Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 09 Juni 2017 |
KalbarOnline, Sintang – Kepala Desa Nanga Kelapan, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, Paulus Disi menemui tim Media Nusantara dan KalbarOnline Sintang, Kamis (8/6).
Dalam pertemuan tersebut, Paulus Disi menyampaikan keluhannya tentang penetapan kawasan hutan lindung yang mencakup wilayah Desa Nanga Kelapan berdasarkan SK 733/Menhut-11-2014 tertanggal 2 September 2014.
“Kami tidak tahu apa sebabnya pemerintah menetapkan kawasan wilayah desa kami masuk area hutan lindung. Padahal sebelum Indonesia merdeka, dan sebelum pembuat Kepmenhut No SK 733 lahir, didalam lingkup kawasan Desa Nanga Kelapan sudah ada para leluhur kami yang berdomisili disini,” kata Paulus.
“Dengan masuknya desa kami dalam area hutan lindung, maka kami sangat merasa dirugikan karena kami tidak bisa memiliki tanah, kebun dan rumah yang resmi diakui oleh negara secara sertifikasi. Sampai sekarang tak satupun warga Desa Nanga Kelapan yang memiliki sertifikat kepemilikan atas tanah, karena desa kami masuk area hutan lindung dan kami dituntut patuh pada SK Kepmenhut No 733-11-2014 tersebut,” timpalnya.
Menurutnya, disisi lain pemerintah mengabaikan UU No 28 Tahun 2009 dan Perda Sintang No 4 Tahun 2013 tentang Hutan lindung tidak dikenai pajak.
“Nyatanya walau status kami dianggap ‘numpang’ diwilayah hutan lindung, tapi kami tetap dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB),” imbuhnya.
Ketua BPD, Nawin serta Ketua adat Desa Nanga Kelapan, Limping yang mendampingi Kades Nanga Kelapan meminta agar pemerintah segera mengeluarkan desa mereka dari kawasan hutan lindung.
“Kami ingin juga seperti warga negara yang lainnya, ingin memiliki tanah, kebun dan rumah yang sah dan bersertifikasi, serta tidak merasa hidup was-was karena ketakutan akan adanya suatu waktu penggusuran, tanpa ganti rugi. Jika ada pembagunan yang masuk wilayah kami,” pintanya.
Sementara Camat Ketungau Tengah, Dakun S,Sos saat dihubungi via telpon membenarkan bahwa Desa Nanga Kelapan masih masuk dalam kawasan hutan lindung.
“Dan sekarang masih dalam pengajuan untuk dikeluarkan termasuk beberapa desa yang lainnya, seperti Desa Tanjung Sari, Desa Raden Jaya, Desa Nanga Seran, Desa Kayu Dujung, Panding Jaya dan Desa Lulung Temiang,” pungkasnya. (Sg)
KalbarOnline, Sintang – Kepala Desa Nanga Kelapan, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, Paulus Disi menemui tim Media Nusantara dan KalbarOnline Sintang, Kamis (8/6).
Dalam pertemuan tersebut, Paulus Disi menyampaikan keluhannya tentang penetapan kawasan hutan lindung yang mencakup wilayah Desa Nanga Kelapan berdasarkan SK 733/Menhut-11-2014 tertanggal 2 September 2014.
“Kami tidak tahu apa sebabnya pemerintah menetapkan kawasan wilayah desa kami masuk area hutan lindung. Padahal sebelum Indonesia merdeka, dan sebelum pembuat Kepmenhut No SK 733 lahir, didalam lingkup kawasan Desa Nanga Kelapan sudah ada para leluhur kami yang berdomisili disini,” kata Paulus.
“Dengan masuknya desa kami dalam area hutan lindung, maka kami sangat merasa dirugikan karena kami tidak bisa memiliki tanah, kebun dan rumah yang resmi diakui oleh negara secara sertifikasi. Sampai sekarang tak satupun warga Desa Nanga Kelapan yang memiliki sertifikat kepemilikan atas tanah, karena desa kami masuk area hutan lindung dan kami dituntut patuh pada SK Kepmenhut No 733-11-2014 tersebut,” timpalnya.
Menurutnya, disisi lain pemerintah mengabaikan UU No 28 Tahun 2009 dan Perda Sintang No 4 Tahun 2013 tentang Hutan lindung tidak dikenai pajak.
“Nyatanya walau status kami dianggap ‘numpang’ diwilayah hutan lindung, tapi kami tetap dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB),” imbuhnya.
Ketua BPD, Nawin serta Ketua adat Desa Nanga Kelapan, Limping yang mendampingi Kades Nanga Kelapan meminta agar pemerintah segera mengeluarkan desa mereka dari kawasan hutan lindung.
“Kami ingin juga seperti warga negara yang lainnya, ingin memiliki tanah, kebun dan rumah yang sah dan bersertifikasi, serta tidak merasa hidup was-was karena ketakutan akan adanya suatu waktu penggusuran, tanpa ganti rugi. Jika ada pembagunan yang masuk wilayah kami,” pintanya.
Sementara Camat Ketungau Tengah, Dakun S,Sos saat dihubungi via telpon membenarkan bahwa Desa Nanga Kelapan masih masuk dalam kawasan hutan lindung.
“Dan sekarang masih dalam pengajuan untuk dikeluarkan termasuk beberapa desa yang lainnya, seperti Desa Tanjung Sari, Desa Raden Jaya, Desa Nanga Seran, Desa Kayu Dujung, Panding Jaya dan Desa Lulung Temiang,” pungkasnya. (Sg)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini