KalbarOnline, Ketapang – Calon Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) nomor urut 1, Sutarmidji melanjutkan kampanye dialogis di Desa Suka Bangun, Kecamatan Delta Pawan, Kabupaten Ketapang, Kamis (17/10/2024) malam.
Di sana, Sutarmidji berdialog bersama ratusan warga yang hadir tentang berbagai hal yang menjadi aspirasi masyarakat untuk perbaikan-perbaikan ke depan.
Salah satu isu yang mengemuka adalah soal produktivitas pertanian. Masyarakat di Desa Suka Bangun mengeluhkan hasil produksi pertanian, khususnya padi di daerah tersebut yang terus menurun.
Ketua Gapoktan Desa Sungai Bangun, Ibrahim mengungkapkan, ada enam kelompok tani yang masuk dalam gapoktan di sana dan masih perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
“Kami mendukung Pak Sutarmidji kembali terpilih menjadi gubernur, kami mohon pertanian di Desa Sungai Bangun diperhatikan, banyak lahan tidur, hanya 25 persen yang berfungsi. Kami siap memberikan dukungan kepada Pak Sutarmidji agar terpilih kembali menjabat sebagai Gubernur Kalbar,” ungkapnya.
Ibrahim berharap, bantuan yang diberikan bisa berupa alat atau mesin pertanian (alsintan). Kemudian juga jalan usaha tani yang kondisinya belum memadai. Hal-hal tersebut menurutnya yang masih mempersulit para petani untuk beraktivitas dengan baik.
“Kami mohon diperhatikan alsintan karena kami saat ini masih manual, jadi perlu alat pertanian. Daerah lain sudah pakai alat, tapi kami di Suka Bangun tidak ada. Lalu jalan pertanian kami mohon diperhatikan juga pak, semoga Bapak Sutarmidji dapat membantu kami,” harapnya.
Mendengar hal tersebut, Midji–sapaan karibnya berkomitmen, jika kembali menjabat sebagai gubernur, maka ia siap membantu kebutuhan alsintan di Desa Suka Bangun. Karena bantuan tersebut menurutnya bisa diusulkan lewat perangkat daerah terkait.
“Kalau alsintan oke, kalau saya jadi gubernur kan dilantik 7 Februari (2025), satu atau dua bulan setelah itu, alatnya pasti sudah datang, catat omongan saya,” janjinya.
Sementara untuk jalan usaha tani, agar bisa cepat ditangani, Midji menyarankan masyarakat meminta dukungan kepada Anggota DPRD Kalbar dapil Kalbar 8 (Kayong Utara dan Ketapang). Itu karena setiap tahunnya anggota DPRD memiliki program aspirasi atau pokok-pokok pikiran (pokir) untuk pembangunan di dapil masing-masing, yang jumlahnya sekitar 40 paket pembangunan per orang, dengan masing-masing paket sebesar Rp 200 juta.
“Dari delapan anggota DPRD dapil sini, masa tidak ada satupun yang bisa bantu. Nanti saya coba bicarakan dengan beberapa (anggota DPRD) yang saya kenal, pasti bisa, jalan tani itu tidak mahal,” katanya.
Selain itu, agar hasil produksi pertanian bisa maksimal, Midji meminta masyarakat memperhatikan tata ruang wilayah di masing-masing daerah. Jangan sampai kata dia, lahan persawahan jaraknya berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit. Jika itu terjadi, ia memastikan produksi padi tidak akan optimal, dan para petani hanya akan merugi.
“Karena sawit itu nyerap air sampai (kedalaman) 70 sentimeter dari permukaan, makanya (perkebunan sawit) ada parit-parit. Kalau padi itu dua sentimeter di bawah permukaan (tanah) harus (terus) lembab, kalau sudah diserap sawit 70 sentimeter kering itu pertanian,” ujarnya.
Untuk itu tata ruang wilayah pertanian, dan perkebunan dijelaskan Midji, harus tepat. Masyarakat sebagai pemilik lahan jangan serampangan memanfaatkan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, hingga tidak memperhatikan pertanian di sekitarnya.
“Memang tanah (milik) bapak/ibu tapi itu harus diatur, jangan suka-suka, kalau tidak lumbung pangan bapak/ibu bisa habis. Tanah itu ada fungsi sosial jadi harus dibenahi, tata ruangnya harus ketat, tidak bisa tidak,” tegasnya.
Karena lanjut dia, petani baru bisa untung ketika udah bisa menghasilkan padi di atas tiga ton per hektare. Dengan demikian Nilai Tukar Petani (NTP) akan tinggi. Midji mencontohkan seperti di Kabupaten Sambas, lahan pertaniannya bisa menghasilkan sampai enam ton per hektare, karena kawasan pertaniannya jauh dari perkebunan kelapa sawit.
Midji mengatakan, dengan kondisi lahan di Kalbar sebenarnya bisa menghasilkan lebih dari enam ton padi per hektare. Asal irigasi, dan pupuknya baik.
“Jadi petani itu, minimal tiga ton (per hektare) baru bisa balik modal, di bawah itu (pasti) rugi. Mudah-mudahan di sini bisa di atas tiga ton, Insya Allah bisa, dan tidak susah itu, asal jangan jarak 100 meter ada kebun sawit. Kalau ada lahan jadi lahan tidur, nanti akan ada program peningkatan swasembada pangan,” pungkasnya. (**)
Comment