Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Senin, 13 November 2017 |
KalbarOnline, Pontianak – Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Advokasi Komisi Yudisial (KY) RI, Jonsi Afriantara mengimbau masyarakat tidak melakukan perbuatan yang menjurus kepada pelecehan atau penghinaan terhadap hakim dan peradilan.
Sepanjang tahun 2017, pihaknya telah menangani 14 kasus pelecehan atau penghinaan terhadap hakim dan peradilan. Pelakunya ada dari masyarakat, personal, kelompok ataupun kerabat. Satu contoh, postingan status yang bisa memprovokasi melalui media sosial.
KY, lanjut Jonsi, memiliki satu sub khusus yang bertugas mengadvokasi hakim. Sub ini mengawasi pihak-pihak di luar hakim seperti aparat penegak hukum dan masyarakat yang berada pada proses perkara peradilan.
“Salah satu konsentrasi unit advokasi adalah penghinaan terhadap hakim, penghinaan terhadap peradilan, kekerasan terhadap barang yang ada di pengadilan, bahkan proses atau tindakan yang mengganggu proses persidangan,” ungkapnya saat diwawancarai usai konsolidasi KY dengan jurnalis media cetak dan elektronik lokal Kalbar di Restoran Cita Rasa, Jalan Sutan Syahrir Pontianak, belum lama ini.
Dirinya tidak menginginkan masyarakat melakukan tindakan yang bisa merugikan diri sendiri. Sebab, sanksi melecehkan atau menghina hakim dan peradilan adalah pidana hukum.
Di sisi lain, masyarakat yang melakukan juga akan dapat sanksi sosial yang jauh lebih berat bila dibandingkan konsekuensi atau sanksi hukum yang ada.
“Jika mengkritik berdasarkan fakta yang ada, itu tidak jadi persoalan. Tapi, kalau mengkritik hanya berdasarkan opini, itu bisa menjadi penyerangan pribadi terhadap personal hakim. Itu masuk ranah pelecehan,” tukasnya.
Ia mengakui, mengkritik dan melecehkan adalah dua sisi yang sangat tipis perbedaanya ibarat hukum dan politik. Seperti dua sisi mata uang yang saling membelakangi dan tidak bisa dipisahkan karena saling berkaitan.
Tidak hanya bagi masyarakat, Jonsi juga berpesan kepada jurnalis dan media hati-hati dalam menulis atau membuat konten berita.Kesalahan pemberitaan yang terkesan menyudutkan hakim atau peradilan masuk ranah represif KY.
“Tapi, selama melakukan pemberitaan dengan fakta terungkap di persidangan. Itu tidak masalah. Yang bahaya itu, ketika pemberitaan hanya didasarkan pada opini, itu tidak boleh dan menjurus ke pelecahan. Ya, bisa kena pidana,” pungkasnya. (Fai)
KalbarOnline, Pontianak – Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Advokasi Komisi Yudisial (KY) RI, Jonsi Afriantara mengimbau masyarakat tidak melakukan perbuatan yang menjurus kepada pelecehan atau penghinaan terhadap hakim dan peradilan.
Sepanjang tahun 2017, pihaknya telah menangani 14 kasus pelecehan atau penghinaan terhadap hakim dan peradilan. Pelakunya ada dari masyarakat, personal, kelompok ataupun kerabat. Satu contoh, postingan status yang bisa memprovokasi melalui media sosial.
KY, lanjut Jonsi, memiliki satu sub khusus yang bertugas mengadvokasi hakim. Sub ini mengawasi pihak-pihak di luar hakim seperti aparat penegak hukum dan masyarakat yang berada pada proses perkara peradilan.
“Salah satu konsentrasi unit advokasi adalah penghinaan terhadap hakim, penghinaan terhadap peradilan, kekerasan terhadap barang yang ada di pengadilan, bahkan proses atau tindakan yang mengganggu proses persidangan,” ungkapnya saat diwawancarai usai konsolidasi KY dengan jurnalis media cetak dan elektronik lokal Kalbar di Restoran Cita Rasa, Jalan Sutan Syahrir Pontianak, belum lama ini.
Dirinya tidak menginginkan masyarakat melakukan tindakan yang bisa merugikan diri sendiri. Sebab, sanksi melecehkan atau menghina hakim dan peradilan adalah pidana hukum.
Di sisi lain, masyarakat yang melakukan juga akan dapat sanksi sosial yang jauh lebih berat bila dibandingkan konsekuensi atau sanksi hukum yang ada.
“Jika mengkritik berdasarkan fakta yang ada, itu tidak jadi persoalan. Tapi, kalau mengkritik hanya berdasarkan opini, itu bisa menjadi penyerangan pribadi terhadap personal hakim. Itu masuk ranah pelecehan,” tukasnya.
Ia mengakui, mengkritik dan melecehkan adalah dua sisi yang sangat tipis perbedaanya ibarat hukum dan politik. Seperti dua sisi mata uang yang saling membelakangi dan tidak bisa dipisahkan karena saling berkaitan.
Tidak hanya bagi masyarakat, Jonsi juga berpesan kepada jurnalis dan media hati-hati dalam menulis atau membuat konten berita.Kesalahan pemberitaan yang terkesan menyudutkan hakim atau peradilan masuk ranah represif KY.
“Tapi, selama melakukan pemberitaan dengan fakta terungkap di persidangan. Itu tidak masalah. Yang bahaya itu, ketika pemberitaan hanya didasarkan pada opini, itu tidak boleh dan menjurus ke pelecahan. Ya, bisa kena pidana,” pungkasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini