KalbarOnline, Pontianak – Sengkarut masalah dugaan pelanggaran yang dilakukan Win One mulai diarahkan untuk diselesaikan dengan jalur ‘damai’.
Jemaah masjid As-Salam sebagai pihak yang merasa dirugikan pun dibujuk untuk membuat kesepakatan–dengan tujuan agar bagaimana Win One tetap bisa ‘melenggang’, tanpa harus mencederai hak-hak masyarakat untuk beribadah.
Kendati kedua pihak tidak pada porsinya mendiskusikan apalagi merumuskan perjanjian bersama, namun upaya mereduksi sanksi terhadap pelanggaran Perda secara serius ditunjukkan oleh tim perwakilan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, saat gelar rapat, Kamis (02/06/2022) lalu, di Aula Kantor Kelurahan Benua Melayu Darat, Jalan Setiabudi Pontianak.
Hadir kala itu, dari pihak perwakilan Pemkot Pontianak, diantaranya Camat Pontianak Selatan, Martagus, Kepala Bidang Penegakan Perundang Undangan Satpol PP Kota Pontianak, Ferry Abdi dan Kepala Kesbangpol Kota Pontianak, Rizal.
Sementara di sisi lainnya, ada Ketua Harian Pengurus Masjid As-Salam, Syarif Usman dan beberapa jemaah, pemilik (owner) Win One, Erwin, perwakilan dari RT 1, RT 2, RT 4, RW 23, aparat kepolisian dan TNI, dan lainnya.
Dari hasil diskusi yang berlangsung selama sekian jam itu, tim pemkot seolah menilai jika masalah Win One semata-semata hanyalah keributan yang timbul antara tempat hiburan malam (THM) dan As-Salam. Sehingga penyelesaiannya, bukan pada sidang pelanggaran Perda oleh pemerintah, tapi digiring kepada ucapan ‘Amiin’ oleh warga di Jalan Budi Karya.
“Bagus kita selesaikan hari ini, diskusikan, kita cari jalan keluar, ya pak Erwin ya,” kata Camat Pontianak Selatan, Martagus yang disambung ucapan, “Baik pak,” dari pemilik Win One, Erwin.
Martagus meyakinkan, bahwa keberadaan Win One perlu didukung oleh masyarakat, khususnya jemaah, tapi dengan aturan. Dalam artian, jika pasca hasil kesepakatan yang dibuat–Win One kedepan tidak lagi menimbulkan gejolak, gangguan atau keributan, tidak juga melanggar jam operasional dan tidak melanggar norma asusila–maka keberadaannya dianggap sah-sah saja.
Bahkan untuk ketentuan jaraknya sendiri–yang diatur dalam radius 500 meter di dalam Perda Nomor 23 Tahun 2002 serta Surat Keputusan Wali Kota Pontianak Nomor 306/BP2T/Tahun 2015–seolah dicoba pula untuk dinegasikan.
“Itu bukan merupakan acuan ya pak, (soal) jarak (160 meter antara Win One dan masjid) ini, karena itu ada revisi aturannya nanti, masalah teknis itu, bagusnya kita (sekarang) bicara tentang lingkungan,” kata Martagus.
Dengan diplomatis, Martagus juga menekankan, bahwa Pemkot Pontianak sendiri ingin mencari solusi yang terbaik dari polemik ini, dimana masyarakat tetap hidup aman di dalam lingkungannya, dan si pengusaha nyaman melaksanakan usaha dan mendapat hasil dengan tidak mengganggu lingkungan.
“Itu jak intinya, masalah aturan akan kami selesaikan,” kata Martagus.
“Karena bagaimanapun Kota Pontianak ini pusat perdagangan dan jasa…hasil (pendapatan) dari hasil itu (perdagangan dan jasa),” sambungnya.
Tak hanya sampai disitu, Martagus mencoba menguatkan dalilnya lagi, bahwa persoalan ini muncul ‘hanya’ lantaran adanya pemberitaan dari media online.
“Kan ini hanya berita online, bisa dibenarkan bisa tidak, bagus kita bahas,” kata dia.
Belum sempat Martagus memanjangkan buaiannya, salah seorang jamaah Masjid As-Salam yang hadir langsung menyergahnya. Tanpa basa-basi, jemaah tersebut meminta agar Win One segera ditutup, dengan alasan bahwa keberadaan THM itu bakal mendatangkan lebih banyak mudharat ketimbang manfaat.
“Karena ini menyangkut masjid kita minta ditutup jak, selain ada diskotik, karaoke dan juga ada penjualan minol, kalau masalah kota perdagangan, apakah minol itu dijadikan perdagangan juga? jadi dari permintaan warga lebih baik tutup,” ungkap warga.
Ucapan warga itu kemudian dibilas oleh perwakilan pemkot lainnya, yakni Kepala Bidang Penegakan Perundang Undangan Satpol PP Kota Pontianak, Ferry Abdi.
“Kami berusaha menjembatani keluhan ataupun permasalahan masyarakat dengan pihak Win One. Kita tidak melarang orang melakukan usaha atau investasi, tapi usaha atau investasi ini tidak boleh mengabaikan hak-hak masyarakat. Nah, bagaimana ini kita cari jalan tengahnya, bagaimana owner dari Win One tetap boleh berusaha,” ucap Ferry.
Terkait dengan hal-hal apa saja yang menurut masyarakat selama ini mengganggu terkait dengan keberadaan Win One, hal itu kata Ferry, sebaiknya dikomunikasikan ulang dengan pihak Win One.
“Hal-hal apa saja yang menurut masyarakat mengganggu, itu yang akan kita selaraskan atau kita komunikasikan dengan pihak Win One. Tapi secara aturan, Win One telah mengantongi 3 izin oleh pemerintah, tetapi bukan berarti izin yang dimiliki ini boleh dilanggar,” katanya.
Selanjutnya, penguatan-penguatan agar masyarakat dan jemaah mau membubuhkan kesepakatannya dalam perjanjian bersama, juga dilakukan oleh Kepala Kesbangpol Kota Pontianak, Rizal. Dalam kesempatannya bicara, Rizal mencoba lebih cair, bahwa untuk menyikapi permasalahan ini tidak perlu buru-buru.
“Mediasi ini bukan harus 1 kali harus selesai. Seyogyanya 1 kali pertemuan, bisa selesai. Tapi saya pernah (pengalaman) menyelesaikan masalah itu sampai 8 kali mediasi baru selesai,” tutur Rizal.
Rizal berdalih bahwa keputusan akhir berkaitan dengan perizinan, alih fungsi, bukan menjadi kewenangan dinasnya. Namun kewenangan itu, kata dia, berada di top manajement.
“Kalau kami ini kan berada di posisi middle management, yang memberikan saran, masukan, kajian dan sebagainya, mana yang baik, apa yang kurang baik, dan apa yang harus dilakukan oleh pimpinan daerah,” katanya menyiratkan bahwa ketukan palu akhir sepenuhnya merupakan wewenang Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono.
Dalam kesempatan itu, Rizal juga menyinggung soal pemberitaan yang dilakukan oleh tim investigasi. Dimana melalui liputan media itu, telah membuka mata banyak pihak, bahwa terdapat masalah di Kota Pontianak yang harus dibenahi.
“Sehingga (hasil pemberitaan tim media) ini menjadi perhatian Bapak Wali Kota Pontianak, sehingga harus dilakukan pengecekan pada seluruh, yang mungkin ada di tempat-tempat lain juga,” katanya.
Sungguhpun demikian, Rizal mengajak semua pihak untuk dapat memahami impact dari setiap tindakan dan mengimbau masyarakat agar tetap teduh di tengah heterogenitas serta dinamika kota yang menyertainya. Menurutnya, Pontianak memiliki persoalan yang multi kompleks. Pada level tertentu, penyelesaian permasalahan yang ada pun dapat dilakukan dengan berkolaborasi, bermediasi dan berdiskusi.
