Pontianak    

Jawab Pandangan Umum Fraksi Soal APBD 2018, Midji Blak-blakan ke Dewan

Oleh : Jauhari Fatria
Minggu, 16 Juni 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji secara gamblang dan blak-blakan menjawab mengenai pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kalbar terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kalbar tahun anggaran 2018 dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suma Jenny Haryanti didampingi Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriansyah serta dihadiri Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan yang dilangsungkan di ruang Balairung Sari, Kantor DPRD Kalbar, Kamis (13/6/2019) kemarin.

Mengawali laporan pertanggungjawabannya, Sutarmidji

menyampaikan mengenai banyaknya kegiatan yang sudah dituangkan dalam APBD 2018

tidak dapat dilaksanakan lantaran ketika penyusunan anggaran 2018 mengalami

defisit sebesar Rp691,86 miliar.

Defisit mencapai

Rp691,86 miliar

Midji turut menjelaskan defisit anggaran tersebut terdiri

dari beberapa poin di antaranya SilPA tahun anggaran 2017 tidak tercapai

sebesar Rp77,69 miliar, kurang salur bagi hasil pajak kepada pemerintah daerah

tingkat II tahun 2017 sebesar Rp268,11 miliar, belum dianggarkannya alokasi

belanja langsung DBH-DR (dana bagi hasil dana reboisasi) tahun anggaran 2017

sebesar Rp15,79 miliar.

Selain itu, alokasi belanja langsung DBH-DR (dana bagi hasil

dana reboisasi) tahun anggaran 2017 sebesar Rp11,14 miliar juga belum

dianggarkan, kekurangan alokasi belanja bagi hasil pajak kepada pemerintah

daerah tingkat II akibat penambahan target pendapatan pajak tahun anggaran 2018

sebesar Rp90 miliar.

Kemudian pengurangan target pendapatan DBH CHT tahun

anggaran 2018 sebesar Rp5,18 miliar, kekurangan penganggaran alokasi belanja

pegawai (BTL) tahun anggaran 2018 sebesar Rp213,93 miliar dan kekurangan

alokasi belanja langsung dana BOS tahun anggaran 2018 sebesar Rp10 miliar.

Mengatasi hal tersebut Pj Gubernur Kalbar, Dodi Riyadmadji,

kata Midji, mengeluarkan surat Nomor 903/2115/TAPD perihal pengurangan pagu

anggaran belanja langsung SKPD tahun anggaran 2018.

“TAPD mengambil langkah mengatasi defisit untuk ditampung

dalam APBDP 2018 di antaranya menambah target PAD sebesar Rp208 miliar,

menambah target pendapatan hibah sebesar Rp116,63 juta, mengurangi alokasi belanja

hibah kepada badan, lembaga dan organisasi sebesar Rp5 miliar dan mengurangi

alokasi belanja bagi hasil pajak rokok tahun anggaran 2018 kepada pemerintah

daerah tingkat II sebesar Rp3,70 miliar serta mengurangi alokasi belanja tidak

terduga sebesar Rp2 miliar,” tukasnya.

Namun dari berbagai langkah tersebut, kata Midji, masih

belum dapat menyelesaikan persoalan defisit anggaran. Bahkan, kata Midji, masih

terdapat defisit anggaran sebesar Rp472,16 miliar. Kemudian, lanjut Midji, dari

surat Pj Gubernur tersebut, SKPD diminta untuk mengurangi belanja langsung

sebesar 30 persen. Namun dari penghematan 30 persen anggaran hanya mampu menghemat

anggaran sebesar Rp148,58 miliar sehingga masih terdapat defisit anggaran

sebesar Rp323,58 miliar.

“Kondisi ini terjadi sebelum saya dan Pak Ria Norsan dilantik

sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur,” ucapnya.

Pasca dilantik segera

ambil langkah atasi defisit anggaran

Setelah dilantik pada tanggal 5 September 2018, dirinya mengaku

segera mengumpulkan seluruh SKPD dan mengambil sejumlah langkah-langkah guna

mengatasi persoalan defisit anggaran tersebut.

“Rata-rata SKPD tidak bisa lagi melakukan pemotongan anggaran. Selaku Gubernur, saya harus ambil langkah untuk menyelamatkan keuangan provinsi dan pemerintah daerah tingkat II,” akunya.

Batalkan kegiatan sebesar Rp123 miliar

Langkah yang diambil Midji yakni membatalkan kegiatan

sebesar Rp123 miliar yang belum diproses tender di bulan Oktober. Di dalam

kegiatan tersebut terdapat item pembangunan jalan baru dengan nilai proyek

sebesar Rp17 miliar.

