Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 09 November 2018 |
KalbarOnline,
Pontianak – Beberapa pekan terakhir publik dikejutkan dengan fenomena
sejumlah anak di beberapa daerah di Indonesia meminum air rebusan pembalut.
Menanggapi fenomena ini, Komisi Pengawasan dan Perlindungan
Anak Daerah (KPPAD) Kalbar turut angkat bicara selaku salah satu lembaga yang
berwenang mengenai persoalan anak.
Alik Rosyad selaku Komisioner KPPAD Kalbar mengatakan bahwa pihaknya
turut kaget dengan beredarnya kabar bahwa ada anak-anak yang menggunakan air
rebusan pembalut untuk ‘nge-fly’.
“Kasus ini terjadi di beberapa tempat yakni di Semarang,
Karawang dan beberapa tempat lain, tentunya kita berharap ini tidak sampai
terjadi di Pontianak,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menghadiri
pertemuan pembentukan Forum Peduli Anak Kalbar di Kantor Wahana Visi Indonesia
(WVI) Kalbar, Pontianak, Jumat (9/11/2018).
Meluasnya berita ini, menurut dia juga berdampak baik. Satu
sisi, kata dia, ini akan menjadi langkah preventif sosialisasi untuk langkah
pencegahan. Sementara di sisi lain, masyarakat khususnya orang tua menjadi tahu
bahwa ada sarana lain atau cara lain bagi anak-anak untuk ‘nge-fly’.
“Inilah gunanya bagaimana masyarakat terutama orang tua
untuk melakukan upaya-upaya preventif dan harus mengetahui apa yang dilakukan
anak agar jangan sampai kejadian seperti ini misalnya ‘fly’ menggunakan air
rebusan pembalut terjadi,” tukasnya.
Mengenai efek dari apa yang akan terjadi kepada anak yang meminum
air rebusan pembalut ini terlebih lagi didalamnya terkandung zat-zat kimia, tentu
kata dia akan berpengaruh pada kesehatan anak.
“Ini yang harus diteliti, tentu dari pihak yang berkompeten
yang bisa menjelaskan misalnya dari BPOM atau Kepolisian,” tukasnya lagi.
Mengenai kasus ini, KPPAD Kalbar sendiri kata Alik belum
pernah menemukan kasus serupa dan diharapkan dia tak akan pernah terjadi di
Kalbar.
“Harapannya, orang tua juga harus tanggap, kira-kira ada
sesuatu yang tidak pas pada tingkah laku anak mungkin bisa melakukan proteksi
termasuk masyarakat juga, jika ada tanda-tanda misalnya anak-anak berkumpul kemudian
melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak sepantasnya wajib dilakukan
upaya-upaya pencegahan,” harapnya.
Sementara dari segi usia, Alik menuturkan bahwa fenomena ini
menyasar ke usia-usia SMP. Fenomena ini juga, kata dia, mirip ketika booming fenomena
‘ngelem’, karena ngelem dan juga meminum air rebusan pembalut ini sama-sama
sarana yang sangat murah meriah.
“Tentunya hal-hal ini cenderung dilakukan oleh anak-anak yang
kondisi midle low atau menengah. Dengan
keinginan untuk ‘fly’ atau merasakan sensasi sesuatu dengan harga yang murah,”
tuturnya.
Ia juga tak menampik, hal-hal yang dilakukan anak-anak
tersebut bisa saja karena alasan coba-coba, tetapi kata dia, kalau dilakukan lebih
dari sekali itu bukan lagi coba-coba.
“Kalau dilakukan lebih dari sekali dan melibatkan
teman-temannya, itu bukan lagi coba-coba. Artinya memang ini dilakukan atas
dasar sebuah kesadaran untuk mendapatkan kenikmatan ‘fly’. Ini yang kita
khawatirkan dan menjadi perhatian kita agar jangan sampai tersebar di Kalbar
khususnya Pontianak,” imbuhnya.
Sementara dari latar belakang anak yang terlibat di kasus
ini, apakah dari latar belakang broken home, Alik kembali menegaskan bahwa
KPPAD Kalbar belum pernah sekalipun menemukan kasus serupa di Kalbar khususnya
di Pontianak tentu pihaknya juga belum mengetahui pasti latar belakang anak
tersebut.
“Tentu kita juga tidak tahu pasti, karena belum ada kasus
serupa di Kalbar khususnya di Pontianak. Tapi berdasarkan diskusi kita dengan
KPAI se-Indonesia dan pantauan kita di media kebanyakan memang dari usia SMP, kemudian
dari tingkat ekonomi menengah,” tandasnya.
Sementara Duta Anti Narkoba, Shinta Bella turut kaget
mengenai fenomena anak minum rebusan pembalut, namun kata dia, zat-zat yang
terkandung didalam pembalut itu masih dikaji oleh pegiat-pegiat anti narkoba.
“Sebenarnya ini karena kurangnya pengawasan orang tua juga. Karena
terkadang masih ditemukan juga anak-anak belum cukup umur disuruh membeli
pembalut. Nah, disini juga ada peran penjual, harusnya penjual lebih selektif
juga. Sebaiknya orang tua yang cukup umur yang membelinya,” pungkasnya. (Fai)
KalbarOnline,
Pontianak – Beberapa pekan terakhir publik dikejutkan dengan fenomena
sejumlah anak di beberapa daerah di Indonesia meminum air rebusan pembalut.
Menanggapi fenomena ini, Komisi Pengawasan dan Perlindungan
Anak Daerah (KPPAD) Kalbar turut angkat bicara selaku salah satu lembaga yang
berwenang mengenai persoalan anak.
Alik Rosyad selaku Komisioner KPPAD Kalbar mengatakan bahwa pihaknya
turut kaget dengan beredarnya kabar bahwa ada anak-anak yang menggunakan air
rebusan pembalut untuk ‘nge-fly’.
“Kasus ini terjadi di beberapa tempat yakni di Semarang,
Karawang dan beberapa tempat lain, tentunya kita berharap ini tidak sampai
terjadi di Pontianak,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menghadiri
pertemuan pembentukan Forum Peduli Anak Kalbar di Kantor Wahana Visi Indonesia
(WVI) Kalbar, Pontianak, Jumat (9/11/2018).
Meluasnya berita ini, menurut dia juga berdampak baik. Satu
sisi, kata dia, ini akan menjadi langkah preventif sosialisasi untuk langkah
pencegahan. Sementara di sisi lain, masyarakat khususnya orang tua menjadi tahu
bahwa ada sarana lain atau cara lain bagi anak-anak untuk ‘nge-fly’.
“Inilah gunanya bagaimana masyarakat terutama orang tua
untuk melakukan upaya-upaya preventif dan harus mengetahui apa yang dilakukan
anak agar jangan sampai kejadian seperti ini misalnya ‘fly’ menggunakan air
rebusan pembalut terjadi,” tukasnya.
Mengenai efek dari apa yang akan terjadi kepada anak yang meminum
air rebusan pembalut ini terlebih lagi didalamnya terkandung zat-zat kimia, tentu
kata dia akan berpengaruh pada kesehatan anak.
“Ini yang harus diteliti, tentu dari pihak yang berkompeten
yang bisa menjelaskan misalnya dari BPOM atau Kepolisian,” tukasnya lagi.
Mengenai kasus ini, KPPAD Kalbar sendiri kata Alik belum
pernah menemukan kasus serupa dan diharapkan dia tak akan pernah terjadi di
Kalbar.
“Harapannya, orang tua juga harus tanggap, kira-kira ada
sesuatu yang tidak pas pada tingkah laku anak mungkin bisa melakukan proteksi
termasuk masyarakat juga, jika ada tanda-tanda misalnya anak-anak berkumpul kemudian
melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak sepantasnya wajib dilakukan
upaya-upaya pencegahan,” harapnya.
Sementara dari segi usia, Alik menuturkan bahwa fenomena ini
menyasar ke usia-usia SMP. Fenomena ini juga, kata dia, mirip ketika booming fenomena
‘ngelem’, karena ngelem dan juga meminum air rebusan pembalut ini sama-sama
sarana yang sangat murah meriah.
“Tentunya hal-hal ini cenderung dilakukan oleh anak-anak yang
kondisi midle low atau menengah. Dengan
keinginan untuk ‘fly’ atau merasakan sensasi sesuatu dengan harga yang murah,”
tuturnya.
Ia juga tak menampik, hal-hal yang dilakukan anak-anak
tersebut bisa saja karena alasan coba-coba, tetapi kata dia, kalau dilakukan lebih
dari sekali itu bukan lagi coba-coba.
“Kalau dilakukan lebih dari sekali dan melibatkan
teman-temannya, itu bukan lagi coba-coba. Artinya memang ini dilakukan atas
dasar sebuah kesadaran untuk mendapatkan kenikmatan ‘fly’. Ini yang kita
khawatirkan dan menjadi perhatian kita agar jangan sampai tersebar di Kalbar
khususnya Pontianak,” imbuhnya.
Sementara dari latar belakang anak yang terlibat di kasus
ini, apakah dari latar belakang broken home, Alik kembali menegaskan bahwa
KPPAD Kalbar belum pernah sekalipun menemukan kasus serupa di Kalbar khususnya
di Pontianak tentu pihaknya juga belum mengetahui pasti latar belakang anak
tersebut.
“Tentu kita juga tidak tahu pasti, karena belum ada kasus
serupa di Kalbar khususnya di Pontianak. Tapi berdasarkan diskusi kita dengan
KPAI se-Indonesia dan pantauan kita di media kebanyakan memang dari usia SMP, kemudian
dari tingkat ekonomi menengah,” tandasnya.
Sementara Duta Anti Narkoba, Shinta Bella turut kaget
mengenai fenomena anak minum rebusan pembalut, namun kata dia, zat-zat yang
terkandung didalam pembalut itu masih dikaji oleh pegiat-pegiat anti narkoba.
“Sebenarnya ini karena kurangnya pengawasan orang tua juga. Karena
terkadang masih ditemukan juga anak-anak belum cukup umur disuruh membeli
pembalut. Nah, disini juga ada peran penjual, harusnya penjual lebih selektif
juga. Sebaiknya orang tua yang cukup umur yang membelinya,” pungkasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini