Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Sabtu, 16 Maret 2019 |
KalbarOnline,
Nasional – Anggota DPR-RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono
mengkritik keras kebijakan Pemerintahan Jokowi di sektor kehutanan.
Bambang menegaskan pemerintah wajib merawat dan memperbaiki
hutan yang kondisinya rusak. Hal ini kata dia sejalan dengan Undang-undang
kehutanan nomor 41 tahun 1999.

“Pemerintah wajib merawat dan memperbaiki hutan yang
kondisinya rusak, tetapi yang terjadi di pemerintahan sekarang malah menjadikan
masyarakat untuk melakukan tugas pemerintah dalam hal merawat dan memperbaiki
hutan dengan program kehutanan sosial untuk 7 juta orang boleh masuk hutan dan
menempati 14 juta hektar untuk masa konsesi 30 tahun,” ujarnya, baru-baru ini.
Hal ini ditegaskan Bambang merupakan penipuan anggaran
kehutanan yang ditujukan pada rakyat yang seharusnya menjadi kewajiban
pemerintah.
“Dimana anggaran dari kehutanan telah dinaikkan dari Rp3,5
triliun pada 2012 menjadi Rp7,8 triliun di 2019. Pemerintah seakan-akan mau
menjadikan masyarakat sebagai tumbal untuk menjaga hutan. Padahal itu adalah
kewajiban negara, sekarang ini ada 7 juta orang, untuk 14 juta hektar di masa
30 tahun, diberikan melalui kehutanan sosial,” tegasnya.
Bambang yang juga merupakan anggota Banggar DPR-RI ini
mengatakan bahwa 7 juta orang tersebut selain merawat juga diminta untuk
bercocok tanam di dalam hutan.
“Lah, kalau bercocok tanam di situ, maka tidak akan jadi
hutan lagi, maka jadi persawahan. Semua itu adalah satu kesalahan kebijakan,”
tegasnya lagi.
Hutan, lanjut dia, sebagai sumber air dan ekosistem
kehidupan flora dan fauna, harusnya dilindungi dan disterilkan dari manusia.
Bambang juga menyentil Presiden Jokowi yang merupakan alumni
kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) dinilai tak memiliki jiwa memproteksi
hutan.
“Buat apa sekolah kehutanan, tapi tidak paham dan peduli
terhadap masalah kehutanan bagaimana hutan harus diprotek, dirawat dan
diperbaiki yang rusak. Sangat kebangetan
sikap Presiden,” cecarnya.
Bambang turut memaparkan data yang diperolehnya bahwa di negara
Swedia, 80 persen wilayahnya merupakan hutan.
“Walaupun Presidennya bukan lulusan kehutanan tetapi bisa cerdas
dan protek terhadap penanganan hutannya, dari pada Presiden Jokowi yang katanya
asli belajar di kehutanan. Memang Presiden harus cerdas dan komit terhadap
keahliannya bukan hanya pencitraan yang tidak bermanfaat,” tukasnya.
Sementara itu, akibat kerusakan hutan ekosistem satwa di kawasan
hutan akibat rambahan hutan dari kebijakan kehutanan sosial menjadi tidak bisa melangsungkan
hidup lantaran dibantai secara membabibuta karena dianggap hama.
“Seperti kematian orang hutan akibat tembakan 76 peluru
senapan angin yang mengenai matanya dan badannya di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan
Sultan Daulat Subulussalam, Aceh pada Maret 2019 yang masih mempunyai anak
dalam kondisi kritis akibat syok
melihat ibunya akhirnya mati. Kejadian ini berkali-kali di tahun 2018 di wilayah
Kalimantan Tengah dan menurut data peneliti dikatakan 100 ribu orang utan di
Indonesia telah mati secara mengenaskan,” jelasnya.
“Karena itu, Presiden Jokowi harus bertanggung jawab atas
kerusakan hutan dan seisinya dengan membiarkan hutan rusak akibat tidak
dirawat, dihancurkan untuk kelapa sawit serta penambangan batu bara juga salah
di dalam pengangkatan Menteri yang mempunyai disiplin ilmu pertanian bertolak
belakang dengan kehutanan,” tandasnya. (Ril/Fai)
KalbarOnline,
Nasional – Anggota DPR-RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono
mengkritik keras kebijakan Pemerintahan Jokowi di sektor kehutanan.
Bambang menegaskan pemerintah wajib merawat dan memperbaiki
hutan yang kondisinya rusak. Hal ini kata dia sejalan dengan Undang-undang
kehutanan nomor 41 tahun 1999.

“Pemerintah wajib merawat dan memperbaiki hutan yang
kondisinya rusak, tetapi yang terjadi di pemerintahan sekarang malah menjadikan
masyarakat untuk melakukan tugas pemerintah dalam hal merawat dan memperbaiki
hutan dengan program kehutanan sosial untuk 7 juta orang boleh masuk hutan dan
menempati 14 juta hektar untuk masa konsesi 30 tahun,” ujarnya, baru-baru ini.
Hal ini ditegaskan Bambang merupakan penipuan anggaran
kehutanan yang ditujukan pada rakyat yang seharusnya menjadi kewajiban
pemerintah.
“Dimana anggaran dari kehutanan telah dinaikkan dari Rp3,5
triliun pada 2012 menjadi Rp7,8 triliun di 2019. Pemerintah seakan-akan mau
menjadikan masyarakat sebagai tumbal untuk menjaga hutan. Padahal itu adalah
kewajiban negara, sekarang ini ada 7 juta orang, untuk 14 juta hektar di masa
30 tahun, diberikan melalui kehutanan sosial,” tegasnya.
Bambang yang juga merupakan anggota Banggar DPR-RI ini
mengatakan bahwa 7 juta orang tersebut selain merawat juga diminta untuk
bercocok tanam di dalam hutan.
“Lah, kalau bercocok tanam di situ, maka tidak akan jadi
hutan lagi, maka jadi persawahan. Semua itu adalah satu kesalahan kebijakan,”
tegasnya lagi.
Hutan, lanjut dia, sebagai sumber air dan ekosistem
kehidupan flora dan fauna, harusnya dilindungi dan disterilkan dari manusia.
Bambang juga menyentil Presiden Jokowi yang merupakan alumni
kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) dinilai tak memiliki jiwa memproteksi
hutan.
“Buat apa sekolah kehutanan, tapi tidak paham dan peduli
terhadap masalah kehutanan bagaimana hutan harus diprotek, dirawat dan
diperbaiki yang rusak. Sangat kebangetan
sikap Presiden,” cecarnya.
Bambang turut memaparkan data yang diperolehnya bahwa di negara
Swedia, 80 persen wilayahnya merupakan hutan.
“Walaupun Presidennya bukan lulusan kehutanan tetapi bisa cerdas
dan protek terhadap penanganan hutannya, dari pada Presiden Jokowi yang katanya
asli belajar di kehutanan. Memang Presiden harus cerdas dan komit terhadap
keahliannya bukan hanya pencitraan yang tidak bermanfaat,” tukasnya.
Sementara itu, akibat kerusakan hutan ekosistem satwa di kawasan
hutan akibat rambahan hutan dari kebijakan kehutanan sosial menjadi tidak bisa melangsungkan
hidup lantaran dibantai secara membabibuta karena dianggap hama.
“Seperti kematian orang hutan akibat tembakan 76 peluru
senapan angin yang mengenai matanya dan badannya di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan
Sultan Daulat Subulussalam, Aceh pada Maret 2019 yang masih mempunyai anak
dalam kondisi kritis akibat syok
melihat ibunya akhirnya mati. Kejadian ini berkali-kali di tahun 2018 di wilayah
Kalimantan Tengah dan menurut data peneliti dikatakan 100 ribu orang utan di
Indonesia telah mati secara mengenaskan,” jelasnya.
“Karena itu, Presiden Jokowi harus bertanggung jawab atas
kerusakan hutan dan seisinya dengan membiarkan hutan rusak akibat tidak
dirawat, dihancurkan untuk kelapa sawit serta penambangan batu bara juga salah
di dalam pengangkatan Menteri yang mempunyai disiplin ilmu pertanian bertolak
belakang dengan kehutanan,” tandasnya. (Ril/Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini