KalbarOnline.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) juga mengeluarkan sikap resmi menolak UU Cipta Kerja kemarin (9/10). Dalam pernyataan tertulisnya, Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siroj menilai proses legislasi UU Cipta Kerja terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik.
”Memaksakan pengesahan undang-undang yang menimbulkan resistansi publik di tengah suasana pandemi adalah praktik kenegaraan yang buruk,” tulis Said.
Said mengatakan, niat baik membuka lapangan kerja tidak boleh dicederai dengan membuka semua hal menjadi lapangan komersial bagi perizinan berusaha. Contohnya munculnya pasal 65. Sektor pendidikan termasuk bidang yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni. PB NU menilai, hal itu akan menjerumuskan Indonesia ke dalam kapitalisme pendidikan. ”Pada gilirannya, pendidikan terbaik hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berpunya,” jelasnya.
Upaya menarik investasi juga harus disertai dengan perlindungan terhadap hak-hak pekerja. Pemberlakuan pasar tenaga kerja fleksibel (labor market flexibility) yang diwujudkan dengan perluasan sistem PKWT (pekerja kontrak waktu tertentu) dan alih daya akan merugikan mayoritas tenaga kerja RI yang masih didominasi pekerja dengan skill terbatas.
Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas juga menyampaikan sikap resmi lembaganya. Total ada tujuh sikap MUI. ’’MUI menolak UU Cipta Kerja yang lebih banyak menguntungkan para pengusaha, cukong, investor asing, serta bertolak belakang dengan UUD 1945,’’ katanya kemarin.
Baca juga:
- Ketika Mahasiswa-Buruh Unjuk Rasa di Jakarta, Presiden ke Kalteng
- Pemerintah Siap Proses Semua Pelaku dan Aktor yang Tunggangi Kerusuhan
Menurut Anwar, MUI sangat menyesalkan dan prihatin terhadap sikap pemerintah dan DPR yang tidak merespons serta mendengarkan permintaan sejumlah ormas. Misalnya PB NU, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dewan Pimpinan MUI, serta ormas-ormas Islam lain.
MUI juga menyampaikan dukungan kepada setiap elemen masyarakat yang bakal melakukan judicial review (JR). ’’MUI mengingatkan kepada para hakim MK untuk tetap istiqamah menegakkan keadilan, menjaga kemandirian, marwah, dan martabatnya sebagai hakim,’’ jelasnya.
Sementara itu, Presiden Jokowi kemarin (9/10) mengklarifikasi sejumlah tuduhan yang mengarah pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Dia menjelaskan, UU tersebut dibuat untuk memastikan ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat. Selain itu untuk memudahkan masyarakat membuka usaha mikro dan kecil. Sebab, setiap tahun muncul 2,9 juta angkatan kerja baru.
”Apalagi, di tengah pandemi terdapat sekitar 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak,” ujar presiden. Karena itu, dibutuhkan lapangan kerja padat karya yang lebih banyak.
Jokowi mengakui, masih ada sejumlah pihak yang tidak puas dengan UU Cipta Kerja. Dia mempersilakan menggugat. ”Kalau masih ada yang tidak puas dan menolak, silakan diajukan uji materi ke MK (Mahkamah Konstitusi, Red),” lanjutnya. Presiden juga mengatakan bahwa aksi unjuk rasa di berbagai daerah sebenarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi UU itu. ”Dan hoaks di media sosial,” ucapnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment