KalbarOnline, Mempawah – Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Mempawah bersama sejumlah perwakilan takmir masjid di kabupaten itu mengadakan Acara Silaturahmi Takmir Masjid di Aula Masjid Besar Al-Falah, Selasa (03/10/2023).
Acara ini bertujuan untuk memperkuat ukhuwah islamiyah di antara para takmir masjid dan sekaligus membahas peran penting masjid sebagai sarana untuk mewujudkan pemilu 2024 yang aman, damai dan sejuk.
Dalam sambutannya, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Mempawah, Muhammad Pagi menekankan pentingnya menjadikan masjid sebagai tempat utama ibadah.
“Saya sebagai Ketua DMI Kabupaten Mempawah meminta kepada seluruh takmir masjid di Kota Mempawah untuk tidak menjadikan masjid sebagai arena berpolitik praktis,” jelasnya.
Muhammad Pagi menyebutkan, saat ini Kabupaten Mempawah memiliki sebanyak 240 masjid dan 389 surau. Ia mengiginkan edukasi mengenai pemilu damai ini mesti disebarkan kepada seluruh jemaah di tiap masjid dan surau tersebut.
“Jika kita tidak memberikan edukasi yang tepat, maka perbedaan pendapat antara pengurus masjid dan jamaah dapat timbul. Inilah sebabnya mengapa mereka telah berkumpul, agar pemilu 2024 dapat berjalan dengan aman dan damai,” ujarnya.
Muhammad Pagi juga mengungkapkan, kalau saat ini ada lebih dari 200 pengurus masjid yang hadir dalam kegiatan ini, mewakili Kecamatan Mempawah Timur dan Mempawah Hilir.
Sementara itu, Ketua DMI Provinsi Kalimantan Barat, Ria Norsan menyatakan, bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjadikan masjid sebagai tempat ibadah yang suci, termasuk surau dan langgar.
“Kita hanya melarang aktivitas politik praktis di dalam tempat ibadah, namun di luar tempat ibadah, kita dapat berpolitik. Demikian juga, pengurus masjid memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik. Terutama dalam era informasi digital, isu-isu hoax di media sosial harus dicermati dengan cermat melalui verifikasi dan pengecekan informasi yang baik,” tutur Norsan.
Dalam kesempatan yang sama, Ustadz Wahidi Sajadi mengingatkan tentang dampak negatif ketika masjid terlibat dalam politik praktis.
“Takmir masjid adalah pengelola masjid, dan ketika masjid dijadikan sebagai arena politik praktis, itu dapat mengganggu ibadah dan mengubah masjid, (dari semula) tempat berkumpulnya berbagai elemen masyarakat, menjadi ajang kampanye politik,” kata dia.
“Hal ini berpotensi menyebabkan perpecahan, yang pada akhirnya dapat merusak peran penting masjid sebagai pemersatu dalam keberagaman,” jelas Wahidi.
Ia pun menganggap, bahwa kegiatan ini sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada takmir masjid agar dapat menjaga masjid sebagai tempat pemersatu umat dan tetap memprioritaskan fungsi utamanya sebagai tempat ibadah. (Indri)
Comment