Pontianak    

Kalbar Darurat Krisis Ekologis, Walhi Serukan Perlawanan Terhadap Perusakan Alam

Oleh : adminkalbaronline
Rabu, 30 April 2025
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KALBARONLINE.com - Hari Bumi tahun ini menjadi momen refleksi mendalam bagi Kalimantan Barat, yang terus menghadapi eskalasi bencana ekologis yang diakibatkan oleh perusakan lingkungan yang masif dan sistemik.

Sepanjang tahun 2024, Kalbar kehilangan tutupan hutan seluas 39.598 hektare, imbas dari ekspansi industri ekstraktif seperti perkebunan sawit, pertambangan, dan proyek-proyek skala besar yang rakus ruang. Deforestasi yang terjadi turut menghancurkan kawasan ekosistem gambut, sehingga mempercepat laju perubahan iklim.

Perubahan iklim ini pula yang kemudian menjadi pemicu bencana ekologis yang terus berulang di Kalimantan Barat. Di mana banjir besar melanda sembilan kabupaten dan kota, termasuk Pontianak, Kubu Raya, Sanggau, Sintang, Landak, Bengkayang, Sekadau, Ketapang, dan Kapuas Hulu. Dengan ketinggian air mencapai 1 hingga 3 meter, banjir ini menimbulkan kerusakan infrastruktur, merusak lahan pertanian rakyat, dan mengganggu aktivitas ekonomi serta sosial masyarakat.

Di sisi lain, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan gambut menyebabkan kualitas udara memburuk drastis, memperburuk kondisi kesehatan terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.

Krisis ini diperparah dengan rencana pemerintah terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Di mana rencana tapak pembangunannya berada di Pulau Semesak, Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang. Proyek yang didorong sebagai bagian dari agenda "energi baru" ini dinilai Walhi Kalimantan Barat sebagai sesat fikir dan kebohongan publik dalam memahami transisi energi.

Sejarah mencatat tragedi Chernobyl di Ukraina dan Fukushima di Jepang sebagai bukti nyata bahwa energi nuklir menyimpan risiko yang luar biasa besar terhadap keselamatan manusia dan ekosistem.

“Kita tidak berbicara soal ketakutan terhadap teknologi, tetapi tentang tanggung jawab moral dan sosial untuk melindungi generasi mendatang dari ancaman yang tak terlihat," tegas Hendrikus Adam, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat.

Dalam memperingati Hari Bumi 2025, Walhi Kalimantan Barat menggelar diskusi bertema "Earth Day: Kalimantan Barat Darurat Bencana Ekologis". Diskusi ini melibatkan jejaring komunitas, mahasiswa, dan aktivis lingkungan yang berbagi pengalaman lapangan serta analisis mendalam tentang akar penyebab krisis ekologis di Kalbar.

Selain diskusi, momentum ini juga digunakan untuk menyerukan bahwa Hari Bumi bukan tentang sebuah perayaan, melainkan panggilan darurat untuk mengubah arah pembangunan yang selama ini abai terhadap keberlanjutan lingkungan.

Walhi Kalimantan Barat menegaskan, bahwa penyelesaian krisis ekologis harus dimulai dari penghentian deforestasi untuk ekspansi industri ekstraktif, perlindungan ketat terhadap kawasan gambut, hutan adat, dan sumber air, penolakan terhadap proyek berisiko tinggi seperti PLTN, dan pembangunan ekonomi berbasis masyarakat dan ekologi.

"Kalbar tidak butuh lebih banyak proyek tambang atau energi kotor berkedok energi baru. Yang kita butuhkan adalah hutan lestari, air bersih, tanah subur, dan ruang hidup yang aman untuk semua," tambah Adam.

Ke depan, Walhi Kalimantan Barat bersama jejaring akan melanjutkan konsolidasi menuju Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni 2025. Berbagai rencana aksi telah disiapkan, termasuk kampanye publik hingga kampanye penyelamatan Sungai Kapuas sebagai ikon penting keberlanjutan di Kalimantan Barat.

Hari Bumi tahun ini bertemakan "Our Power, Our Planet", Walhi Kalbar mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bangkit dan menjadi bagian dari perubahan. Menyelamatkan bumi berarti menyelamatkan masa depan. (Lid)

Artikel Selanjutnya
Wagub Kalbar Krisantus Tak Ingin Ikut-ikutan Terapkan Wajib Militer untuk Anak Bermasalah Seperti Gubernur Jabar
Rabu, 30 April 2025
Artikel Sebelumnya
Wali Kota dan DPRD Pontianak Sepakati Empat Raperda
Rabu, 30 April 2025

Berita terkait