BNPB Dinilai Hanya Cari Kambing Hitam Lewat Pencabutan Perda Membuka Lahan Berbasis Kearifan Lokal

KalbarOnline, Pontianak – Kadiv Kajian dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam menilai, bahwa sikap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto yang sinis terhadap cara bertani komunitas dengan berladang berpotensi menyebabkan krisis pangan, bilamana apa yang diharapkannya diamini.

Ia menyebut, kalau pernyataan Suharyanto yang meminta kepada seluruh pemerintah daerah, termasuk Pemprov Kalbar, untuk mencabut perda pembukaan lahan perladangan berbasis kearifan lokal tersebut bukan malah menawarkan solusi, melainkan justru menebar kekhawatiran dan rasa takut bagi para peladang—yang sebaiknya dihentikan Suharyanto.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Mereka lupa bahwa disaat krisis pangan, para peladang justru dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri tanpa harus membebani negara selaku pemangku kewajiban asasi warganya,” jelasnya.

Seperti diketahui, Pemprov Kalbar juga mempunyai aturan soal membuka lahan perladangan berbasis kearifan lokal, yakni Perda Provinsi Kalbar Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pembukaan Lahan Perladangan Berbasis Kearifan Lokal.

“Tentu saja. Kepada saudara-saudara Peladang kita berharap agar tetap berladang dengan berkearifan lokal dan mengoptimalkan mekanisme internal komunitas dalam memastikan penyelesaian bila terjadi persoalan yang dialami saat berladang,” kata Hendrikus.

Dirinya meminta, agar para peladang jangan takut berladang dengan cara-cara tradisional dan tetap melakukannya secara terkendali. Karena dengan berladang, masyarakat di komunitas akan tetap berdaulat atas sumber-sumber agraria dan lingkungannya.

Sebaliknya, menurut Hendrikus, pernyataan Suharyanto bernada tendensius dan cenderung menyudutkan peladang tradisional. Parahnya lagi, pernyataan itu disebutkan Hendrikus sudah bertentangan dengan konstitusi.

Baca Juga :  Wagub Kalbar Tinjau PLBN Jagoi Babang

“Sebab Perda Perlindungan praktik berladang berkearifan lokal sendiri merupakan turunan dari undang-undang di atasnya, yang justru sejalan dengan kemauan pemerintah melalui produk hukum yang diterbitkan,” kata Hendrikus.

Lebih lanjut dirinya menilai, bahwa pernyataan yang dilontarkan Suharyanto itu tak lebih hanya sebagai upaya mencari kambing hitam atas ketidakmampuan BNPB dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Ketidaksanggupan BNPB mengatasi karhutla sebaiknya tidak dengan gegabah lantas menyudutkan masyarakat yang membuka lahan pertanian dengan berladang dengan cara membakar terkendali,” cecarnya.

Oleh sebab itu, Walhi Kalbar meminta agar sebaiknya BNPB melakukan introspeksi dan evaluasi serius atas pendekatan mitigasi maupun adaptasi atas persoalan karhutla yang selama ini terus berulang.

“Ada kesan BNPB lebih tampak tajam ke bawah, namun tumpul ke atas dalam menyikapi persoalan karhutla. Atas sejumlah kasus karhutla di areal konsesi misalnya, justru tidak begitu tampak BNPB garang, sebaliknya pada masyarakat peladang yang jelas memiliki payung hukum justru ‘ngegas’. Sikap paradoks ini perlu wajar kiranya kami pertanyakan,” kata Hendrikus.

Sebagaimana diketahui, setidaknya ada 4 perusahaan yang disegel Gakkum KLHK beberapa waktu lalu di Kalbar, 2 perusahaan diantaranya pernah disegel oleh penegak hukum.

“Dan 4 perusahaan yang disegel tersebut merupakan bagian kecil dari 235 konsesi dengan jumlah 7.376 hotspot sepanjang Agustus 2023 lalu,” bebernya.

Baca Juga :  Dekranasda Pontianak Turut Ramaikan Pameran Kriyanusa 2017

Pada sisi lain, lanjut Hendrikus, BNPB menyarankan agar membuka lahan pertanian dengan alat berat yang memang kecil kemungkinan menggunakan api, namun demikian bila yang dimaksud adalah program cetak sawah, maka dipastikan hal tersebut diragukan keberhasilannya. Sebab selama ini program serupa melalui perkebunan pangan (food estate) misalnya, justru sebagian besar terbengkalai.

“Jadi terkesan cara seperti ini lebih berbasis hanya proyek semata. Tentu saja, warga di tingkat tapak tidak anti dengan cetak sawah, namun keberlanjutan dan kesesuaian lahan yang didukung dengan sumber daya yang mumpuni disesuaikan dengan kultur tempatan menjadi sangat menentukan keberhasilannya,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia (RI), Suharyanto meminta pemerintah daerah meninjau kembali peraturan mengenai pembukaan lahan perladangan berbasis kearifan lokal. Bahkan, ia menyarankan apabila masih ada peraturan daerah (perda) yang memperbolehkan hal tersebut untuk dicabut.

Hal itu disampaikan Suharyanto saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Tahun 2023 di Balai Petitih, Kantor Gubernur, Rabu (20/09/2023). (Jau)

Cek Berita dan Artikel lainna di Google News

Comment