KalbarOnline, Pontianak – Isu dugaan penyalahgunaan wewenang dengan pemaksaan hukum yang cacat prosedur oleh aparat kembali mengemuka. Kali ini oknum penyidik di Kantor Bea Cukai Entikong berinisial RB dilaporkan ke Polres Sanggau atas dugaan perampasan satu unit mobil dengan nomor polisi KB 1428 HJ.
Cerita ini berawal dari adanya penangkapan seorang warga berinisial IS, terkait dugaan penyelundupan beberapa dus rokok ilegal di Kabupaten Sintang, pada Sabtu 2 Desember 2023.
Kepada wartawan, Selasa (19/12/2023), Bayu menerangkan, kalau kasus ini bermula ketika kendaraan kliennya diberhentikan oleh anggota Satres Narkoba Polres Sekadau, lantaran menurut polisi, pihaknya mendapat informasi jika IS membawa narkoba.
“Klien saya pulang dari Sintang pada Jumat malam 1 Desember 2023 setelah mengantar pesanan rokok ke pembelinya. Lalu sesampainya di Sekadau, langsung dihentikan anggota narkoba Polres Sekadau,” kata Bayu.
Bayu merasa, hingga pada puncak pelaporan pihaknya terhadap oknum penyidik Bea Cukai (BC) Entikong tersebut, terdapat beberapa kejanggalan yang dirasakan. Mulai dari dugaan keterlibatan kliennya membawa narkoba hingga mobilnya disita.
Lanjut cerita, setelah diberhentikan di tengah jalan, malam itu IS kemudian digelandang ke Mapolres Sekadau untuk dilakukan penggeledahan badan dan kendaraan. Di mana hasil dari pemeriksaan tersebut tidak ditemukan barang apapun di dalam mobil, termasuk narkoba yang diduga sebelumnya.
Setelah itu, kata Bayu, tidak lama kemudian datang dua orang pembeli rokok ke Polres Sekadau menemui kliennya untuk membatalkan transaksi pembelian rokok tanpa cukai serta meminta uangnya senilai Rp 24 juta dikembalikan, dan barang yang dibeli yaitu rokok tanpa cukai tersebut dipindahkan kembali ke mobil kliennya lalu difoto dan divideokan oleh petugas Polres Sekadau.
“Untuk diketahui, berdasarkan keterangan klien kami, sebelumnya ia dan orang tersebut telah selesai melakukan transaksi jual beli rokok tanpa cukai di simpang Pinoh Sintang,” ungkap Bayu.
Keanehan berlanjut, pada Sabtu 2 Desember 2023, petugas Polres Sekadau menghubungi BC Entikong dan menyampaikan bahwa pihaknya menemukan barang bukti rokok tanpa cukai di mobil kliennya. Lalu pada sore harinya, IS beserta barang bukti rokok tanpa cukai berikut mobilnya langsung dibawa ke Kantor BC Entikong untuk diperiksa lebih lanjut.
“Dalam pemeriksaan tersebut klien kami langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan sampai dengan 21 Desember 2023,” tutur Bayu.
Bayu menerangkan, sejak hari Senin tanggal 3 sampai dengan 9 Desember 2023, kliennya IS dititipkan oleh penyidik BC Entikong ke ruang tahanan Polsek Sekayam (jajaran Polres Sanggau). Namun sejak 10 Desember 2023, penahanan kliennya digeser ke ruang tahanan Polres Sekadau sampai dengan sekarang.
“Pada waktu itu klien kami diminta uang sebesar Rp 130 (juta, red) untuk membayar denda atas dugaan pelanggaran cukai. Tetapi karena perhitungan denda tersebut tidak jelas dan rinci, maka denda itu belum dibayar,” kata Bayu.
Bayu menengarai, bahwa penyitaan mobil yang dilakukan oleh oknum penyidik BC Entikong tersebut tidak sesuai prosedur hukum, lantaran tidak mengantongi izin dari pengadilan, sehingga perbuatan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BC Entikong itu merupakan perbuatan melawan hukum.
Oleh karenanya Bayu menduga, kalau tindakan oknum penyidik BC Entikong tersebut dimaksudkan untuk menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain dalam hal pelaksanaan upaya paksa terhadap barang bukti satu unit mobil yang disita atas pelanggaran cukai rokok sejak tanggal 2 Desember 2023.
Bayu mengatakan, pada Jumat 15 Desember 2023, ia telah mendatangi Kantor BC Entikong untuk menanyakan Berita Acara (BA) Sita dan Surat dari Pengadilan terkait penyitaan barang bukti mobil. Namun surat yang dimaksud tidak ada.
“Tidak lama setelah itu kami mendapat informasi dari klien bahwa salah seorang petugas Narkoba Polres Sekadau ada meminta tanda tangan BA Sita kepada tersangka yang berada di tahanan Polres Sekadau,” beber Bayu.
Mendapat informasi itu, Bayu langsung mendatangi Polres Sanggau untuk membuat pengaduan atas perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh oknum penyidik BC Entikong atas dugaan telah melakukan perampasan atau menyita mobil tanpa mengantongi surat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri Sanggau.
Bayu menegaskan, tindakan oknum penyidik BC Entikong tersebut jelas-jelas telah melanggar ketentuan hukum acara Pasal 38 ayat 1, Pasal 38 ayat 2 KUHAP, yang mana dalam pasal tersebut diatur secara tegas penyitaan hanya dapat dimaknai sama dengan wajib atau harus dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat dan mendapat pengecualian sebagaimana dimaksud oleh dalam keadaan yang mendesak diperbolehkan tapi tetap diwajibkan segera melapor ke pengadilan untuk memperoleh persetujuan.
Bayu melanjutkan, selain upaya paksa penyitaan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara, oknum penyidik BC Entikong itu juga dinilai salah dalam penerapan hukum terhadap dugaan pelanggaran cukai rokok. Karena melakukan penindakan mendasar pada Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabean dan Cukai, yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada tanggal 22 November 2023.
“PP Nomor 55 Tahun 1996 tersebut telah diganti dengan PP Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai Untuk Kepentingan Penerimaan Negara,” tegas Bayu.
Lebih jauh Bayu menerangkan, dalam peraturan tersebut, sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum bidang cukai (ultimum remedium), yang mana penerapan konsep ultimum remedium atas pelanggaran pidana di bidang cukai selaras dengan konsep penegakan hukum di bidang perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Bayu menyatakan, dalam pelanggaran pidana di bidang cukai, yang dirugikan adalah negara, maka penegakkan hukum dengan membayar administratif denda wajib disetor ke rekening resmi pemerintah dengan nilai denda harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku bukan semaunya atau selera penyidiknya.
Ia menambahkan lagi, apabila tahapan tersebut telah dilaksanakan dengan benar maka proses pemidanaan baru bisa berjalan dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, hal tersebut sebagaimana termuat dalam Pasal 40B, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai Untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
“Menurut kami permintaan sejumlah uang oleh oknum agar mobil tersebut bisa diambil oleh pemiliknya jelas bertujuan mendapatkan keuntungan untuk diri sendiri dan atau orang lain,” tegas Bayu.
Bayu pun menyatakan, dari upaya paksa penyitaan mobil tersebut dengan tidak memenuhi tata cara yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah perbuatan melawan hukum.
Terpisah, Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kantor Direktorat Jenderal Beacukai Kalbagbar, Murtini menjelaskan, bahwa denda ratusan juta yang dimaksud merupakan mekanisme ultimum remedium, di mana sanksi pidana dipertimbangkan sebagai opsi terakhir jika sanksi administrasi dan sanksi perdata belum mampu menyelesaikan pelanggaran hukum yang terjadi.
Mekanisme itu dikatakan Murtini sesuai PP Nomor 54 Tahun 2023, yang mana proses pidana dapat dihentikan jika pelanggar hukum dapat membayar denda.
“Terkait penyitaan mobil dan BB (barang bukti) lainnya sudah dilakukan permohonan ke pengadilan dan sudah ada penetapan penyitaan dari pengadilan,” katanya.
Sementara terkait pelaporan salah seorang oknum penyidik BC Entikong ke Polres Sanggau, Murtini mengatakan, nanti dari pihak Polres Sanggau dan KPPBC Entikong akan melakukan klarifikasi ke media dalam waktu dekat.
“Untuk waktunya mohon ditunggu ya,” tutup Murtini. (Jau/Tim)
Comment