KalbarOnline, Pontianak – Guna memperkenalkan peninggalan sejarah yang telah maupun belum ditetapkan sebagai cagar budaya kepada masyarakat, Komunitas Wisata Sejarah (Kuwas) Pontianak menggelar diskusi heritage (distage) di SD Suster, Jalan R.A Kartini, Kota Pontianak, Sabtu (18/05/2024).
Diskusi yang mengusung tema “Pendidikan, Distage” tersebut dihadiri oleh Founder Komunitas Wisata Sejarah, Haris Firmansyah, Dosen Pendidikan Sejarah Universitas Tanjungpura (Untan), Rikaz Prabowo, dan Dosen Arsitektur Politeknik Negeri Pontianak (Polnep), Wahyudin Ciptadi.
Distage ini diikuti 40 orang peserta yang terdiri dari mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum.
Rikaz Prabowo mengatakan, bahwa bangunan SD Suster yang juga satu komplek dengan SMP Suster itu merupakan bangunan volkschool atau sekolah tingkat I pertama di Pontianak, bahkan Kalimantan Barat.
“Bangunan ini berumur hampir 1 abad dan inilah volkschool atau vervolgschool atau sekolah tingkat dasar yang didirikan karya missi di Pontianak seperti HIS, ELS, HCS,” katanya.
Ia menyebut, kalau lokasi bangunan ini merupakan bangunan sekolah pertama di Pontianak yang kemudian pengelolaannya diambil alih oleh SFIC.
“Sekolah khusus putri guru-gurunya adalah suster. Sedangkan sekolah khusus putra gurunya adalah bruder. Oleh sebab itu, terdapat SD, SMP Suster dan SD, SMP Bruder,” kata Rikaz.
Wahyudin Ciptadi dalam kesempatan itu turut memaparkan tentang bagaimana style bangunan SD Suster.
“Jika kawan-kawan lihat bentuk atap SD Suster ini bergaya pelana. Di Kalbar sendiri terdapat 3 gaya atap yakni pelana, limasan dan perisai” katanya.
Peserta mengikuti diskusi di ruang terbuka sambil duduk bersila. Mereka kemudian mengeksplor seluruh bangunan SD Suster baik ruang kelas, kolam penyimpanan air dan laboratorium.
Distage kali ini lebih memberikan warna tersendiri. Peserta diberikan bekal mengenai tahap pendokumentasian arsitektur bangunan cagar budaya SD Suster Pontianak.
Setelah itu, peserta diberikan kertas selembar untuk dapat mengklasifikasikan bangunan tersebut dalam tahapan yang sudah tersedia. Kemudian mengeksplor bangunan Biara Immaculata atau tempat tinggal suster.
Terakhir ke Kerkoff atau pekuburan Belanda, di mana bermakam Misionaris atau bapak pembawa missi, Z. H. EXC. MGR Pasificus Johannes Boss, OM CAP.
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Untan, Aqif mengatakan, bahwa ia sudah beberapa kali mengikuti kegiatan yang digelar KUWAS.
“Saye udah tige kali ikut kegiatan Kuwas. Menurut saye Kuwas tak hanye sekadar memperkenalkan Cagar Budaya. Tapi juga mengajarkan nilai budaya, moral, dan toleransi kepada peserta distage,” ungkapnya dengan dialek Melayu yang khas.
Gilang M Pangastomo yang kali pertama mengikuti distage, bersyukur dapat menambah wawasan kesejarahan dan arsitektur bersama narasumber kompeten.
“Kini saya melihat komplek persekolahan Suster tidak hanya sebagai gedung sekolah peninggalan kolonial saja, namun juga terdapat sejarah panjang terkait pendidikan di Bumi Khatulistiwa. Semoga kedepannya acara seperti ini diadakan lagi, dengan diskusi dan lokasi lain,” harapnya.
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Untan, Yogi mengapresiasi diskusi heritage yang dilakukan Kuwas.
“Saya senang dan berharap kedepannya Kuwas terus mengadakan kegiatan pengenalan heritage seperti ini agar Gen Z dapat mengenal sejarah secara langsung di lokasi aslinya dan berdiskusi kepada ahlinya,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Kuwas, Reyhan berharap, diskusi heritage menjadi gerakan kecil yang kontinyu untuk mengenalkan cagar budaya kepada masyarakat umum.
“Dengan adanya distage, semoga dapat memberikan ruang kepada masyarakat Kota Pontianak untuk melihat secara langsung bangunan cagar budaya dan mendengar dari para ahlinya. Semoga dan selalu kami upayakan kegiatan seperti ini kontinyu kita laksanakan” tutup Reyhan. (Jau)
Comment