Dosen Unhas Klaim Temukan Kandidat Obat Covid-19

KalbarOnline.com,MAKASSAR– Penyebaran Covid-19 kini semakin masif terjadi di penjuru dunia. Para peneliti kini berlomba-lomba untuk menemukan obat dari penyakit yang awalnya muncul di Wuhan, Tiongkok. Beberapa hari terakhir ini beredar kabar yang menyatakan Tiongkok telah menemukan obat untuk penyakit Covid-19.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Kabar yang lebih menggembirakan juga datang dari tim dosen Unhas, yakni Sulfahri, Riuh Wardhani, yang bekerja sama dengan ilmuan Indonesia Green Innovation, Siti Mushlihah. Mereka mengklaim berhasil menemukan tiga senyawa yang berpotensi sebagai kandidat obat SARS Cov2 (penyabab Covid-19) yang lebih efektif dari chloroquine yang sebelumnya diklaim oleh Tiongkok.

Dosen Departemen Biologi Unhas, Sulfahri menceritakan dalam penelitiannya menggunakan dua target protein pada SARS-CoV-2. Yakni 3-chymotrypsin-like protease (3CL-protease) dan Covid-19 Polymerase. 3CL-protease adalah protease utama yang digunakan dalam proses replikasi virus.

Senyawa ini dapat menghambat replikasi dan proliferasi virus, selain itu juga mampu mengurangi resiko mutasi yang diakibatkan oleh resistensi obat. Sedangkan Covid-19 Polymerase juga merupakan protein untuk replikasi RNA yang berfungsi sebagai reseptor target.

Struktur 3-Dimensi dari target protein 3CL-protease diperoleh dari bank data protein RCSB, yang direlease pada tanggal 5 Februari 2020. Sedangkan struktur Covid19 Polymerase diperoleh dari hasil homologi dengan perbandingan pada human Sars coronavirus.

Baca Juga :  Ikut Serta Tangani Covid-19, GM FKPPI Siap Kerja Bareng Kemensos

Selanjutkan dilakukan Post Doctoral di RMIT University, Melbourne, Australia untuk mencari alternative senyawa yang memiliki kemungkinan untuk berikatan dengan 3CL-protease dan COVID-19 Polymerase. Dan ditemukan tiga senyawa aktif yang berhasil diidentifikasi dari herbal potensial nusantara.

“Tiga senyawa tersebut kaempferol, quercetin, purpurin 18 methyl ester. Ketiganya dapat menjadi kandidat obat SARS-CoV2 berdasarkan uji molecular docking, bioactivity dan drugs likeness,” kata Sulfahri, Kemarin.

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Fahri ini menuturkan ketiga senyawa tersebut dibandingkan Chloroquine (senyawa yang banyak dieksplor oleh ilmuwan Tiongkok untuk mengobati Covid 19) dengan molecular docking menggunakan aplikasi Auto-Vina Pyrx. Struktur 3-chymotrypsin-like protease (3CL-protease) dan Covid-19 Polymerase sebagai makromolekul yang diperoleh dari RCSB PDB. Struktur senyawa kandidat obat Kaempferol, Quercetin, Purpurin 18 Methyl Ester diperoleh dari Pubchem.

Berdasarkan hasil penelitian, Chloroquine yang digadang-gadang sebagai obat COVID-19 memiliki nilai binding affinity (potensi dalam bereaksi dengan target protein tertentu) paling tinggi dibandingkan tiga senyawa lain. Secara teoritis semakin rendah binding affinity suatu senyawa maka semakin kuat ikatannya terhadap protein target. Hasil uji molecular docking dapat Purpurin 18 Methyl ester memiliki binding affinity yang paling rendah yaitu -9,5 Kcal/Mol pada 3CL Protease dan -8,3 Kcal/Mol pada Covid Polymerase. Hal serupa juga terjadi pada senyawa Kaempferol dan Quercetin juga memiliki binding affinity yang rendah dibandingkan Chloroquine.

Baca Juga :  Ganjar: Input Data Pusat Delay, Jateng Masih 7.463 Kasus Covid-19

“Ketiga senyawa tersebut memiliki potensi dalam berikatan dengan protein target. Hal ini menandakan bahwa Kaempferol, Quercetin, Purpurin 18 Methyl Ester lebih mudah untuk berikatan dengan SARS CoV-2. Selain itu lebih mudah merusak RNA susunan genetic dari Sars CoV-2 dibanding Chloroquine yang diklaim sebagai kandidat obat Sars-CoV2,” ucapnya.

Peneliti lainya, Riuh Wardhani menuturkan dari hasil reverse docking kemudian divisualisasikan dengan menggunakan MacPymol dan AVOGADRO untuk melihat interaksi antara senyawa dan makromolekul 3CL Protease Purpurin 18 Methyl Ester. Khusus senyawa kaempferol dan quercetin tergolong senyawa flavonoid yang banyak di sayuran dan buah-buahan. Kaempferol pertama kali ditemukan pada tanaman Camellia sinensis (tanaman teh).

“Percobaan yang dilakukan menggunakan mekanisme Bioinformatika (ilmu yang mempelajari teknik komputasional untuk mengelola dan menganalisis informasi biologis). Setelah lulus pada bioinformatika baru ke pra klinik dan manusia. Tidak bisa langsung,” tambahnya. (edo)

Comment