Pandangan Pengamat Tata Kota soal Lockdown, Ini yang Terjadi

KalbarOnline.com, JAKARTA– Kasus positif Covid-19 di Indonesia per hari Kamis (19/3) kemarin berjumlah 308 orang. Hal ini pun membuat keresahan masyarakat makin menjadi, tidak sedikit juga yang mengusulkan Indonesia untuk di lockdown.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Pengertian dari Lockdown itu sendiri adalah penghentian akses masuk dan keluar masyarakat di suatu kawasan atau lebih mudahnya karantina. Kegiatan tersebut disebutkan dapat meminimalisir penyebaran virus, sebab adanya pembatasan kontak.

Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menjelaskan bahwa hal itu tidak bisa serta merta dilakukan. Menurutnya, jika ada kebijakan tersebut, masyarakat akan semakin panik.

“Kecemasan bertambah ketika tidak ditemukan obatnya, panik itu menyebar kemana-mana, sikapi peristiwa ini dengan lebih cerdas karena ada (penyakit) yang lebih parah dari ini,” tutur dia kepada JawaPos.com (grup fajar.co.id) beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Gaet Minat Sosialita dan Milenial, Dana Wakaf Harus Dikelola Modern

Dikhawatirkan juga, setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai lockdown, panic buying akan kembali terjadi. Bahkan, bisa lebih masif lagi.

“Ya orang pasti yang dapet barang ini yang punya duit kan, barang diserbu, nah yang tidak punya apa-apa ini takutnya ada kejadian yang nggak diinginkan, kalau dia nggak kebagian mau dapat dari mana, uang nggak ada, mau dapat barang dari mana, peristiwa itulah, kepanikan itu akan muncul,” terang Yayat.

Baca Juga :  Dukung Gelaran Gempita Kriya dan Ubud Eatery Festival, Kontribusi Bank BJB Dongkrak Budaya Nusantara

Berdasarkan pengamatannya, saat ini pemerintah harus mendukung tenaga medis yang berjuang mengatasi Covid-19. Sebab, bukan tidak mungkin mereka mengalami kelelahan dan stres berat.

“Kita mau tidak mau harus mendukung tenaga perawat, dokter, itu mereka pasti kelelahan. Itu (virus) berat kan, jangan sampai dokter atau perawat yang kewalahan ini mengendorkan semangat kawan-kawan yang lain,” jelas dia. (jpc/fajar)

Comment