“Berkolaborasi dengan baik dengan masyarakat, kalau jam 2 waktunya (Win One) tutup ya sudah tutup, kalau tidak ada Narkoba ya sudah tidak ada Narkoba, kalau tidak ada jual minol golongan B dan C ya sudah jual golongan A. (Karena) mau di golongan A, dia (pembeli) minumnya diluar sana, mabuknya di Win One, sama juga,” katanya.
“Jadi tinggal dibuat saja kesepakatannya, dibuatkan perjanjiannya, ikuti sesuai dengan aturan dan perizinan, apa yang diminta masyarakat ya sudah ikuti, yang penting bisa berusaha. kita cari win-win solution, kami (posisinya) di tengah-tengah,” kata Rizal.
Agar lebih fokus dengan penyelesaian masalah, Rizal pun menyatakan agar Win One di-close selama satu minggu ini.
“Di-close sementara dulu, salah satunya untuk kita melakukan mediasi seperti ini. Buat saja pernyataan-pernyataan, kesanggupan, diatas materai. Manajemen juga harus selektif, apa yang dikhawatirkan oleh jemaah As-Salam (tidak terjadi),” sarannya.
“Tugas kami di Kesbangpol menjaga jangan sampai ada konflik kepentingan, konflik horizontal…karena yang paling tahu benar itu kan (warga) RT 1, RT 2, RT 4 RW 23 dan pengurus masjid As-Salam, buat kesepakatan antara kedua belah pihak,” kata Rizal terus mendorong.
Ia menyatakan jika sampai Win One melanggar kesepakatan yang telah dibuat antara warga dan WIn One itu, barulah win One dapat dikenakan sanksi.
“Kalau melanggar kesepakatan itu konsekuensinya Win One semuanya bisa dibekukan. Saya hanya sampaikan orang punya kesempatan kedua, saya bukan bilang second opinion tapi orang punya kesempatan kedua,” katanya.
“Berilah mereka kesempatan kedua untuk berinvestasi, untuk menceritakan bagaimana Pontianak ini dengan damai, dengan bahagia, menyelesaikan sebuah masalah. Ada kesempatan kedua inilah yang harus diterima kawan-kawan Win One untuk sama-sama kita sepakati,” tutup Rizal.
Debat kecil pun turut menghiasi selama mediasi berlangsung, masyarakat yang kekeh agar Win One harus ditutup segera, terus ditimpali dengan kalimat-kalimat persuasif oleh tim perwakilan dari Pemkot Pontianak. Bahkan tim Pemkot Pontianak menjanjikan, tak hanya pemerintah, masyarakat sendiri juga dapat mengawal bersama agar operasi Win One tetap dalam koridor kedepannya.
“Siapa yang mau ninjau tiap hari? Masyarakat tidak melarang orang mau berusaha, cuman jangan menghalalkan segala cara, jangan dijadikan tempat maksiat, apalagi ini di dekat masjid, tolonglah pengertian dari pihak-pihak terkait ini, bagaimana mengatasinya,” celetuk salah seorang warga yang hadir.
Ungkapan keresahan masyarakat dan jamaah ini pun kemudian ditangkap oleh Ketua Harian Pengurus Masjid As-Salam, Syarif Usman Alkadrie, dengan menegaskan kembali bahwa kesepakatan dan perjanjian atau apapun bentuknya–antara warga dengan Win One–tidak perlu dilakukan. Masyarakat dan jemaah hanya ingin fokus bahwa pemerintah segera memberikan sanksi terhadap Win One yang dianggap sudah melanggar Perda.
“Untuk perjanjian dalam hal ini tak perlu kita buat, karena Perda Nomor 23 Tahun 2002 dan Keputusan Wali Kota Nomor 306 Tahun 2015 itu sudah jelas tidak boleh mengecer atau menjual langsung untuk diminum (di sejumlah tempat),” tegasnya.
Tak hanya itu, Syarif Usman juga mengingatkan kembali, kalau di dalam Perda Nomor 23 juga secara jelas memuat bunyi, “Berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit dan pemukiman, itu ada jarak yang disepakati yang diatur dalam dalam Perda ini 500 meter,” katanya.
“Disini tidak usahlah debat kusir, jadi kami berharap, pemerintah daerah baca aturan yang sudah dibuat,” tegas Syarif Usman.
Syarif Usman menganggap bahwa perdebatan yang ada, serta indikasi ‘penggiringan opini’ terhadap sanksi dugaan pelanggaran yang dicoba direduksi menjadi sekedar ‘pertengkaran antar tetangga’ ini, hanya buang-buang waktu saja alias percuma. Karena yang ada, ujung-ujungnya semua pihak akan ‘melanggar’ kepatuhan atas aturan Perda yang sudah sejak lama disepakati oleh seluruh masyarakat Kota Pontianak.
“Percuma kalau kita mengadakan perdebatan disini, kemungkinan kalau kita debat disini, kalau kita setujui, kemungkinan Perda ini tidak akan terlaksana,” terangnya.
“Katanya tidak ada jual minuman keras, tapi terbukti disini, di media online, ada beberapa jenis minuman keras dari level A sampai level C, kemudian katanya disini tidak ada diskotek, tapi yang tertera di media online (diskotek) tertera disini, apakah diskotek itu sifatnya temporer, atau diskotek ini terlaksana sudah berapa lama?” kata Syarif Usman.
“Silahkan bapak-bapak yang berwenang menindaklanjuti hal-hal yang terjadi di Cafe Win One. (Yang namanya, red) cafe itu terbuka, tidak ada tertutup seperti Win One,” jelasnya lagi.
Alhasil, lantaran deadlock dan tak menuai kesepakatan, para hadirin yang hadir saat itu akhirnya bersepakat, agar rapat sementara diputus dan dijadwalkan kembali untuk waktu yang tidak ditentukan, dengan nantinya melibatkan secara lengkap sejumlah OPD-OPD terkait yang berwenang.
Guna menghormati kesepakatan yang ada, segenap pihak juga diminta untuk tidak melakukan hal-hal atau aksi-aksi yang nantinya dapat merugikan semuanya.
Terakhir, sebelum masyarakat kembali ke rumahnya masing-masing di Jalan Budi Karya, Komplek Villa Gama, Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, owner Win One, Erwin turut menjelaskan latar belakang kenapa dirinya berani dan percaya diri untuk melakukan kegiatan usaha di Jalan Budi Karya. Hal itu tak lain, karena dia mengaku, telah mendapat dukungan dari pemerintah melalui perizinan dan sejumlah ketentuan yang telah dikantonginya hingga saat ini.
“Mengenai perihal permohonan izin pada awalnya, kita mengikuti aturan dari manual pada 2012, dan sehingga kita mengantongi rekomendasi dan terbitnya perizinan. Kami tidak membela bahwa kami benar. Kami berusaha mengikuti peraturan dan aturan yang ada,” kata Erwin.
“Ijin kami terbit juga ada melalui sertifikasi, pengecekan lapangan, tim teknis OPD terkait. Bilamana saat itu izin kami tidak bisa (ditolak), kami pun tidak akan (berani) beroperasional,” jelas Erwin.
Ia pun mengatakan, kalau pihaknya sejak awal tidak bermaksud menyinggung banyak pihak, dengan melakukan dugaan pelanggaran. Namun sekali lagi, apa yang dilakukan Win One itu telah mendapat ‘restu’ dari Pemkot Pontianak.
“Kami tidak menyalahkan aturan, kami tidak juga membenarkan, kami hanya berusaha mengikuti aturan saja. Kami tidak serta merta sendiri mengeluarkan permohonan tanpa syarat, dan pastinya semuanya ada prasyarat yang sangat banyak untuk melengkapi hingga terbitnya suatu perizinan,” jelasnya mengakhiri. (Tim)
Comment