Berdasarkan penelitian terbaru, pria single alias jomblo memiliki tingkat kematian lebih tinggi karena Covid-19. Peneliti dari Stockholm University di Swedia mengungkapkan bahwa pria yang belum menikah (termasuk mereka yang pernah menikah atau duda), memiliki risiko kematian akibat Covid-19 dua kali lebih tinggi dibandingkan wanita atau pria yang telah menikah.
Penelitian didasarkan pada data dari Dewan Kesehatan dan Kesejahteraan Nasional Swedia atau the Swedish National Board of Health and Welfare tentang semua kematian yang terdaftar di Swedia untuk orang dewasa berusia 20 tahun ke atas hingga 7 Mei 2020.
Baca juga: Survei BPS: Anak Muda Kurang Peduli Pencegahan COVID-19
Penyebab Kematian Pria karena Covid-19
Tidak hanya pria jomlo yang berisiko lebih tinggi terhadap kematian karena Covid-19. Penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Communications itu juga menjelaskan bahwa, pria yang berpenghasilan rendah, tingkat pendidikan lebih rendah, dan lahir di negara berpenghasilan rendah atau menengah, memiliki peningkatan risiko meninggal dunia karena Covid-19.
“Umumnya, mereka yang lahir di luar negeri memiliki angka kematian lebih rendah dibandingkan dengan orang yang lahir di Swedia. Ini juga berlaku jika penelitian memperhitungkan pendapatan dan tingkat pendidikan seorang pria, di mana peningkatan risiko kematian akibat Covid-19 tetap ada,” beber peneliti.
Fakta bahwa pria dengan pendidikan rendah atau berpenghasilan rendah memiliki tingkat kematian lebih tinggi disebabkan oleh faktor gaya hidup, termasuk keuangan dan bagaimana mereka mempriotaskan kesehatannya,” ucap Gunna Anderson, salah satu peneliti.
Sebelumnya, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa orang lajang dan belum menikah memiliki angka kematian yang lebih tinggi karena berbagai penyakit. Oleh karena itu, pernikahan dapat mengarah pada kehidupan yang lebih sehat dengan risiko penyakit lebih rendah daripada pria yang jomblo.
Baca juga: Kombinasi Fatal Diabetes dan Covid-19, Lakukan Pencegahan Berikut!
Tingkat Kematian Pria Lebih Besar Dibandingkan Wanita
Data global dari seluruh dunia menunjukkan bahwa lebih banyak pria yang meninggal dunia karena Covid-19 di 41 negara. Secara keseluruhan, rasio fatalitas kasus Covid-19 sekitar 2,4 kali lebih tinggi di antara pria daripada wanita.
Meskipun data epidemiologis menunjukkan perbedaan antara pria dan wanita dalam tingkat kematian di antara mereka yang didiagnosis dengan Covid-19, tidak diketahui alasan pastinya. Sebagian besar peneliti yakin bahwa itu karena pola kesehatan, hasil kombinasi faktor biologis, perilaku, dan psikososial seorang pria.
Faktor Biologis. Pria dan wanita memiliki kemampuan berbeda dalam respons imun bawaan dan adaptif, di mana sebagian besar terkait dengan respon inflamasi spesifik jenis kelamin yang dihasilkan dari pewarisan kromosn X. Kromoson X mengandung gen yang berhubungan dengan kekebalan.
Oleh karena itu, wanita umumnya meningkatkan respon imun bawaan dan adaptif yang lebih kuat daripada pria. Regulasi diferensial dari respons imun pada pria dan wanita dikontribusikan oleh gen kromoson seks dan hormon seks, termasuk estrogen, progesterone, dan androgen.
Faktor Psikososial dan Perilaku. Dibandingkan dengan wanita, pria cenderung terlibat dalam perilaku berisiko tinggi yang berpotensi tertular Covid-19. Selain itu, pria cenderung mengecilkan tingkat keparahan potensi virus yang membahayakan mereka. Dan, lebih sedikit pria yang menghindari pertemuan publik yang besar atau menghindari kontak fisik dengan orang lain.
Selain itu, pria cenderung memiliki tingkat perilaku lebih tinggi terkait dengan infeksi dan kematian Covid-19, termasuk penggunaan tembakau dan konsumsi alkohol yang lebih tingggi. Pria juga cenderung memiliki tingkat yang lebih rendah dalam hal mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, dan proaktif mencari bantuan medis.
Baca juga: Inilah Target Utama Coronavirus: Pria, Usia Tua, dan Perokok
Referensi:
Times Now. Unmarried men at higher death risk from Covid-19: Study
Science News. Risk of dying from COVID-19 greater for men, unmarried and born in low and middle income countries, Swedish study finds
Comment