Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 19 Oktober 2018 |
30 Peserta Meriahkan
Festival Saprahan
KalbarOnline, Pontianak
– Sebanyak 30 kelompok peserta tampil menyajikan hidangan saprahan dalam
Festival Saprahan yang digelar TP PKK Kota Pontianak di Pontianak Convention
Center, Rabu (17/10/2018) lalu.
Seni menyajikan hidangan ini digelar dalam rangka
memeriahkan Hari Jadi Kota Pontianak ke-247. Satu persatu peserta dengan
memakai pakaian khas Melayu Pontianak, baju kurung, memasuki area yang sudah
disiapkan panitia. Mereka membawa berbagai hidangan dan menatanya di atas
lantai yang beralaskan kain.

Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono
mengatakan, Festival Saprahan ini sudah selayaknya memiliki standarisasi, baik
cara penyajiannya, penampilan penyaji saprahan, peralatan makannya, hingga
makanan yang dihidangkan.
“Kita akan menetapkan SOP saprahan supaya memiliki standar.
Misalnya jenis makanan yang wajib dihidangkan, makanan tambahan, pakaian
pembawa saprahan dan sebagainya,” ujarnya.

Ia menilai, dari tampilan dan rasa makanan yang disajikan
oleh peserta sudah semakin baik. Sebagaimana diketahui, paceri nanas yang juga
menjadi hidangan dalam saprahan, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak
Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ke depan, pihaknya berencana
mengusulkan sambal Haji Dolah sebagai warisan budaya tak benda menyusul paceri
nanas.
“Ini merupakan salah satu upaya kita dalam melestarikan budaya
khas Pontianak,” sebut Edi.
Meskipun budaya saprahan secara umum juga ada di daerah lain
di wilayah Kalbar, namun Edi menegaskan, ada beberapa perbedaan dengan Saprahan
Melayu Pontianak.
“Secara umum sebagian hampir sama tetapi ada beberapa
perbedaan misalnya cara menghidangkannya, makanannya maupun penampilan pembawa
saprahan,” tuturnya.
Edi berharap Festival Saprahan yang rutin digelar setiap
tahun ini bisa memberikan edukasi kepada masyarakat terutama generasi muda
sehingga mereka bisa ikut melestarikan budaya saprahan ini.
Sementara Gubernur Kalbar, Sutarmidji menuturkan, saprahan
sudah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbud. Selain
saprahan, dirinya juga menyerahkan empat sertifikat budaya yang telah
ditetapkan sebagai warisan tak benda. Diantaranya, paceri nanas, sayok keladi,
kain tenun corak insang dan arakan pengantin.
“Kuliner ini menjadi satu pilihan wisata di satu daerah maka
kita harus melindungi hasil karya, hasil cipta kita agar tidak diklaim oleh
orang lain,” tegasnya.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini meminta saprahan
dan arakan pengantin harus terus dilestarikan. Selain itu, budaya tersebut
sudah semestinya memiliki standar yang baku tentang bagaimana tata cara melaksanakannya.
“Sehingga pakemnya atau SOP harus betul-betul disusun dengan
baik. Terus dilestarikan bahkan bisa se-Kalbar, atau dilaksanakan tingkat
nasional sehingga lombanya se-Indonesia,” katanya.
Plt Ketua TP PKK Kota Pontianak, Yanieta Arbiastuti menjelaskan,
peserta Festival Saprahan ini berusia maksimal 40 tahun.
“Ini dimaksudkan supaya kaum muda lebih paham dan mengenal
serta melestarikan nilai-nilai budaya makan saprahan Kota Pontianak,” jelasnya.
Untuk kriteria penilaian, kata dia, selain rasa makanan yang
dihidangkan, kekompakkan, penampilan peserta dan lainnya juga menjadi aspek
penilaian dewan juri. Dengan festival yang diikuti kader-kader PKK se-Kota
Pontianak ini, dirinya berharap para peserta memahami dan mengetahui bagaimana
penyajian saprahan yang sesuai dengan adat-istiadat Melayu Pontianak.
“Harapan kami generasi muda tetap bisa melestarikan budaya
makan saprahan,” pungkasnya.
Dari 30 kelompok peserta yang berasal dari 29 kelurahan,
Kelurahan Benua Melayu Laut berhasil merebut juara pertama. Disusul juara kedua
dari Kelurahan Darat Sekip dan ketiga Kelurahan Saigon. Masing-masing pemenang
mendapatkan hadiah berupa trophy dan uang tunai.
Makan Saprahan merupakan adat istiadat budaya Melayu.
Berasal dari kata ‘Saprah’ yang artinya berhampar, yakni budaya makan bersama
dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai secara berkelompok yang
terdiri dari enam orang dalam satu kelompoknya.
Dalam makan Saprahan, semua hidangan makanan disusun secara
teratur di atas kain saprah. Sedangkan peralatan dan perlengkapannya mencakup
kain Saprahan, piring makan, kobokan beserta serbet, mangkok nasi, mangkok lauk
pauk, sendok nasi dan lauk serta gelas minuman.
Untuk menu hidangan diantaranya, nasi putih atau nasi
kebuli, semur daging, sayur dalca, sayur paceri nanas atau terong, selada, acar
telur, sambal bawang dan sebagainya. Kemudian untuk minuman yang disajikan
adalah air serbat berwarna merah. (jim)
30 Peserta Meriahkan
Festival Saprahan
KalbarOnline, Pontianak
– Sebanyak 30 kelompok peserta tampil menyajikan hidangan saprahan dalam
Festival Saprahan yang digelar TP PKK Kota Pontianak di Pontianak Convention
Center, Rabu (17/10/2018) lalu.
Seni menyajikan hidangan ini digelar dalam rangka
memeriahkan Hari Jadi Kota Pontianak ke-247. Satu persatu peserta dengan
memakai pakaian khas Melayu Pontianak, baju kurung, memasuki area yang sudah
disiapkan panitia. Mereka membawa berbagai hidangan dan menatanya di atas
lantai yang beralaskan kain.

Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono
mengatakan, Festival Saprahan ini sudah selayaknya memiliki standarisasi, baik
cara penyajiannya, penampilan penyaji saprahan, peralatan makannya, hingga
makanan yang dihidangkan.
“Kita akan menetapkan SOP saprahan supaya memiliki standar.
Misalnya jenis makanan yang wajib dihidangkan, makanan tambahan, pakaian
pembawa saprahan dan sebagainya,” ujarnya.

Ia menilai, dari tampilan dan rasa makanan yang disajikan
oleh peserta sudah semakin baik. Sebagaimana diketahui, paceri nanas yang juga
menjadi hidangan dalam saprahan, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak
Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ke depan, pihaknya berencana
mengusulkan sambal Haji Dolah sebagai warisan budaya tak benda menyusul paceri
nanas.
“Ini merupakan salah satu upaya kita dalam melestarikan budaya
khas Pontianak,” sebut Edi.
Meskipun budaya saprahan secara umum juga ada di daerah lain
di wilayah Kalbar, namun Edi menegaskan, ada beberapa perbedaan dengan Saprahan
Melayu Pontianak.
“Secara umum sebagian hampir sama tetapi ada beberapa
perbedaan misalnya cara menghidangkannya, makanannya maupun penampilan pembawa
saprahan,” tuturnya.
Edi berharap Festival Saprahan yang rutin digelar setiap
tahun ini bisa memberikan edukasi kepada masyarakat terutama generasi muda
sehingga mereka bisa ikut melestarikan budaya saprahan ini.
Sementara Gubernur Kalbar, Sutarmidji menuturkan, saprahan
sudah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbud. Selain
saprahan, dirinya juga menyerahkan empat sertifikat budaya yang telah
ditetapkan sebagai warisan tak benda. Diantaranya, paceri nanas, sayok keladi,
kain tenun corak insang dan arakan pengantin.
“Kuliner ini menjadi satu pilihan wisata di satu daerah maka
kita harus melindungi hasil karya, hasil cipta kita agar tidak diklaim oleh
orang lain,” tegasnya.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini meminta saprahan
dan arakan pengantin harus terus dilestarikan. Selain itu, budaya tersebut
sudah semestinya memiliki standar yang baku tentang bagaimana tata cara melaksanakannya.
“Sehingga pakemnya atau SOP harus betul-betul disusun dengan
baik. Terus dilestarikan bahkan bisa se-Kalbar, atau dilaksanakan tingkat
nasional sehingga lombanya se-Indonesia,” katanya.
Plt Ketua TP PKK Kota Pontianak, Yanieta Arbiastuti menjelaskan,
peserta Festival Saprahan ini berusia maksimal 40 tahun.
“Ini dimaksudkan supaya kaum muda lebih paham dan mengenal
serta melestarikan nilai-nilai budaya makan saprahan Kota Pontianak,” jelasnya.
Untuk kriteria penilaian, kata dia, selain rasa makanan yang
dihidangkan, kekompakkan, penampilan peserta dan lainnya juga menjadi aspek
penilaian dewan juri. Dengan festival yang diikuti kader-kader PKK se-Kota
Pontianak ini, dirinya berharap para peserta memahami dan mengetahui bagaimana
penyajian saprahan yang sesuai dengan adat-istiadat Melayu Pontianak.
“Harapan kami generasi muda tetap bisa melestarikan budaya
makan saprahan,” pungkasnya.
Dari 30 kelompok peserta yang berasal dari 29 kelurahan,
Kelurahan Benua Melayu Laut berhasil merebut juara pertama. Disusul juara kedua
dari Kelurahan Darat Sekip dan ketiga Kelurahan Saigon. Masing-masing pemenang
mendapatkan hadiah berupa trophy dan uang tunai.
Makan Saprahan merupakan adat istiadat budaya Melayu.
Berasal dari kata ‘Saprah’ yang artinya berhampar, yakni budaya makan bersama
dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai secara berkelompok yang
terdiri dari enam orang dalam satu kelompoknya.
Dalam makan Saprahan, semua hidangan makanan disusun secara
teratur di atas kain saprah. Sedangkan peralatan dan perlengkapannya mencakup
kain Saprahan, piring makan, kobokan beserta serbet, mangkok nasi, mangkok lauk
pauk, sendok nasi dan lauk serta gelas minuman.
Untuk menu hidangan diantaranya, nasi putih atau nasi
kebuli, semur daging, sayur dalca, sayur paceri nanas atau terong, selada, acar
telur, sambal bawang dan sebagainya. Kemudian untuk minuman yang disajikan
adalah air serbat berwarna merah. (jim)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini