Beri Pembekalan ke Peserta KKDN FTP Universitas Pertahanan
KalbarOnline, Pontianak – Kondisi Kalimantan Barat dalam segala aspek saat ini berada dalam posisi yang sangat tak menguntungkan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) se-nasional berada di urutan ke 29 dari 34 provinsi, daya saing berada di urutan ke 28, tingkat kebahagiaan di urutan 28, infrastruktur berada di urutan 33.
Hal ini yang diutarakan Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji saat memberikan pembekalan kepada para peserta Kuliah Kerja Dalam Negeri (KKDN) Fakultas Teknologi Pertahanan Universitas Pertahanan (FTP Unhan) Bogor di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Senin (25/2/2019).
“Saya ingin memberikan dulu gambaran mengenai Kalbar saat ini. Kalbar memiliki perbatasan sepanjang 968 kilometer dengan Malaysia. Rata-rata lama sekolah di Kalbar baru mencapai 7,3 tahun,” ujar Sutarmidji mengawali sambutannya pada pertemuan itu.
Mengenai pendidikan, Midji membeberkan bahwa Indonesia ingin mencontoh negara Finlandia. Tapi apa yang dilakukan oleh Finlandia dengan sistem pendidikannya, sebut Midji, tidak diikuti utuh oleh Indonesia.
“Yang boleh menjadi guru di Finlandia adalah lulusan universitas dari rangking 1 sampai 5. Tapi apakah kita pernah mendorong lulusan cumlaude untuk meneruskan pendidikannya ke tingkat berikutnya dengan dibiayai negara? Tidak ada yang seperti itu. Kalau pun ada, hanya 1-2 orang saja,” bebernya.
Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini mencontohkan bahwa industri pesawat yang dahulu menjadi andalan Indonesia menjadi mandeg lantaran tak ada konsistensi. Padahal, kata dia, saat peluncuran pesawat CN-235, peringkat Indonesia meningkat bahkan melebihi Korea.
“Padahal di masa itu, mesin ketik saja bukan buatan Indonesia. Apalagi komputer. Tapi kita sudah mampu membuat pesawat. Harusnya itu menjadi lompatan-lompatan. Tapi karena ganti pemerintahan maka ganti pula kebijakan,” tukasnya.
Dalam dunia pertahanan, lanjutnya, tidak bisa dilakukan seperti itu. Dunia pertahanan, tegas Midji, harus bebas dari berbagai intervensi. Harus diatur dengan Undang-undang tersendiri. Membangun industri pertahanan tanpa konsistensi akan sangat mahal.
“Membuat riset untuk peluru saja sudah mahal. Bukan sembarangan buat. Daya ledaknya juga harus diperhitungkan. Semakin kecil, semakin kuat ledakannya. Kita (Indonesia) sudah riset tapi kadang tak mau menindaklanjuti hasilnya,” imbuhnya.
Menyoal teknologi deteksi, Midji mengaitkannya dengan perbatasan Kalbar yang memiliki panjang 968 kilometer. Ia menegaskan bahwa sehebat apa pun teknologi yang dimiliki, tak akan berjalan baik tanpa ada koordinasi semua pihak.
“Kelemahan kita adalah koordinasi. Revolusi industri 4.0 bicara mengenai kecepatan. Bila kita tak bisa mengikutinya, maka kita akan tergilas dan tertinggal. Kita akan kalah. Tidak mampu menjadi yang terdepan,” tukasnya.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini menyodorkan sebuah alternatif solusi dalam permasalahan ini yaitu bhakti TNI. Terobos saja perbatasan jika memang kebutuhan. Midji juga menyoroti wilayah Kapuas Hulu yang menjadi paru-paru dunia berkat 51 persen wilayahnya merupakan wilayah konservasi.
“Tapi masyarakat di sana tidak diperhatikan. Buat apa kita bicara paru-paru dunia kalau masyarakatnya sengsara? Belum lagi sektor yang lainnya. Semua yang terbaik ada di Indonesia. Tapi sistem yang ada membuat semuanya tak diakui sebagai yang terbaik,” tukas Midji.
Pertahanan, lanjut Midji, akan terbangun dengan solid jika dibangun dengan berlandaskan keberagaman budaya yang ada di Indonesia. “Orang Batak tak bisa dipaksa menjadi orang Jawa. Maka perbedaan budaya harus menjadi landasan menyatukan pertahanan. Tak perlu dipaksakan harus satu,” tandasnya. (Fai)
Comment