“Setelah didiskusikan kegiatan tersebut tidak bisa

dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa waktu tidak memungkinkan untuk

dilaksanakan. Selain itu, tidak ada uang untuk membayarnya,” ujarnya.

Namun dari pembatalan kegiatan sebesar Rp123 miliar

tersebut, lanjut Midji, masih terdapat defisit anggaran sebesar Rp200 miliar. Sehingga

dirinya mengambil langkah lainnya yakni menggencarkan target pajak dan

penghematan perjalanan dinas.

“Alhamdulillah tahun 2018, APBD menjadi surplus dan semua

bagi hasil pajak kepada daerah tingkat II bisa dibayarkan bahkan hingga bulan

November. Jika tidak dilakukan langkah-langkah tersebut maka seluruh daerah

tingkat II akan bermasalah dari sisi keuangan karena diperkirakan hampir Rp500

miliar dana daerah tingkat II tidak akan bisa dibayarkan kalau semua kegiatan itu

dilaksanakan. Sehingga saya harus mengambil langkah tersebut agar menyelamatkan

keuangan daerah tingkat II,” tukasnya.

Peroleh predikat WDP : Midji beberkan sejumlah temuan dan penyebabnya

Dalam kesempatan itu, Midji turut menjawab mengenai

perolehan predikat opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2018, di mana pada tahun-tahun

sebelumnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat kerap kali mendapat predikat

opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

Dalam jawabannya, Midji membeberkan bahwa hasil audit LKPD

tahun anggaran 2018 awalnya terdapat 26 temuan dan telah ditindaklanjuti oleh

OPD sebanyak 12 temuan sehingga pada LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) audit LKPD

tahun anggaran 2018 tersisa sebanyak 14 temuan yang terdiri dari 13 temuan

administrasi dan 1 temuan kerugian daerah terkait renovasi kawasan Stadion

Sultan Syarif Abdurrahman dalam rangka persiapan penyelenggaraan Pesparawi

ke-XII.

Menurutnya, sisa temuan tersebut pada dasarnya tidak terlalu

material sebagai penyebab turunnya opini WTP menjadi WDP pada tahun anggaran

2018.

Dirinya menjelaskan, penurunan opini hasil audit LKPD 2018 dari WTP menjadi WDP lantaran BPK menilai Pemprov Kalbar tidak patuh dalam pelaksanaan anggaran perubahan APBD tahun anggaran 2018.

Midji pertegas : BPK Subjektif

Pasalnya, kata dia, perubahan anggaran yang dilakukan

Pemprov Kalbar untuk menyelesaikan persoalan defisit anggaran, tidak melalui

pembahasan rancangan peraturan daerah, tentang Perubahan APBD tahun 2018

bersama DPRD Kalbar.

“Kenapa saya katakan BPK subjektif? Kalau alasan tidak ada

perubahan anggaran, kenapa Sumut, Aceh, Maluku Utara yang tidak ada anggaran perubahan,

bisa WTP,” ucapnya.

Selain itu, Midji turut membeberkan bahwa empat hari sebelum

tanggal 27 Mei atau hari di mana pengumuman hasil audit LKPD 2018, tim BPK menemui

dirinya dan menyampaikan bahwa LKPD 2018 tidak bisa WTP lantaran tidak ada

perubahan APBD.

“Itu saja alasannya. Bukan karena hasil auditnya. Selain

itu, kenapa saya katakan subjektif? Karena ketika mengaudit hingga exit briefing, tidak ada sama sekali

berbicara tentang permasalahan ada dan tidak adanya perubahan anggaran. Saya menunggu

dua bulan tidak ada keluar daerah, hanya untuk menindaklanjuti setiap temuan,” jelasnya

tegas.

Midji : Akhiri sistem

dan pengelolaan APBD gali lubang tutup lubang

Midji juga menegaskan bahwa tidak menyalahkan pemerintahan

terdahulu, sebab dirinya tidak bicara personal melainkan bicara mengenai sistem

dan model pengelolaan APBD yang gali lubang tutup lubang.

“Perlu saya sampaikan, tidak ada pernyataan yang menyalahkan

pemerintahan terdahulu karena saya tidak bicara personal tapi saya bicara

sistem dan model pengelolaan APBD yang gali lubang tutup lubang. Ini bahaya dan

menyebabkan APBD dari tahun 2016 terus defisit dan APBD tahun 2018 harus

diakhiri. Kalau dibiarkan, maka 2019 kita harus membayar hutang hampir Rp700

miliar. Kalau demikian, maka saya dan Pak Ria Norsan tidak bisa

mengimplementasikan visi misi,” tegasnya.

“Kemudian kalau dikatakan pokok pikiran 2018 banyak yang

hilang, belanja modal terealisasi 89 persen. Kalau Rp123 miliar ini penting,

kenapa tidak ditender sebelum saya dan Pak Ria Norsan masuk. Logikanya, ada

satu item sebesar Rp17 miliar dan Oktober belum ditender, apa mungkin bisa selesai

pada Desember? Silahkan cek kembali agar clear,”

timpalnya.

Jawab soal pejabat

tinggi pratama

Di kesempatan itu pula, Midji turut menjawab mengenai sejumlah

pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemrov Kalbar yang sebagian mengundurkan

diri dan sebagian memang dimintanya mundur.

“Ada beberapa pejabat administarator dan eselon memang

mengundurkan diri karena atas permintaan sendiri dengan alasan kesehatan,

keluarga dan ingin pindah ke jabatan fungsional, supaya bisa pensiun lebih

lama,” jelasnya.

Untuk pejabat setara eselon II, yaitu Direktur Rumah Sakit

Jiwa (RSJ) Singkawang, memang diminta mundur. Sebab yang bersangkutan, tegas

Midji, tidak memiliki kompetensi sesuai bidang.

“Karena yang bersangkutan sarjana ekonomi. Kalau yang

bersangkutan itu tetap dipertahankan, maka RSJ Singkawang tidak bisa

diakreditasi. Konsekuensi jika RSJ Singkawang tidak terakreditasi, maka BPJS

Kesehatan tidak akan membayar klaim pasien. Artinya, seluruh pasien harus bayar

secara pribadi. Alhamdulilah, sekarang sudah terakreditasi tingkat madia bintang

tiga,” tukasnya.

Kemudian, Wakil Direktur RSUD Soedarso Bidang Administrasi

Umum dan Keuangan yang menjabat tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan

dan pengalaman jabatan sehingga tidak sesuai kualifikasi dan kompetensi

jabatan. Selain itu, kata dia, yang bersangkutan ketika menduduki jabatan

pimpinan tinggi pratama tidak dilakukan mekanisme seleksi terbuka.

Selanjutnya, ada juga pejabat yang menjabat lebih dari lima

tahun dan tidak pernah dilakukan evaluasi, juga diminta mungundurkan diri. Hal ini

kata dia, sudah sesuai Undang-undang.

“Ada juga beberapa pejabat juga diminta mundur karena alasan

kesehatan atau sakit, karena tidak pernah mengikuti rapat kerja dan sebagainya.

Ada juga dua pejabat diminta mundur, untuk memberikan keleluasaan bagi keduanya

untuk menghadapi proses temuan keuangan di Polda maupun di KPK. Ada juga

pejabat yang meminta pindah ke jabatan fungsional,” tuturnya.

“Selain itu, ada juga pejabat yang terang-terangan ketika

Pilkada menyatakan tidak bersedia menjadi pejabat jika saya dan Pak Ria Norsan

yang terpilih,” timpalnya.

Soal pokok pikiran,

Midji minta Dewan tanyakan langsung ke SKPD

Berkaitan dengan pokok-pokok pikiran DPRD yang hilang di

tahun 2018, Sutarmidji mempersilahkan agar hal itu ditanyakan langsung ke SKPD

masing-masing. Pasalnya, dirinya bersama Ria Norsan baru menjabat pada 5

September 2018.

“Demikian juga pada tahun 2019, jika ada yang hilang atau dihilangkan silahkan cek ke SKPD masing-masing di mana pokok pikiran itu ditempatkan dan jika ada Kepala SKPD yang menyatakan terdapat pokok pikiran yang dihilangkan atas perintah Gubernur, saya minta tunjuk SKPD mana dan saya akan minta ditelusuri. Bapak ibu boleh catat apa yang saya sampaikan,” tandasnya. (Fat)

Artikel Selanjutnya
Hadapi Era Digitalisasi, Edi Kamtono : Guru Harus Paham IT
Minggu, 16 Juni 2019
Artikel Sebelumnya
Terpilih Sebagai Anggota DPRD Kalbar Periode 2019-2024, Suib : Siap Jalankan Amanah Rakyat
Minggu, 16 Juni 2019

Berita terkait