KalbarOnline.com – Mengenal sosok pasangan suami istri peneliti penemu vaksin Covid-19 yang manjur dari Pfizer-BioNTech, Ozlem Tureci dan Ugur Sahin, memang selalu menarik. Sebab, mereka memang serius selama 11 bulan terakhir mengabdikan diri untuk membendung pandemi paling mematikan ini.
Sosok mereka dikenal sebagai peneliti yang sederhana dan bersahaja serta ulet. Waktu mereka lebih banyak dihabiskan di laboratorium serta untuk berolahraga di sepanjang jalan pinggiran kota yang sepi di dekat rumah mereka di kota Mainz, Jerman. Lalu mereka juga suka mendengarkan musik pop era 80-an.
Kini mereka sudah melihat bahwa vaksin yang sudah mulai disuntikkan pada publik di sejumlah negara seperti Inggris dan Amerika Serikat. Lalu apa respons mereka?
Baca Juga: Pasangan Penemu Vaksin Covid-19 Sudah Prediksi Pandemi Bakal Terjadi
“Kami gugup,” kata dr Sahin, seperti dilansir dari Financial Times, Minggu (20/12).
Meskipun telah melihat suntikan mereka diberikan kepada lebih dari 22 ribu orang dalam studi klinis di enam negara, dia mengatakan, tetap saja hasilnya akan berbeda ketika orang divaksinasi untuk pertama kalinya di luar percobaan dengan di dunia nyata. Pencapaian dr Sahin dan dr Tureci mendapatkan apresiasi sebagai People of the Year FT untuk tahun 2020. Pasangan suami istri berhasil menghasilkan vaksin manjur lebih dari 95 persen berhasil.
Upaya bernilai miliaran euro yang dilakukan oleh dua dokter-ilmuwan itu digulirkan dengan nama sandi Project Lightspeed. Upaya mereka tentu mendapat pujian.
“Pengembangan vaksin tercepat sejak Edward Jenner menginokulasi putra tukang kebunnya yang menderita cacar sapi pada tahun 1796,” kata Profesor kedokteran di University of East Anglia Paul Hunter.
Rekor modern sebelumnya untuk vaksin, yang dicapai pada 1960-an untuk penyakit gondongan, adalah empat tahun. Pasutri peneliti itu awalnya membahas laporan di jurnal medis Lancet tentang penyakit pernapasan yang telah menimbulkan kerusuhan di provinsi Hubei Tiongkok. Mereka punya firasat bahwa penyakit itu akan jadi pandemi.
“Dia (dr. Sahin) memiliki tingkat keyakinan yang sangat tinggi dalam hal memprediksi hasil,” kata sang istri, dr. Tureci.
Baik dr Sahin dan dr. Tureci bersikeras bahwa teknologi dapat membantu mereka mencapai revolusi. Namun awalnya, upaya mereka sempat dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai ‘fiksi ilmiah’.
“Pertama dan terpenting, kami adalah dokter, memberikan solusi bagi pasien. Sains adalah alat untuk mencapai itu,” kata mereka.
Peneliti lain juga memuji mereka. “Saya termasuk orang pertama yang memberi tahu (Sahin) bahwa ini gila, bahwa itu tidak akan pernah berhasil,” kenang seorang PhD di bidang biologi molekuler dan biokimia Matthias Kromayer
yang memimpin investasi ilmu kehidupan di perusahaan modal ventura yang berbasis di Munich, MIG.
Para peneliti itu menggunakan metode mRNA. Dan kini vaksin mereka sudah disetujui di sejumlah negara salah satunya bahkan di Asia yakni Singapura.
Saksikan video menarik berikut:
Comment