KalbarOnline, Ketapang – Warga Kecamatan Matan Hilir Utara (MHU) mengeluhkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Ketapang.
Keluhan ini lantaran pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang dinilai tak teliti sehingga program tersebut seperti tak tepat sasaran. Pasalnya, diketahui bahwa ada pengusaha yang mendapatkan program PTSL terhadap tanah warga MHU tersebut.
Hal ini disampaikan Abdul (40). Dirinya menegaskan bahwa program PTSL yang disubsidi pemerintah bertujuan untuk membantu meringankan masyarakat yang ingin mendapatkan legalitas kepemilikan tanah dengan bentuk sertifikat.
“Jadi di lapangan informasinya memang masih ada masyarakat di wilayah MHU yang belum mendapatkan sertifikat PTSL padahal mereka sudah mendaftarkan diri dan membayar segala prosesnya,” ujarnya, Selasa (26/2/2019).
Abdul mengaku tak mengetahui secara pasti apa kendala yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Selain itu hal lain yang disayangkannya adanya pihak-pihak yang tak seharusnya mengikuti program PTSL namun dapat mengikuti program ini seperti misalkan pengusaha yang juga terdaftar dalam program PTSL ini, padahal program ini seharusnya diprioritaskan untuk masyarakat kecil sehingga membantu masyarakat kecil dalam hal melegalitaskan tanah mereka.
“Makanya ada kesan program ini ada yang tidak tepat sasaran. Kita bayangkan saja misal satu pengusaha ada berapa ratus hektar atau ribu hektar jika mereka bisa terdaftar dalam program PTSL ada berapa banyak kuota yang harusnya untuk masyarakat diambil oleh mereka. Makanya kita berharap program dapat benar-benar diteliti sebelum diproses di BPN,” pintanya.
Sementara Kepala BPN Ketapang, Imawan menerangkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan dan membagi sertifikat PTSL di wilayah Matan Hilir Utara (MHU) pada tahun 2017 lalu. Dimana, lanjut dia, ada sebanyak kurang lebih 14.000 ribuan sertifikat PTSL yang dibagikan tersebar di Matan Hilir Utara dan Matan Hilir Selatan.
“Untuk MHU tahun 2017 sudah selesai. Hanya saja mungkin ada masyarakat yang belum terakomodir sebab itu ada kuotanya dan di tahun 2017 kita sudah bagi di beberapa wilayah di MHU dan MHS sesuai dengan kuota yang ada,” terangnya.
Terkait apakah masyarakat yang mengaku belum mendapatkan sertifikat tersebut pernah mendaftar atau didata oleh pihak desa, Imawan mengaku tak mengetahui hal itu lantaran proses PTSL awalnya dikoordinir oleh pihak desa sementara pihaknya hanya menerima data yang disampaikan oleh desa untuk dilakukan proses lebih lanjut.
“Kami ini menerima usulan dari desa, yang jelas sebelumnya kami sudah lakukan sosialisasi dengan mengundang warga dan menyampaikan kegiatan apa yang akan kita lakukan dan syaratnya apa-apa saja. Yang jelas untuk di MHU tahun 2017 sudah selesai semua sesuai kuota yang ada,” tegasnya.
Terkait adanya pihak-pihak yang dinilai tak seharusnya mendapatkan program PTSL, kembali ditegaskan Imawan bahwa pihaknya hanya menerima usulan dari desa. Mengenai siapa-siapa saja yang didaftarkan, pihaknya telah menerima daftarnya dari desa sehingga jika memang ada pihak atau pengusaha yang mendapatkan program PTSL itu dirinya tidak mengetahui hal tersebut.
“Jadi kita sifatnya tidak membeda-bedakan mau itu tanah masyarakat, tanah wakaf atau aset daerah kita proses selama ada usulannya, jadi kalau ada tanah pengusaha yang turut didaftarkan kita tidak tahu yang jelas kalau infonya sampai ribuan hektar itu tidak mungkin karena program ini juga ada ambang batas berapa luas lahannya,” tukasnya.
Ditambahkannya pula, untuk tahun 2018 sendiri ada sebanyak 16.500 sertifikat yang sudah tercetak semua namun memang ada sebagian yang belum dibagikan lantaran terkendala akses jalan menuju lokasi untuk penyerahan namun diakuinya pihaknya akan sesegera mungkin menyerahkan sertifikat tersebut kepada masyarakat yang berhak memilikinya.
“Sedangkan untuk 2019 program PTSL ada sekitar 7.500 tersebar baik di wilayah Delta Pawan, Kendawangan, Manis Mata serta Tumbang Titi,” ucapnya. Mengenai biaya program PTSL ini, diakuinya untuk urusan di BPN mulai dari pengukuran dan lainnya tanpa ada pumungutan biaya sama sekali atau gratis hanya saja memang ada surat keputusan bersama dari menteri mengenai biaya yang maksimal hanya Rp 250 ribu itupun bukan biaya di BPN melainkan biaya ditingkat desa. (Adi LC)
Comment