KalbarOnline, Ketapang – Tim kuasa hukum anak mantan Bupati Ketapang dua periode, almarhum Morkes Effendi, telah mengajukan permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka Muhammad Yasir Anshari dalam kasus penggelapan oleh Polres Ketapang ke Pengadilan Negeri (PN) Ketapang.
Muhammad Yasir Anshari sendiri telah ditahan di Mapolres Ketapang sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Februari 2023 lalu. Yasir, sapaan akrab politisi Partai Golkar ini dilaporkan oleh rekan bisnisnya pada 13 Maret 2022 lalu atas dugaan tindak pidana penggelapan.
Saat dikonfirmasi, kuasa hukum Muhammad Yasir Anshari, Tengku Amiril Mukminin mengatakan, kalau pihaknya telah mendaftarkan permohonan gugatan praleradilan ke PN Ketapang pada 3 Maret 2023 lalu untuk meminta pembatalan penetapan tersangka kliennya oleh Polres Ketapang.
“Hari ini sidang pertamanya, tetapi karena pihak Polres Ketapang belum siap jadi sidang ditunda oleh majelis hakim,” ucap Tengku Amiril Mukminin, Selasa (07/03/2023).
Tengku Amiril Mukminin mengatakan, kalau materi praperadilan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan KUHAP bertujuan agar adanya keseimbangan dalam proses penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
“Sesuai dengan KUHAP, praperadilan ini merupakan salah satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenangnya dari penyidik. Karena dalam kasus ini kami berpendapat bahwa penyidik Polres Ketapang telah keliru dalam menetapkan status tersangka pada klien kami yang seharusnya ini merupakan perkara perdata bukan pidana,” ucapnya.
Ia pun kemudian menjelaskan ihwal bergulirnya kasus itu hingga sampai ke ranah hukum, di mana pada 8 Juni 2021 lalu, Muhammad Yasir Anshari mendapatkan surat kuasa dari direktur PT Sumber Bumi Marau (SBM), Alfred Tatuhas untuk melakukan aktivitas penambangan hingga penjualan hasil tambang bauksit di Kecamatan Marau.
“Atas dasar surat kuasa itu lah, klien kami kemudian mencari rekan bisnis untuk bekerja sama yang akhirnya bertemu lah dengan saudara Dwi Gatra Sakti sebagai pemodal yang akan berinvestasi,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut Tengku Amiril Mukminin, klienya kemudian membuat perjanjian kerja sama dengan Dwi Gatra Sakti pada 23 Agustus 2021 lalu. Kemudian pada keesokan harinya, Dwi Gatra Sakti memberikan dana investasi secara bertahap sebanyak 4 kali dengan total nominal sebanyak Rp 5 miliar rupiah.
“Setelah itu, maka berlakulah perjanjian itu. Kemudian dengan uang itu klien kami melakukan sosialisasi pada bulan September 2021 untuk inventarisir lahan, membeli alat produksi dan persiapan produksi di tambang,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menceritakan, kalau kemudian pada tanggal 14 Oktober 2021 tanpa sepengetahuan kliennya, telah terjadi peralihan saham PT SBM yang membuat direktur utama pada perusahaan itu secara otomatis berganti, yakni dari Alfred Tatuhas ke Junaidi. Direktur baru PT SBM kemudian mencabut surat kuasa yang telah dikeluarkan direktur sebelumnya kepada Muhammad Yasir Anshari untuk mengelola aktivitas pertambangan.
“Direktur PT SBM yang baru yaitu Junaidi SP melayangkan surat kepada klien kami yang berisikan pencabutan surat kuasa penambangan, pencucian dan penjualan hasil tambang dari direktur sebelumnya Alfred Tatuhas. Otomatis segala kegiatan pertambangan lokasi IUP PT SBM dihentikan oleh klien kami, meski telah mengeluarkan dana yang sangat besar yakni dana dari investasi dan dana pribadinya,” ungkapnya.
“Mungkin karena surat pencabutan itulah yang juga diketahui oleh saudara Dwi Gatra Sakti merasa kalau investasinya sudah tidak menguntungkan lagi karena klien kami sudah tidak bisa bekerja di perusahaan itu lagi,sehingga ia meminta kembali dana yang telah dia investasikan,” imbuhnya.
Menurut Tengku, kliennya tidak menghindari tanggung jawab dan menunjukkan itikad baik terhadap Dwi Gatra Sakti untuk mengembalikan dana investasinya meskipun dirinya juga telah merugi akibat diputus kontrak secara sepihak oleh direktur baru PT SBM.
Tengku menyebut kala kliennya telah beritikad baik, terlihat dari adanya surat kesepakatan dengan nomor: 002/MYA-DGS/PPKS/I/2022 dengan Dwi Gatra Sakti yang dibuat tanggal 4 Januari 2022 yang berisikan kalau klien kami akan mengembalikan uang investasi sebesar Rp 5 miliar rupiah itu dengan tenggat waktu hingga tanggal 7 juli 2022,” ujarnya.
“Namun sebelum tanggal yang disepakati berakhir, klien kami telah dilaporkan oleh orang yang bukan terlibat bail dalam hal dana investasi maupun perjanjian di bulan januari dengan tuduhan penggelapan dana. Harusnya jika kita lihat historis tadi masing masing pihak mengetahui adanya surat kuasa dari PT SBM kepada klien kami dan kemudian surat kuasa itu di cabut oleh direkrut baru. Akibat itu klien kami juga merugi,” sambungnya.
Tengku juga menyebutkan, kalau seharusnya penyidik Polres Ketapang sejak awal telah mengetahui bahwa ini adalah perkara aquo terjadi atas dasar awalnya ada surat kuasa dari Direktur PT SBM, Alfred Tatuhas yang menjadi dasar kerja sama kliennya dengan Dwi Gatra Sakti dalam usaha pertambangan yang kemudian terhenti akibat adanya surat pencabutan kuasa dari Direktur PT SBM yang baru yakni Junaidi.
“Secara hukum kesemua hal tersebut menunjukan fakta hukum adanya hubungan keperdataan dan bukan merupakan perbuatan pidana. Oleh karena itu seharusnya berdasarkan KUHAP penyidik Polres Ketapang menghentikan proses penyidikan terhadap klien kami karena ini merupakan perkara keperdataan bukan pidana,” katanya.
Pihaknya berharap, majelis hakim PN Ketapang dapat mencermati materi gugatan praperadilan yang telah disampaikan dengan sejumlah fakta-fakta mengenai kalau perkara kliennya bukan merupakan tindakan pidana melainkan perkara keperdataan.
“Tinggal nanti kita tunggu saja hasilnya. Semoga hakim dapat melihat fakta-fakta yang kita tampilkan,” tandasnya. (Adi LC)
Comment