Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 18 Juni 2025 |
KALBARONLINE.com – Grup raksasa sawit, Wilmar International Limited, akhirnya angkat bicara soal tumpukan uang Rp11 triliun yang disita Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Dalam siaran pers resminya, Rabu (18/6/2025), Wilmar menyebut uang tersebut bukan bentuk pengakuan bersalah, melainkan uang jaminan pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh lima anak perusahaannya. Kasus ini sendiri mencuat dari periode Juli hingga Desember 2021.
“Uang jaminan tersebut merupakan sebagian dari kerugian negara yang diduga terjadi dan sebagian dari keuntungan yang diperoleh Wilmar dari perbuatan yang diduga dilakukannya,” tulis Wilmar.
Wilmar menegaskan, uang tersebut akan dikembalikan jika Mahkamah Agung (MA) memutuskan mereka tidak bersalah. Namun jika putusan berubah, negara bisa menyita uang itu secara penuh atau sebagian. Pihak Wilmar pun bersikeras bahwa semua tindakan bisnisnya dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat korupsi.
Adapun lima anak perusahaan yang disebut terlibat adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Mereka dituding menimbulkan kerugian negara secara agregat sebesar Rp12,3 triliun atau sekitar USD 755 juta, dalam bentuk kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal, dan kerugian terhadap perekonomian nasional.
Versi Kejagung: Kerugian Negara Rp11,88 Triliun
Sebelumnya, dalam konferensi pers Selasa (17/6/2025), Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, menyebut total uang negara yang diduga dirugikan oleh korporasi Wilmar mencapai Rp11,88 triliun.
Rinciannya adalah, PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3,99 triliun, PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp39,75 miliar, PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483,96 miliar, PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57,3 miliar, dan PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7,3 triliun.
Seluruh uang tersebut, kata Sutikno, telah dikembalikan pada 23 dan 26 Mei 2025, dan kini disimpan di Rekening Penampungan Lain (RPL) milik Jampidsus di Bank Mandiri. Penyitaan dilakukan dalam rangka pemeriksaan kasasi di MA.
“Jaksa memasukkan penyitaan uang ini dalam memori kasasi agar bisa dipertimbangkan hakim agung sebagai kompensasi atas kerugian negara,” jelas Sutikno.
Dalam direktori putusan MA, Majelis Hakim menyatakan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan, tapi menyatakan bahwa perbuatan itu bukan tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging).
Hakim pun memerintahkan agar hak dan martabat para terdakwa dipulihkan. Kejagung lantas mengajukan kasasi, dan proses hukum masih terus berjalan.
Sementara itu, belakangan muncul dugaan bahwa majelis hakim yang memutus perkara ini menerima suap dari Wilmar, namun belum ada konfirmasi resmi dari pihak berwenang. (Red)
KALBARONLINE.com – Grup raksasa sawit, Wilmar International Limited, akhirnya angkat bicara soal tumpukan uang Rp11 triliun yang disita Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.
Dalam siaran pers resminya, Rabu (18/6/2025), Wilmar menyebut uang tersebut bukan bentuk pengakuan bersalah, melainkan uang jaminan pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh lima anak perusahaannya. Kasus ini sendiri mencuat dari periode Juli hingga Desember 2021.
“Uang jaminan tersebut merupakan sebagian dari kerugian negara yang diduga terjadi dan sebagian dari keuntungan yang diperoleh Wilmar dari perbuatan yang diduga dilakukannya,” tulis Wilmar.
Wilmar menegaskan, uang tersebut akan dikembalikan jika Mahkamah Agung (MA) memutuskan mereka tidak bersalah. Namun jika putusan berubah, negara bisa menyita uang itu secara penuh atau sebagian. Pihak Wilmar pun bersikeras bahwa semua tindakan bisnisnya dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat korupsi.
Adapun lima anak perusahaan yang disebut terlibat adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Mereka dituding menimbulkan kerugian negara secara agregat sebesar Rp12,3 triliun atau sekitar USD 755 juta, dalam bentuk kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal, dan kerugian terhadap perekonomian nasional.
Versi Kejagung: Kerugian Negara Rp11,88 Triliun
Sebelumnya, dalam konferensi pers Selasa (17/6/2025), Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, menyebut total uang negara yang diduga dirugikan oleh korporasi Wilmar mencapai Rp11,88 triliun.
Rinciannya adalah, PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3,99 triliun, PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp39,75 miliar, PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483,96 miliar, PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57,3 miliar, dan PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7,3 triliun.
Seluruh uang tersebut, kata Sutikno, telah dikembalikan pada 23 dan 26 Mei 2025, dan kini disimpan di Rekening Penampungan Lain (RPL) milik Jampidsus di Bank Mandiri. Penyitaan dilakukan dalam rangka pemeriksaan kasasi di MA.
“Jaksa memasukkan penyitaan uang ini dalam memori kasasi agar bisa dipertimbangkan hakim agung sebagai kompensasi atas kerugian negara,” jelas Sutikno.
Dalam direktori putusan MA, Majelis Hakim menyatakan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan, tapi menyatakan bahwa perbuatan itu bukan tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging).
Hakim pun memerintahkan agar hak dan martabat para terdakwa dipulihkan. Kejagung lantas mengajukan kasasi, dan proses hukum masih terus berjalan.
Sementara itu, belakangan muncul dugaan bahwa majelis hakim yang memutus perkara ini menerima suap dari Wilmar, namun belum ada konfirmasi resmi dari pihak berwenang. (Red)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini