Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Minggu, 16 Juni 2019 |
KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji secara gamblang dan blak-blakan menjawab mengenai pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kalbar terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kalbar tahun anggaran 2018 dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suma Jenny Haryanti didampingi Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriansyah serta dihadiri Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan yang dilangsungkan di ruang Balairung Sari, Kantor DPRD Kalbar, Kamis (13/6/2019) kemarin.
Mengawali laporan pertanggungjawabannya, Sutarmidji
menyampaikan mengenai banyaknya kegiatan yang sudah dituangkan dalam APBD 2018
tidak dapat dilaksanakan lantaran ketika penyusunan anggaran 2018 mengalami
defisit sebesar Rp691,86 miliar.
Defisit mencapai
Rp691,86 miliar
Midji turut menjelaskan defisit anggaran tersebut terdiri
dari beberapa poin di antaranya SilPA tahun anggaran 2017 tidak tercapai
sebesar Rp77,69 miliar, kurang salur bagi hasil pajak kepada pemerintah daerah
tingkat II tahun 2017 sebesar Rp268,11 miliar, belum dianggarkannya alokasi
belanja langsung DBH-DR (dana bagi hasil dana reboisasi) tahun anggaran 2017
sebesar Rp15,79 miliar.
Selain itu, alokasi belanja langsung DBH-DR (dana bagi hasil
dana reboisasi) tahun anggaran 2017 sebesar Rp11,14 miliar juga belum
dianggarkan, kekurangan alokasi belanja bagi hasil pajak kepada pemerintah
daerah tingkat II akibat penambahan target pendapatan pajak tahun anggaran 2018
sebesar Rp90 miliar.
Kemudian pengurangan target pendapatan DBH CHT tahun
anggaran 2018 sebesar Rp5,18 miliar, kekurangan penganggaran alokasi belanja
pegawai (BTL) tahun anggaran 2018 sebesar Rp213,93 miliar dan kekurangan
alokasi belanja langsung dana BOS tahun anggaran 2018 sebesar Rp10 miliar.
Mengatasi hal tersebut Pj Gubernur Kalbar, Dodi Riyadmadji,
kata Midji, mengeluarkan surat Nomor 903/2115/TAPD perihal pengurangan pagu
anggaran belanja langsung SKPD tahun anggaran 2018.
“TAPD mengambil langkah mengatasi defisit untuk ditampung
dalam APBDP 2018 di antaranya menambah target PAD sebesar Rp208 miliar,
menambah target pendapatan hibah sebesar Rp116,63 juta, mengurangi alokasi belanja
hibah kepada badan, lembaga dan organisasi sebesar Rp5 miliar dan mengurangi
alokasi belanja bagi hasil pajak rokok tahun anggaran 2018 kepada pemerintah
daerah tingkat II sebesar Rp3,70 miliar serta mengurangi alokasi belanja tidak
terduga sebesar Rp2 miliar,” tukasnya.
Namun dari berbagai langkah tersebut, kata Midji, masih
belum dapat menyelesaikan persoalan defisit anggaran. Bahkan, kata Midji, masih
terdapat defisit anggaran sebesar Rp472,16 miliar. Kemudian, lanjut Midji, dari
surat Pj Gubernur tersebut, SKPD diminta untuk mengurangi belanja langsung
sebesar 30 persen. Namun dari penghematan 30 persen anggaran hanya mampu menghemat
anggaran sebesar Rp148,58 miliar sehingga masih terdapat defisit anggaran
sebesar Rp323,58 miliar.
“Kondisi ini terjadi sebelum saya dan Pak Ria Norsan dilantik
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur,” ucapnya.
Pasca dilantik segera
ambil langkah atasi defisit anggaran
Setelah dilantik pada tanggal 5 September 2018, dirinya mengaku
segera mengumpulkan seluruh SKPD dan mengambil sejumlah langkah-langkah guna
mengatasi persoalan defisit anggaran tersebut.
“Rata-rata SKPD tidak bisa lagi melakukan pemotongan anggaran. Selaku Gubernur, saya harus ambil langkah untuk menyelamatkan keuangan provinsi dan pemerintah daerah tingkat II,” akunya.
Batalkan kegiatan sebesar Rp123 miliar
Langkah yang diambil Midji yakni membatalkan kegiatan
sebesar Rp123 miliar yang belum diproses tender di bulan Oktober. Di dalam
kegiatan tersebut terdapat item pembangunan jalan baru dengan nilai proyek
sebesar Rp17 miliar.
“Setelah didiskusikan kegiatan tersebut tidak bisa
dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa waktu tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan. Selain itu, tidak ada uang untuk membayarnya,” ujarnya.
Namun dari pembatalan kegiatan sebesar Rp123 miliar
tersebut, lanjut Midji, masih terdapat defisit anggaran sebesar Rp200 miliar. Sehingga
dirinya mengambil langkah lainnya yakni menggencarkan target pajak dan
penghematan perjalanan dinas.
“Alhamdulillah tahun 2018, APBD menjadi surplus dan semua
bagi hasil pajak kepada daerah tingkat II bisa dibayarkan bahkan hingga bulan
November. Jika tidak dilakukan langkah-langkah tersebut maka seluruh daerah
tingkat II akan bermasalah dari sisi keuangan karena diperkirakan hampir Rp500
miliar dana daerah tingkat II tidak akan bisa dibayarkan kalau semua kegiatan itu
dilaksanakan. Sehingga saya harus mengambil langkah tersebut agar menyelamatkan
keuangan daerah tingkat II,” tukasnya.
Peroleh predikat WDP : Midji beberkan sejumlah temuan dan penyebabnya
Dalam kesempatan itu, Midji turut menjawab mengenai
perolehan predikat opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2018, di mana pada tahun-tahun
sebelumnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat kerap kali mendapat predikat
opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Dalam jawabannya, Midji membeberkan bahwa hasil audit LKPD
tahun anggaran 2018 awalnya terdapat 26 temuan dan telah ditindaklanjuti oleh
OPD sebanyak 12 temuan sehingga pada LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) audit LKPD
tahun anggaran 2018 tersisa sebanyak 14 temuan yang terdiri dari 13 temuan
administrasi dan 1 temuan kerugian daerah terkait renovasi kawasan Stadion
Sultan Syarif Abdurrahman dalam rangka persiapan penyelenggaraan Pesparawi
ke-XII.
Menurutnya, sisa temuan tersebut pada dasarnya tidak terlalu
material sebagai penyebab turunnya opini WTP menjadi WDP pada tahun anggaran
2018.
Dirinya menjelaskan, penurunan opini hasil audit LKPD 2018 dari WTP menjadi WDP lantaran BPK menilai Pemprov Kalbar tidak patuh dalam pelaksanaan anggaran perubahan APBD tahun anggaran 2018.
Midji pertegas : BPK Subjektif
Pasalnya, kata dia, perubahan anggaran yang dilakukan
Pemprov Kalbar untuk menyelesaikan persoalan defisit anggaran, tidak melalui
pembahasan rancangan peraturan daerah, tentang Perubahan APBD tahun 2018
bersama DPRD Kalbar.
“Kenapa saya katakan BPK subjektif? Kalau alasan tidak ada
perubahan anggaran, kenapa Sumut, Aceh, Maluku Utara yang tidak ada anggaran perubahan,
bisa WTP,” ucapnya.
Selain itu, Midji turut membeberkan bahwa empat hari sebelum
tanggal 27 Mei atau hari di mana pengumuman hasil audit LKPD 2018, tim BPK menemui
dirinya dan menyampaikan bahwa LKPD 2018 tidak bisa WTP lantaran tidak ada
perubahan APBD.
“Itu saja alasannya. Bukan karena hasil auditnya. Selain
itu, kenapa saya katakan subjektif? Karena ketika mengaudit hingga exit briefing, tidak ada sama sekali
berbicara tentang permasalahan ada dan tidak adanya perubahan anggaran. Saya menunggu
dua bulan tidak ada keluar daerah, hanya untuk menindaklanjuti setiap temuan,” jelasnya
tegas.
Midji : Akhiri sistem
dan pengelolaan APBD gali lubang tutup lubang
Midji juga menegaskan bahwa tidak menyalahkan pemerintahan
terdahulu, sebab dirinya tidak bicara personal melainkan bicara mengenai sistem
dan model pengelolaan APBD yang gali lubang tutup lubang.
“Perlu saya sampaikan, tidak ada pernyataan yang menyalahkan
pemerintahan terdahulu karena saya tidak bicara personal tapi saya bicara
sistem dan model pengelolaan APBD yang gali lubang tutup lubang. Ini bahaya dan
menyebabkan APBD dari tahun 2016 terus defisit dan APBD tahun 2018 harus
diakhiri. Kalau dibiarkan, maka 2019 kita harus membayar hutang hampir Rp700
miliar. Kalau demikian, maka saya dan Pak Ria Norsan tidak bisa
mengimplementasikan visi misi,” tegasnya.
“Kemudian kalau dikatakan pokok pikiran 2018 banyak yang
hilang, belanja modal terealisasi 89 persen. Kalau Rp123 miliar ini penting,
kenapa tidak ditender sebelum saya dan Pak Ria Norsan masuk. Logikanya, ada
satu item sebesar Rp17 miliar dan Oktober belum ditender, apa mungkin bisa selesai
pada Desember? Silahkan cek kembali agar clear,”
timpalnya.
Jawab soal pejabat
tinggi pratama
Di kesempatan itu pula, Midji turut menjawab mengenai sejumlah
pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemrov Kalbar yang sebagian mengundurkan
diri dan sebagian memang dimintanya mundur.
“Ada beberapa pejabat administarator dan eselon memang
mengundurkan diri karena atas permintaan sendiri dengan alasan kesehatan,
keluarga dan ingin pindah ke jabatan fungsional, supaya bisa pensiun lebih
lama,” jelasnya.
Untuk pejabat setara eselon II, yaitu Direktur Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) Singkawang, memang diminta mundur. Sebab yang bersangkutan, tegas
Midji, tidak memiliki kompetensi sesuai bidang.
“Karena yang bersangkutan sarjana ekonomi. Kalau yang
bersangkutan itu tetap dipertahankan, maka RSJ Singkawang tidak bisa
diakreditasi. Konsekuensi jika RSJ Singkawang tidak terakreditasi, maka BPJS
Kesehatan tidak akan membayar klaim pasien. Artinya, seluruh pasien harus bayar
secara pribadi. Alhamdulilah, sekarang sudah terakreditasi tingkat madia bintang
tiga,” tukasnya.
Kemudian, Wakil Direktur RSUD Soedarso Bidang Administrasi
Umum dan Keuangan yang menjabat tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
dan pengalaman jabatan sehingga tidak sesuai kualifikasi dan kompetensi
jabatan. Selain itu, kata dia, yang bersangkutan ketika menduduki jabatan
pimpinan tinggi pratama tidak dilakukan mekanisme seleksi terbuka.
Selanjutnya, ada juga pejabat yang menjabat lebih dari lima
tahun dan tidak pernah dilakukan evaluasi, juga diminta mungundurkan diri. Hal ini
kata dia, sudah sesuai Undang-undang.
“Ada juga beberapa pejabat juga diminta mundur karena alasan
kesehatan atau sakit, karena tidak pernah mengikuti rapat kerja dan sebagainya.
Ada juga dua pejabat diminta mundur, untuk memberikan keleluasaan bagi keduanya
untuk menghadapi proses temuan keuangan di Polda maupun di KPK. Ada juga
pejabat yang meminta pindah ke jabatan fungsional,” tuturnya.
“Selain itu, ada juga pejabat yang terang-terangan ketika
Pilkada menyatakan tidak bersedia menjadi pejabat jika saya dan Pak Ria Norsan
yang terpilih,” timpalnya.
Soal pokok pikiran,
Midji minta Dewan tanyakan langsung ke SKPD
Berkaitan dengan pokok-pokok pikiran DPRD yang hilang di
tahun 2018, Sutarmidji mempersilahkan agar hal itu ditanyakan langsung ke SKPD
masing-masing. Pasalnya, dirinya bersama Ria Norsan baru menjabat pada 5
September 2018.
“Demikian juga pada tahun 2019, jika ada yang hilang atau dihilangkan silahkan cek ke SKPD masing-masing di mana pokok pikiran itu ditempatkan dan jika ada Kepala SKPD yang menyatakan terdapat pokok pikiran yang dihilangkan atas perintah Gubernur, saya minta tunjuk SKPD mana dan saya akan minta ditelusuri. Bapak ibu boleh catat apa yang saya sampaikan,” tandasnya. (Fat)
KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji secara gamblang dan blak-blakan menjawab mengenai pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kalbar terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kalbar tahun anggaran 2018 dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suma Jenny Haryanti didampingi Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriansyah serta dihadiri Wakil Gubernur Kalbar, Ria Norsan yang dilangsungkan di ruang Balairung Sari, Kantor DPRD Kalbar, Kamis (13/6/2019) kemarin.
Mengawali laporan pertanggungjawabannya, Sutarmidji
menyampaikan mengenai banyaknya kegiatan yang sudah dituangkan dalam APBD 2018
tidak dapat dilaksanakan lantaran ketika penyusunan anggaran 2018 mengalami
defisit sebesar Rp691,86 miliar.
Defisit mencapai
Rp691,86 miliar
Midji turut menjelaskan defisit anggaran tersebut terdiri
dari beberapa poin di antaranya SilPA tahun anggaran 2017 tidak tercapai
sebesar Rp77,69 miliar, kurang salur bagi hasil pajak kepada pemerintah daerah
tingkat II tahun 2017 sebesar Rp268,11 miliar, belum dianggarkannya alokasi
belanja langsung DBH-DR (dana bagi hasil dana reboisasi) tahun anggaran 2017
sebesar Rp15,79 miliar.
Selain itu, alokasi belanja langsung DBH-DR (dana bagi hasil
dana reboisasi) tahun anggaran 2017 sebesar Rp11,14 miliar juga belum
dianggarkan, kekurangan alokasi belanja bagi hasil pajak kepada pemerintah
daerah tingkat II akibat penambahan target pendapatan pajak tahun anggaran 2018
sebesar Rp90 miliar.
Kemudian pengurangan target pendapatan DBH CHT tahun
anggaran 2018 sebesar Rp5,18 miliar, kekurangan penganggaran alokasi belanja
pegawai (BTL) tahun anggaran 2018 sebesar Rp213,93 miliar dan kekurangan
alokasi belanja langsung dana BOS tahun anggaran 2018 sebesar Rp10 miliar.
Mengatasi hal tersebut Pj Gubernur Kalbar, Dodi Riyadmadji,
kata Midji, mengeluarkan surat Nomor 903/2115/TAPD perihal pengurangan pagu
anggaran belanja langsung SKPD tahun anggaran 2018.
“TAPD mengambil langkah mengatasi defisit untuk ditampung
dalam APBDP 2018 di antaranya menambah target PAD sebesar Rp208 miliar,
menambah target pendapatan hibah sebesar Rp116,63 juta, mengurangi alokasi belanja
hibah kepada badan, lembaga dan organisasi sebesar Rp5 miliar dan mengurangi
alokasi belanja bagi hasil pajak rokok tahun anggaran 2018 kepada pemerintah
daerah tingkat II sebesar Rp3,70 miliar serta mengurangi alokasi belanja tidak
terduga sebesar Rp2 miliar,” tukasnya.
Namun dari berbagai langkah tersebut, kata Midji, masih
belum dapat menyelesaikan persoalan defisit anggaran. Bahkan, kata Midji, masih
terdapat defisit anggaran sebesar Rp472,16 miliar. Kemudian, lanjut Midji, dari
surat Pj Gubernur tersebut, SKPD diminta untuk mengurangi belanja langsung
sebesar 30 persen. Namun dari penghematan 30 persen anggaran hanya mampu menghemat
anggaran sebesar Rp148,58 miliar sehingga masih terdapat defisit anggaran
sebesar Rp323,58 miliar.
“Kondisi ini terjadi sebelum saya dan Pak Ria Norsan dilantik
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur,” ucapnya.
Pasca dilantik segera
ambil langkah atasi defisit anggaran
Setelah dilantik pada tanggal 5 September 2018, dirinya mengaku
segera mengumpulkan seluruh SKPD dan mengambil sejumlah langkah-langkah guna
mengatasi persoalan defisit anggaran tersebut.
“Rata-rata SKPD tidak bisa lagi melakukan pemotongan anggaran. Selaku Gubernur, saya harus ambil langkah untuk menyelamatkan keuangan provinsi dan pemerintah daerah tingkat II,” akunya.
Batalkan kegiatan sebesar Rp123 miliar
Langkah yang diambil Midji yakni membatalkan kegiatan
sebesar Rp123 miliar yang belum diproses tender di bulan Oktober. Di dalam
kegiatan tersebut terdapat item pembangunan jalan baru dengan nilai proyek
sebesar Rp17 miliar.
“Setelah didiskusikan kegiatan tersebut tidak bisa
dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa waktu tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan. Selain itu, tidak ada uang untuk membayarnya,” ujarnya.
Namun dari pembatalan kegiatan sebesar Rp123 miliar
tersebut, lanjut Midji, masih terdapat defisit anggaran sebesar Rp200 miliar. Sehingga
dirinya mengambil langkah lainnya yakni menggencarkan target pajak dan
penghematan perjalanan dinas.
“Alhamdulillah tahun 2018, APBD menjadi surplus dan semua
bagi hasil pajak kepada daerah tingkat II bisa dibayarkan bahkan hingga bulan
November. Jika tidak dilakukan langkah-langkah tersebut maka seluruh daerah
tingkat II akan bermasalah dari sisi keuangan karena diperkirakan hampir Rp500
miliar dana daerah tingkat II tidak akan bisa dibayarkan kalau semua kegiatan itu
dilaksanakan. Sehingga saya harus mengambil langkah tersebut agar menyelamatkan
keuangan daerah tingkat II,” tukasnya.
Peroleh predikat WDP : Midji beberkan sejumlah temuan dan penyebabnya
Dalam kesempatan itu, Midji turut menjawab mengenai
perolehan predikat opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2018, di mana pada tahun-tahun
sebelumnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat kerap kali mendapat predikat
opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Dalam jawabannya, Midji membeberkan bahwa hasil audit LKPD
tahun anggaran 2018 awalnya terdapat 26 temuan dan telah ditindaklanjuti oleh
OPD sebanyak 12 temuan sehingga pada LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) audit LKPD
tahun anggaran 2018 tersisa sebanyak 14 temuan yang terdiri dari 13 temuan
administrasi dan 1 temuan kerugian daerah terkait renovasi kawasan Stadion
Sultan Syarif Abdurrahman dalam rangka persiapan penyelenggaraan Pesparawi
ke-XII.
Menurutnya, sisa temuan tersebut pada dasarnya tidak terlalu
material sebagai penyebab turunnya opini WTP menjadi WDP pada tahun anggaran
2018.
Dirinya menjelaskan, penurunan opini hasil audit LKPD 2018 dari WTP menjadi WDP lantaran BPK menilai Pemprov Kalbar tidak patuh dalam pelaksanaan anggaran perubahan APBD tahun anggaran 2018.
Midji pertegas : BPK Subjektif
Pasalnya, kata dia, perubahan anggaran yang dilakukan
Pemprov Kalbar untuk menyelesaikan persoalan defisit anggaran, tidak melalui
pembahasan rancangan peraturan daerah, tentang Perubahan APBD tahun 2018
bersama DPRD Kalbar.
“Kenapa saya katakan BPK subjektif? Kalau alasan tidak ada
perubahan anggaran, kenapa Sumut, Aceh, Maluku Utara yang tidak ada anggaran perubahan,
bisa WTP,” ucapnya.
Selain itu, Midji turut membeberkan bahwa empat hari sebelum
tanggal 27 Mei atau hari di mana pengumuman hasil audit LKPD 2018, tim BPK menemui
dirinya dan menyampaikan bahwa LKPD 2018 tidak bisa WTP lantaran tidak ada
perubahan APBD.
“Itu saja alasannya. Bukan karena hasil auditnya. Selain
itu, kenapa saya katakan subjektif? Karena ketika mengaudit hingga exit briefing, tidak ada sama sekali
berbicara tentang permasalahan ada dan tidak adanya perubahan anggaran. Saya menunggu
dua bulan tidak ada keluar daerah, hanya untuk menindaklanjuti setiap temuan,” jelasnya
tegas.
Midji : Akhiri sistem
dan pengelolaan APBD gali lubang tutup lubang
Midji juga menegaskan bahwa tidak menyalahkan pemerintahan
terdahulu, sebab dirinya tidak bicara personal melainkan bicara mengenai sistem
dan model pengelolaan APBD yang gali lubang tutup lubang.
“Perlu saya sampaikan, tidak ada pernyataan yang menyalahkan
pemerintahan terdahulu karena saya tidak bicara personal tapi saya bicara
sistem dan model pengelolaan APBD yang gali lubang tutup lubang. Ini bahaya dan
menyebabkan APBD dari tahun 2016 terus defisit dan APBD tahun 2018 harus
diakhiri. Kalau dibiarkan, maka 2019 kita harus membayar hutang hampir Rp700
miliar. Kalau demikian, maka saya dan Pak Ria Norsan tidak bisa
mengimplementasikan visi misi,” tegasnya.
“Kemudian kalau dikatakan pokok pikiran 2018 banyak yang
hilang, belanja modal terealisasi 89 persen. Kalau Rp123 miliar ini penting,
kenapa tidak ditender sebelum saya dan Pak Ria Norsan masuk. Logikanya, ada
satu item sebesar Rp17 miliar dan Oktober belum ditender, apa mungkin bisa selesai
pada Desember? Silahkan cek kembali agar clear,”
timpalnya.
Jawab soal pejabat
tinggi pratama
Di kesempatan itu pula, Midji turut menjawab mengenai sejumlah
pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemrov Kalbar yang sebagian mengundurkan
diri dan sebagian memang dimintanya mundur.
“Ada beberapa pejabat administarator dan eselon memang
mengundurkan diri karena atas permintaan sendiri dengan alasan kesehatan,
keluarga dan ingin pindah ke jabatan fungsional, supaya bisa pensiun lebih
lama,” jelasnya.
Untuk pejabat setara eselon II, yaitu Direktur Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) Singkawang, memang diminta mundur. Sebab yang bersangkutan, tegas
Midji, tidak memiliki kompetensi sesuai bidang.
“Karena yang bersangkutan sarjana ekonomi. Kalau yang
bersangkutan itu tetap dipertahankan, maka RSJ Singkawang tidak bisa
diakreditasi. Konsekuensi jika RSJ Singkawang tidak terakreditasi, maka BPJS
Kesehatan tidak akan membayar klaim pasien. Artinya, seluruh pasien harus bayar
secara pribadi. Alhamdulilah, sekarang sudah terakreditasi tingkat madia bintang
tiga,” tukasnya.
Kemudian, Wakil Direktur RSUD Soedarso Bidang Administrasi
Umum dan Keuangan yang menjabat tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
dan pengalaman jabatan sehingga tidak sesuai kualifikasi dan kompetensi
jabatan. Selain itu, kata dia, yang bersangkutan ketika menduduki jabatan
pimpinan tinggi pratama tidak dilakukan mekanisme seleksi terbuka.
Selanjutnya, ada juga pejabat yang menjabat lebih dari lima
tahun dan tidak pernah dilakukan evaluasi, juga diminta mungundurkan diri. Hal ini
kata dia, sudah sesuai Undang-undang.
“Ada juga beberapa pejabat juga diminta mundur karena alasan
kesehatan atau sakit, karena tidak pernah mengikuti rapat kerja dan sebagainya.
Ada juga dua pejabat diminta mundur, untuk memberikan keleluasaan bagi keduanya
untuk menghadapi proses temuan keuangan di Polda maupun di KPK. Ada juga
pejabat yang meminta pindah ke jabatan fungsional,” tuturnya.
“Selain itu, ada juga pejabat yang terang-terangan ketika
Pilkada menyatakan tidak bersedia menjadi pejabat jika saya dan Pak Ria Norsan
yang terpilih,” timpalnya.
Soal pokok pikiran,
Midji minta Dewan tanyakan langsung ke SKPD
Berkaitan dengan pokok-pokok pikiran DPRD yang hilang di
tahun 2018, Sutarmidji mempersilahkan agar hal itu ditanyakan langsung ke SKPD
masing-masing. Pasalnya, dirinya bersama Ria Norsan baru menjabat pada 5
September 2018.
“Demikian juga pada tahun 2019, jika ada yang hilang atau dihilangkan silahkan cek ke SKPD masing-masing di mana pokok pikiran itu ditempatkan dan jika ada Kepala SKPD yang menyatakan terdapat pokok pikiran yang dihilangkan atas perintah Gubernur, saya minta tunjuk SKPD mana dan saya akan minta ditelusuri. Bapak ibu boleh catat apa yang saya sampaikan,” tandasnya. (Fat)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini