam tinggi dan mengeluh sakit saat buang air kecil. Ia pun dibawa ke RS Kharitas Bhakti oleh keluarga.
Hasil pemeriksaan medis mengejutkan: sang anak dinyatakan sebagai korban kekerasan seksual dan positif mengidap penyakit menular seksual, gonore.
Atas dorongan Dika, sang ibu (nenek korban) segera melapor ke Polresta Pontianak. Laporan resmi diterbitkan dengan nomor STPL/B/346/IX/2024/SPKT/Polresta Pontianak/Polda Kalbar pada 18 September 2024.
Namun hingga Juli 2025—nyaris satu tahun setelah laporan diterima—penyidikan belum menghasilkan penetapan tersangka.
Polisi Akui Alami Keraguan, Kasus Kini Diambil Alih Polda Kalbar
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pontianak, Kompol Wawan Darmawan, mengakui bahwa pihaknya telah melakukan sejumlah langkah, mulai dari pemeriksaan 11 saksi, 3 ahli (forensik, psikolog, dan spesialis kulit kelamin), hingga uji kebohongan (lie detector) terhadap dua terduga pelaku berinisial CA dan AG.
Namun, kata Wawan, korban sempat mengubah keterangannya dari menyebut CA sebagai pelaku menjadi AG. Hal ini membuat penyidik kesulitan menentukan siapa tersangkanya, apalagi tak ada saksi mata yang melihat langsung kejadian.
Penyidik juga telah menggelar perkara dua kali di tingkat Polresta, satu kali ekspose bersama Kejaksaan, dan satu kali gelar perkara di Polda Kalbar. Kesimpulannya tetap sama, belum cukup bukti untuk menetapkan tersangka.
Karena itulah, pada 27 Juli 2025, kasus resmi diambil alih oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar, melalui Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta).
“Langkah ini dilakukan agar penanganan lebih optimal dan penyidikan lebih mendalam,” ujar Kompol Wawan.
Dalam surat terbukanya, Dika menyampaikan kekecewaannya terhadap lambannya proses penyidikan, bahkan menyebut bahwa keterangan anaknya yang didampingi psikolog tak masuk dalam berkas perkara.
Ia juga menyoroti ketidakpekaan penyidik terhadap trauma yang dialami anaknya. Dengan nada lirih dan emosi yang tertahan, Dika menulis: “Tolonglah saya Bapak Presiden. Berilah keadilan atas perkara anak saya pada peringatan Hari Anak Nasional kali ini. Kemanakah lagi saya meminta pertolongan untuk mendapatkan keadilan, jika Bapak Presiden mengabaikan saya… Saya mohon, tolonglah saya Bapak…”
Ia berharap Presiden Prabowo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa turun langsung dan memastikan keadilan bagi korban ditegakkan.
Viralnya surat ini menimbulkan gelombang simpati publik. Banyak warganet mempertanyakan mengapa kasus seberat ini tidak kunjung tuntas, padahal menyangkut anak kecil yang terinfeksi penyakit menular akibat dugaan kekerasan seksual.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi tambahan dari Polda Kalbar sebagai pihak yang kini menangani kasus. Publik pun berharap, pengambilalihan ini bisa menjadi titik terang untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi korban. (Red)
KALBARONLINE.com – Perjuangan seorang ibu asal Pontianak bernama Dika (27) dalam mencari keadilan untuk putrinya yang masih berusia 4 tahun kini menjadi sorotan nasional. Bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kuala Lumpur, Malaysia, Dika membuat surat terbuka kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui akun Threads @citra_ayu_bening, berisi permintaan pertolongan atas kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa anaknya, K alias A.
Surat tersebut viral bersamaan dengan peringatan Hari Anak Nasional 2025, dan menjadi potret kontras antara semangat negara melindungi anak-anak dengan kenyataan pahit di lapangan—kasus yang diduga melibatkan pelecehan terhadap balita justru mandek di kepolisian selama lebih dari setahun.
Dika mengungkapkan, insiden ini bermula tiga bulan setelah ia berangkat ke Malaysia. Saat itu, anaknya dijemput oleh orang tua angkat dari mantan suaminya untuk menginap beberapa hari. Tak lama setelah kembali ke rumah kakek dan neneknya di Pontianak, anaknya mengalami demam tinggi dan mengeluh sakit saat buang air kecil. Ia pun dibawa ke RS Kharitas Bhakti oleh keluarga.
Hasil pemeriksaan medis mengejutkan: sang anak dinyatakan sebagai korban kekerasan seksual dan positif mengidap penyakit menular seksual, gonore.
Atas dorongan Dika, sang ibu (nenek korban) segera melapor ke Polresta Pontianak. Laporan resmi diterbitkan dengan nomor STPL/B/346/IX/2024/SPKT/Polresta Pontianak/Polda Kalbar pada 18 September 2024.
Namun hingga Juli 2025—nyaris satu tahun setelah laporan diterima—penyidikan belum menghasilkan penetapan tersangka.
Polisi Akui Alami Keraguan, Kasus Kini Diambil Alih Polda Kalbar
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pontianak, Kompol Wawan Darmawan, mengakui bahwa pihaknya telah melakukan sejumlah langkah, mulai dari pemeriksaan 11 saksi, 3 ahli (forensik, psikolog, dan spesialis kulit kelamin), hingga uji kebohongan (lie detector) terhadap dua terduga pelaku berinisial CA dan AG.
Namun, kata Wawan, korban sempat mengubah keterangannya dari menyebut CA sebagai pelaku menjadi AG. Hal ini membuat penyidik kesulitan menentukan siapa tersangkanya, apalagi tak ada saksi mata yang melihat langsung kejadian.
Penyidik juga telah menggelar perkara dua kali di tingkat Polresta, satu kali ekspose bersama Kejaksaan, dan satu kali gelar perkara di Polda Kalbar. Kesimpulannya tetap sama, belum cukup bukti untuk menetapkan tersangka.
Karena itulah, pada 27 Juli 2025, kasus resmi diambil alih oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar, melalui Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta).
“Langkah ini dilakukan agar penanganan lebih optimal dan penyidikan lebih mendalam,” ujar Kompol Wawan.
Dalam surat terbukanya, Dika menyampaikan kekecewaannya terhadap lambannya proses penyidikan, bahkan menyebut bahwa keterangan anaknya yang didampingi psikolog tak masuk dalam berkas perkara.
Ia juga menyoroti ketidakpekaan penyidik terhadap trauma yang dialami anaknya. Dengan nada lirih dan emosi yang tertahan, Dika menulis: “Tolonglah saya Bapak Presiden. Berilah keadilan atas perkara anak saya pada peringatan Hari Anak Nasional kali ini. Kemanakah lagi saya meminta pertolongan untuk mendapatkan keadilan, jika Bapak Presiden mengabaikan saya… Saya mohon, tolonglah saya Bapak…”
Ia berharap Presiden Prabowo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bisa turun langsung dan memastikan keadilan bagi korban ditegakkan.
Viralnya surat ini menimbulkan gelombang simpati publik. Banyak warganet mempertanyakan mengapa kasus seberat ini tidak kunjung tuntas, padahal menyangkut anak kecil yang terinfeksi penyakit menular akibat dugaan kekerasan seksual.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi tambahan dari Polda Kalbar sebagai pihak yang kini menangani kasus. Publik pun berharap, pengambilalihan ini bisa menjadi titik terang untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi korban. (Red)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini