KalbarOnline, Pontianak – Ratusan massa, mulai dari Aliansi Buruh Sambas-Bengkayang (ABSB), LBH Kalbar hingga Solidaritas Mahasiswa mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak, pada Jumat (15/03/2024).
Kedatangan mereka guna menuntut agar Kejari Pontianak segera menghentikan upaya kriminalisasi dan membebaskan Mulyanto, yang merupakan bagian dari dari ABSB.
Asep Mulia, selaku koordinator lapangan (korlap) dari ASKI Buruh Sambas-Bengkayang menyatakan, bahwa kedatangan sejumlah elemen ke Kantor Kejari Pontianak ini merupakan bentuk dukungan penuh dan solidaritas massa aksi terhadap Mulyanto.
Massa menilai, kriminalisasi Mulyanto tidak bisa dilepaskan dari mangkirnya PT Duta Palma Group (milik koruptor Surya Darmadi yang telah terbukti di Pengadilan telah merugikan negara triliunan rupiah) dalam memenuhi berbagai hak normatif ribuan buruh di puluhan anak perusahaan Duta Palma di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang.
“Hak-hak buruh seperti pemotongan upah, jaminan kesehatan, dan lain-lain tak dipenuhi oleh PT Duta Palma Group selama 17 tahun hingga saat ini,” terang Asep.
Atas mangkirnya perusahaan dari kewajibannya, buruh melakukan mogok kerja dan aksi damai pada Mei, Juni dan Agustus 2023. Namun pada 19 Agustus 2023, aksi damai buruh dibubarkan secara brutal dengan kabut gas air mata dan hujan peluru karet oleh polisi.
“Padahal, saat itu buruh melakukan aksinya secara damai dan tertib serta berlokasi di dalam wilayah perusahaan sehingga tidak mengganggu akses publik. Akibatnya, situasi aksi damai menjadi tak terkendali, karena buruh harus mempertahankan diri mereka, menyelamatkan teman-teman mereka (terutama buruh perempuan), dan anak-anak,” bebernya.
Berselang 2 bulanan, alih-alih meminta maaf karena menyerang massa aksi damai secara brutal, Mulyanto yang merupakan bagian dari perjuangan buruh PT Duta Palma Group, ditangkap dan ditahan oleh Polda Kalbar. Mulyanto disangkakan menggunakan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 ayat (1) tentang perusakan, bahkan menggunakan Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Darurat No 12 Tahun 1951 tentang penggunaan senjata api dengan ancaman hukuman maksimal yaitu hukuman mati.
Demi Keadilan dan Kemanusiaan
Mewakili suara ratusan massa, Asep menyatakan, bahwa kejaksaan seharusnya jangan menutup mata pada rangkaian peristiwa yang ada tersebut.
“Bahwa ada latar belakang berupa mangkirnya perusahaan terhadap kewajibannya, aksi mogok damai buruh yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang, dan pembubaran paksa secara brutal oleh aparat Kepolisian,” tekannya.
Menurut massa, penggunaan hukum pidana yang dilakukan kepolisian terhadap Mulyanto ialah bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan warga negara yang sah.
“Aliansi buruh hadir ke Kejaksaan juga membuktikan bahwa aksi buruh berlandaskan kesadaran, sebagai korban dari keserakahan PT Duta Palma dan bukan karena diprovokasi apalagi dihasut,” kata dia.
Selain itu, brutalitas aparat pada 19 Agustus 2023 yang menjadi pemicu, sehingga terjadi kondisi yang tidak terkendali, adanya senjata api dalam aksi damai, dianggap sebagai sesuatu yang mengada-ngada belaka. Terlebih, jika itu dikenakan kepada Mulyanto.
“Dalam hal itu pun, seharusnya kejaksaan membuka hati untuk membebaskan Mulyanto dari berbagai tuduhan, dan membiarkan Mulyanto untuk bebas dan kembali ke keluarganya,” kata Asep.
“Mulyanto telah menjalani lebih dari 120 hari masa tahanan, dan terlebih lagi saat ini memasuki bulan suci Ramadhan ini, di mana setiap warga negara seharusnya dapat berkumpul dengan keluarganya dalam menjalankan ibadah puasa,” lanjutnya.
Dalam kesempatan aksi buruh dari ABSB PT Duta Palma ini, pihak penasehat hukum Mulyanto dari LBH Kalbar dkk menyampaikan surat permohonan penangguhan/pengalihan penahanan Mulyanto, dengan istri Mulyanto dan ratusan buruh menjadi penjaminnya.
“Untuk itu, sekali lagi disampaikan, agar pihak Kejaksaan Negeri Pontianak tidak menutup mata dan membuka hati,” tegas Asep. (Jau)
Comment