Pilih Kasih! Kepala BNPB Terkesan Keras ke Peladang, Lembek ke Korporasi

KalbarOnline, Pontianak – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia (RI), Suharyanto meminta pemerintah daerah meninjau kembali peraturan mengenai pembukaan lahan perladangan berbasis kearifan lokal. Bahkan, ia menyarankan apabila masih ada peraturan daerah (perda) yang memperbolehkan hal tersebut untuk dicabut.

Hal itu disampaikan Suharyanto saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Tahun 2023 di Balai Petitih, Kantor Gubernur, Rabu (20/09/2023).

IKLANSUMPAHPEMUDA

Pernyataan itu berawal saat dirinya menyebutkan tentang enam arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam pengendalian karhutla. Suharyanto mengatakan, enam arahan tersebut bukanlah hal baru, dirinya pun menggarisbawahi pada poin kelima dan poin keenam. Pada poin kelima, presiden menekankan pentingnya untuk tidak membiarkan api membesar sehingga sulit dikendalikan.

“Sekarang (kalau) sudah ada api jangan biarkan api membesar, itu petunjuk presiden, harus tanggap, dan jangan sampai terlambat,” ungkapnya.

Kemudian poin keenam, presiden meminta agar langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi.

“Ini Pak Wakapolda ini, mohon itu gak ada lagi perda-perda, mau tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota itu toleransi membakar. Gak usahlah, gak ada saya rasa kearifan lokal membakar itu gak ada itu. Mau 0,1 hektare, 0,2 hektare, itu nanti kalau sudah kebakaran bagaimana? Memang api bisa memilih, sudah, nanti kalau sudah 0,2 hektare kita mati sendiri, kan gak bisa,” tegasnya.

Untuk itu, Suharyanto meminta, perda-perda terkait dibolehkannya pembukaan ladang dengan cara dibakar agar ditinjau kembali. Ia merasa toleransi yang demikian tidak perlu diberikan.

“Pak Kapolda, Pak Wakapolda dicek lagi, dikoordinasikan. Akibat yang ditanggung oleh negara ini tidak sedikit, akibat kelalaian ataupun akibat kita terlalu banyak toleransi itu,” katanya.

Suharyanto menyarankan, jika memang ada masyarakat yang sangat membutuhkan untuk membuka lahan, maka pemerintah daerah (pemda) atau pihak terkait setempat bisa membantu. Seperti disebutkan dia, di beberapa daerah lain di Indonesia, telah disiapkan alat berat dari pemerintah daerah, serta unsur TNI-Polri, untuk membantu masyarakat membuka lahan.

Baca Juga :  Soal Kondisi Kesehatannya, Rizieq Shihab Disarankan Terbuka

“Begitu memang betul-betul membutuhkan, miskin, dia (masyarakat) mau buka lahan satu hektare, dibantu. Dibukakan sama pemerintah daerah, daripada dikasih opsi untuk boleh membakar,” kata Suharyanto.

“Nanti kalau boleh membakar dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin mendapat keuntungan dari kebijakan. Nah ini mohon ditinjau-tinjau kembali,” tambahnya.

Sebelumnya, pada Agustus lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meng-overlay titik panas, di mana terindikasi adanya sekitar tujuh ribu titik panas di lahan korporasi. Saat disinggung sejauh mana BNPB mendorong penegakan hukum atas dugaan itu, Suharyanto terkesan lembut pada korporasi, lalu melemparkan tanggung jawab itu ke pihak kepolisian.

“Penegakkan hukum nanti tanya Pak Wakapolda ya, memang titik api itu ribuan, itu tidak usah terlalu menjadi masalah. Yang penting kan upaya untuk memadamkannya. Sekarang memang titik-titik api itu sudah padam. bahkan ada warning dari Singapura yang khawatir adanya asap sudah menyebrang. Kita pastikan tidak,” jelasnya.

“Jadi untuk penegakan hukum silakan tanya ke unsur polri. Tapi saya yakin dari aparat penegakkan hukum sudah mengambil tindakanlah untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang luas akibat ulah manusia,” tutur Suharyanto menambahkan.

Seperti diketahui, mengenai pembukaan lahan perladangan berbasis kearifan lokal, di Kalbar sudah ada aturan turunan yang dibuat berdasarkan beberapa Undang-undang (UU), dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di atasnya. Yakni Peraturan Daerah (Perda) Kalbar Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pembukaan Lahan Perladangan Berbasis Kearifan Lokal, yang berlaku untuk kawasan ladang atau pertanian di luar lahan gambut.

Di dalam pasal lima pada perda itu dijelaskan mengenai pembakaran terbatas dan terkendali. Ayat satu dalam pasal tersebut disebutkan bahwa, peladang dapat membuka lahan yang bertujuan untuk kegiatan perladangan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat.

Ayat kedua, pembukaan lahan perladangan sebagaimana dimaksud pada ayat satu, dapat dilakukan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali. Kemudian di ayat tiga disebutkan, pembakaran terbatas dan terkendali sebagaimana dimaksud pada ayat dua, paling luas dua hektare per Kepala Keluarga (KK).

Baca Juga :  Penanganan Karhutla 2023, Kalbar Masuk Provinsi Prioritas

Lebih lanjut di ayat empat dijelaskan, pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan dengan cara, pertama membuat sekat bakar sekeliling lahan dengan lebar yang cukup dan aman untuk mencegah perjalanan api ke lahan sekitarnya. Kedua menyediakan bahan dan peralatan pemadam api yang memadai.

Ketiga memberitahukan pemilik lahan yang berbatasan sebelum melakukan pembakaran. Keempat pembakaran dilakukan secara bergiliran yang diatur oleh perangkat desa/kelurahan sesuai dengan kondisi lapangan. Kelima pembakaran dimulai dari tepi lahan dan sesuai kondisi arah angin di lokasi. Keenam harus dijaga secara bersama-sama dan tidak diperkenankan meninggalkan lahan yang sedang dibakar, sebelum api benar-benar padam.

Selanjutnya ketujuh, menggunakan dan mengutamakan tata cara tradisional sesuai kearifan lokal masyarakat setempat. Lalu yang terakhir, tidak mengakibatkan lahan orang lain ikut terbakar dan mengganggu keselamatan orang.

Selain itu di ayat lima disebutkan juga, pembakaran lahan perladangan yang berbatasan dengan dan/atau sekitar daerah areal izin usaha dan/atau usaha perorangan, pemilik usaha wajib berperan serta dalam mengamankan proses pembakaran lahan perladangan terbatas terkendali.

Kemudian di ayat enam, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembakaran perladangan terbatas dan terkendali sebagaimana dimaksud di ayat dua, diatur dengan peraturan gubernur (pergub).

Sementara ayat tujuh menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai sekat bakar dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Sekat Bakar. 

Dalam pasal enam perda tersebut juga menegaskan bahwa, pembakaran terbatas dan terkendali sebagaimana dimaksud pada pasal lima ayat dua, tidak boleh dilakukan di lahan gambut. (Jau)

Cek Berita dan Artikel lainna di Google News

Comment