KalbarOnline.com – Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang membuka ekspor benih lobster ditentang Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. Aturan itu perlu dikaji ulang karena tidak akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang.
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, menyebut, pasal 33 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan kepada rakyat terutama kepada pemerintah, bahwa di dalam mengelola sumber daya alam yang ada harus ditujukan bagi terwujudnya sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ini artinya, kata dia, Indonesia harus bisa mengelolanya secara maksimal sebab kalau tidak maka tujuan dari amanat tersebut tidak akan bisa tegak dengan sebaik-baiknya.
“Kita dapat memahami mengapa masalah benih lobster ini banyak dibicarakan karena kita dituntut oleh konstitusi untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu yang kita jual jangan benihnya karena keuntungannya hanya sedikit, tapi kita jual lobsternya karena untungnya besar,” kata Anwar dalam keterangan tertulisnya Ahad (9/8/2020).
Untuk dapat menjalankan amanat UUD tersebut dengan tidak mengekspor benih lobster tapi harus mengolahnya terlebih dahulu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Menurutnya, dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) terampil, ilmu pengetahuan, dan teknologi mumpuni. Oleh karena itu dia menyebut wajib bagi bangsa ini untuk mencetak SDM yang mampu merebut dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang terkait dengan SDA yang Indonesia miliki, termasuk lobster.
Dia menjelaskan, terdapat segelintir orang yang beralasan bahwa menjual benih lobster karena alamiahnya benih lobster tersebut yang bisa bertahan hanya 0,01 persen. Sedangkan yang 99,99 persennya, lanjut dia, akan mati atau dimangsa dan disantap oleh predatornya.
“Oleh karena itu dalam logika mereka dari pada kita tidak dapat apa-apa karena benih-benih tersebut akan mati dan hilang juga secara alamiah, maka lebih baik benih lobster tersebut kita tangkap lalu dijual ke luar negeri sehingga kita dapat duit apalagi pasar untuk itu sudah ada yaitu Vietnam. Pertanyaannya, kenapa kemudian Vietnam bisa membudidayakan benih lobster kita sehingga bernilai tambah?” ujarnya.
Vietnam sebagaimana diketahui, mengimpor benih-benih lobster asal Indonesia dan membudidayakan benih-benih yang dianggap oleh segelintir orang tersebut sudah tidak bernilai. Dan berdasarkan fakta, ternyata Vietnam mampu membuat 70 persen dari benih-benih tersebut bertahan sehingga mereka bisa menjual lobster-lobsternya di pasar dalam negeri dan luar negeri dengan harga yang tinggi.
Anwar berpendapat, Vietnam bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari budidaya benih lobster Indonesia. Maka jika dibaratkan, dia menilai, Indonesia hanya mendapat putiknya dari kegiatan ekspor benih sementara Vietnam mendapatkan buahnya.
Untuk itulah dia mendesak kepada pemerintah untuk dapat melakukan langkah-langkah besar dan strategis dalam hal yang menyangkut lobster dengan dijiwai dan disemangati oleh keinginan yang kuat untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Oleh karena itu kalau alasannya kita belum bisa melakukan budidaya karena kita belum punya SDM yang andal, maka untuk tegaknya amanat UUD, kita bisa membayar dan mengontrak SDM yang andal dari Vietnam tersebut untuk membantu mengelola SDA kita sambil kita melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari mereka,” pungkasnya.
Dengan begitu, dia berharap dalam jangka setahun hingga dua tahun ke depan Indonesia sudah mampu memiliki SDM yang andal sehingga pemerintah sudah bisa memenuhi amanat dari konstitusi.
Sebelumnya, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) juga menolak ekspor benih lobster dan meminta pemerintah segera menghentikannya. Hal itu tertuang dalam kajian LBM PBNU pada 4 Agustus 2020.
“Pemerintah harus memprioritaskan pembudidayaan lobster di dalam negeri,” bunyi kutipan dokumen kajian LBM PBNU. LBM PBNU meminta agar ekspor hanya diberlakukan pada lobster dewasa. [rif]
Comment