Mediasi Antara Petani Sawit dan PT PSP Berakhir Deadlock

KalbarOnline, Pontianak – Proses mediasi yang dilakukan DPRD Provinsi Kalbar, antara perwakilan masyarakat petani sawit dengan PT Peniti Sungai Purun (PSP) HPI Agro Kabupaten Mempawah, berakhir buntu (deadlock), pada Selasa (28/06/2022) kemarin.

Mediasi yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB di Kantor DPRD Provinsi Kalbar–dengan fokus pembahasan terkait “keadilan” pembagian hasil dari kebun plasma tersebut–bubar pada sore hari, tanpa adanya keputusan dari pihak PT PSP. 

IKLANSUMPAHPEMUDA

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi V DPRD Provinsi Kalbar dapil Mempawah-Kubu Raya, Ermin Elviani terang-terangan mengaku kecewa. Pihak PT PSP dianggap seolah tidak menghargai lembaganya, dengan tidak mau menandatangani hasil kesepakatan yang telah dibuat.

“PT PSP tidak menghargai lembaga kami dan pihak terkait yang hadir dalam rapat mediasi itu,” jelas Ermin.

Ermin menerangkan, dari mediasi tersebut, sebenarnya telah dihasilkan sejumlah poin penting dan tinggal disepakati antara kedua belah pihak. Namun dari sisi PT PSP menolak menandatangani kesepakatan tersebut.

Adapun poin-poin yang sudah dirumuskan tersebut, diantaranya:

  1. Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan revisi/perjanjian kerjasama (MoU) antara pihak pertama dan kedua, terhadap perjanjian kerjasama pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan mutual benefit nomor 3 (tiga) tanggal 25 September 2012 dengan notaris/PPAT E.K. Saputro, SH, M.Kn. 
  1. Para pihak akan mengutus tim untuk pembahasan terkait dengan revisi perjanjian yang sudah disampaikan di atas dengan dimediasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mempawah.
  1. Pembahasan revisi perjanjian sudah harus mencapai kesepakatan paling lambat 14 hari sejak ditandatangani kesepakatan ini.
  1. Hasil kesepakatan dituangkan dalam adendum dan disahkan di depan notaris yang sudah ditunjuk kedua belah pihak.
Baca Juga :  Serap Aspirasi Warga, Angeline Fremalco Reses di Pakumbang

Lantaran ketidaksediaan PT PSP menandatangani kesepakatan di atas, maka DPRD Provinsi Kalbar, kata Ermin, akan merekomendasikan kepada dinas terkait di Kabupaten Mempawah untuk menyelesaikan persoalan ini. 

“Sebenarnya dari rapat mediasi tadi sudah ada kesepakatan. Namun setelah selesai, dari PT PSP tidak mau menandatangani berita acara kesepakatan tersebut,” jelas Ermin.

Sebelumnya, mediasi memang berjalan cukup alot. Salah seorang perwakilan masyarakat, Zailani bahkan sempat meminta Polda Kalbar untuk turun melakukan penyelidikan serta mengaudit PT PSP.

“Tolong bapak kepolisian, audit persoalan tanah,” pintanya di hadapan Kasubdit Tipiter Dit Reskrimsus Polda Kalbar serta Anggota DPRD Provinsi Kalbar yang hadir kala itu.

Menurut Zailani, ada dugaan permainan mafia tanah di lokasi lahan PT PSP. “Tolong dibantu kami pak, update lahan mafia tanah. Biar ketahuan semuanya. Berapa plasma, berapa yang mereka bagi kepada kami,” jelas Zailani.

Soal “keadilan” pembagian bagi hasil perkebunan, Zailani meminta agar segera dilakukan revisi MoU kembali. Karena sistem pembagian 70-30 yang diterapkan dari MoU semula, dirasa tidak berlangsung transparan selama 12 tahun ini.

“Harus direvisi, karena bagi hasil kami tidak transparannya mereka ini 12 tahun masa tanam. Bisa 26 ton per tahun bagi hasil jika dirincikan. Bisa mencapai Rp 900 ribu perbulan. Faktanya jauh sekali,” katanya. Zailani menambahkan, ada petani yang hanya menerima Rp 50 ribu – Rp 60 ribu saja untuk per-satu hektare per-bulannya selama 12 tahun.

Baca Juga :  Tingkatkan Kualitas Pelayanan Listrik, PLN Kalimantan Jalin Kerjasama dengan Polda Kalbar

Sementara itu, Humas PT PSP, Paulus menyampaikan, untuk harga TBS kebun plasma, pihaknya mengacu pada harga yang telah ditetapkan oleh dinas perkebunan provinsi. 

“Bahwa mengapa ada bunyi Rp 50 ribu, karena memang di beberapa petani plasma penyerahannya berbeda-beda. Kita ada Rp 50 ribu, tapi 0,2 hektar,” katanya.

Paulus yang hendak dikonfirmasi lebih lanjut di sela-sela jeda pertemuan oleh wartawan, seolah mengelak. Hingga pertemuan berakhir, pihak PT PSP pun masih tidak berkenan memberikan tanggapan.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Suib menilai, perusahaan seharusnya melibatkan koperasi sebagai kepanjangan tangan petani untuk melakukan pengawasan.

“Keterbukaan perusahaan sangat perlu, supaya hitung-hitungannya bisa diakses oleh semua pihak yang berkepentingan,” kata Suib.

Menurut Suib, perusahaan sudah berkomitmen untuk membuat skema dan langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan petani.

“Makanya saya sarankan tadi (saat mediasi) supaya faktor-faktor dari pola kemitraan bisa ditekan, sehingga bisa ditambahkan angkanya terhadap pendapatan petani,” ucap Suib.

Suib juga mendorong petani bisa berdiksusi dengan kepala dingin agar segera bisa mencapai kesepakatan.

“Kedua belah pihak harus tawar-menawar kepentingan, (bagaimana) pendapatan petani tidak rendah, tapi perusahaan juga tidak rugi,” saran Suib. (Jau)

Comment