Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Selasa, 13 November 2018 |
Peresmian kantor
Otoritas Jasa Keuangan Kalbar
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji mengucapkan selamat kepada Otoritas
Jasa Keuangan Kalbar yang telah menempati gedung baru. Ia berharap kedepan OJK
Kalbar memiliki gedung permanen.
“Sehingga tak boyong-boyongan lagi, mudah-mudahan,” ucapnya
mengawali sambutannya saat menghadiri peresmian kantor OJK Kalbar, Selasa
(13/11/2018).
Sutarmidji mengatakan, kalau mencari posisi kantor di Ahmad
Yani sudah sangat sulit bahkan sebentar lagi harga tanah di kawasan protokol
itu bisa mencapai diatas Rp30 juta.
“Jadi kalau masih ada yang jual Rp20 juta, Bapak beli saja.
Pak beli kantor baru pak,” kelakar Sutarmidji mengarah ke Kepala OJK Kalbar.
Menurut orang nomor satu di Kalbar ini, keberadaan OJK
sangat dibutuhkan. OJK, kata dia, memberikan jaminan kenyamanan dan kepastian bagi
seluruh nasabah di sektor jasa keuangan. Nasabah perbankan, asuransi dan
finansial teknologi (Fintech), lanjut dia, akan merasa nyaman seandainya OJK
bisa melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional.
“Artinya, ketika satu bank sudah membahayakan nasabah dengan
keberadaan OJK berdasarkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 diharapkan
betul-betul bermanfaat bagi kita semua. Bukan sebaliknya, karena pemilik bank atau
pemegang saham di satu bank itu tidak akan pernah dirugikan, yang rugi itu
tetap nasabah,” ujarnya.
Sekarang, kata dia, dengan semakin maraknya dan luasnya
informasi tentang jasa keuangan serta kemampuan masyarakat yang juga semakin
meningkat, hal ini diharapkannya dapat mempercepat perkembangan keuangan
melalui jasa keuangan.
“Jasa keuangan kalau di perbankan konvensional mungkin tidak
begitu repot, karena hampir semua masyarakat yang mengakses jasa perbankan
pasti literasinya tinggi, artinya pemahamannya juga baik. Tapi kalau misalnya
masyarakat menjadi nasabah asuransi, tapi pemahamannya masih sangat lemah,
apalagi tentang jasa keuangan lainnya, ini yang jadi masalah.
“Ini harus diedukasi betul. Akses perbankan masyarakat kita sudah
diatas 60 persen, tapi literasinya masih dibawah 30 persen pemahamannya, ketidakseimbangan
ini harus terus disosialisasikan dan ini bukan hanya tugas OJK tapi tugas
semuanya. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuanganlah yang paling
bertanggungjawab tentang pemahaman masyarakat atas jasa keuangan terutama di
bidang pasar modal,” sambungnya.
Di Hongkong, kata dia, sebagian besar masyarakatnya tidak mengakses
perbankan konvensional melainkan pasar modal. Sehingga uangnya tetap
diinvestasikan di pasar modal. Akibatnya, Sutarmidji berujar, bunga perbankan
konvensional di luar negeri jauh dibawah Indonesia.
“Bisa sepertiga bahkan seperempat yang berlaku di Indonesia.
Di Amerika begitu naik 0,25 selisih poin saja ributnya sudah sedunia apalagi
kalau naiknya sampai 0,5. Jadi kalau naiknya sampai demikian, pasar modal kita
sudah mulai beriak, kurs dollar semakin tak menentu, hanya 0,25 saja apalagi sampai
naik 0,5. Di Singapura bunga bank kurang lebih sebesar 2 persen, kita masih 12
persen bahkan kalau fintech bisa diatas 18 persen. Kenapa mereka memberi bunga
yang besar, karena mereka menanggung resiko yang besar juga,” tukasnya.
“Beda dengan perbankan, perbankan itu jelas jaminannya. Tapi
mudah juga diakalin orang. Saya contohkan, saya ada teman, dia beli lahan 10 hektar
harganya Rp100 ribu tahun depan dia beli 1 hektar di lahan sebelahnya harganya
Rp300 ribu dia buat. Lalu bank mau nilai berapa ketika itu jadi jaminan, kan
nilai harga belakangan, nah itu jadi masalah. Ini perlu kehati-hatian dalam pengelolaan
perbankan,” sambungnya.
Tapi, kata dia, dengan KUR hanya 7 persen menurutnya
masyarakat juga tidak begitu respek. Sebenarnya, perekonomian harus dievaluasi.
Dengan bunga 7 persen pun, Indonesia, kata dia belum bisa bersaing dengan
produk luar.
“Karena apa, kita untuk mencapai produksi perlu tenaga yang memiliki
skill untuk capaian dan grade tertentu tapi faktanya tenaga kerja yang ada
tidak bisa mendukung hitung-hitungan rencana produksi, akhirnya cost-nya besar
ditambah lagi bunga bank sehingga kita tak bisa bersaing,” tukasnya.
Dari sisi bunga bank, Midji menegaskan, Indonesia kalah
dengan negara lain. Bahkan hampir mayoritas negara luar. bunga bank hanya di
kisaran sepertiga dan seperempat dari bunga bank yang berlaku di Indonesia.
“Kapan kita bisa berkompetisi antar produk. Makanya hampir
tidak ada yang mau mendirikan industri hilir di Indonesia. Makanya kita jadi
pasar seluruh produk orang luar, karena kita terbuai. Kedepan perbankan harus
berani perang bunga, kalau perlu dibawah 5 persen, maka akan ada industri hilir
yang bisa membuat kita lebih cepat maju,” tegasnya.
Gubernur yang akrab disapa Bang Midji ini juga mengungkapkan
alasan harga karet yang dua tahun terakhir ini tidak ada perubahan. Dari Rp22
ribu turun dibawah Rp6 ribu.
“Karena apa, karena tidak ada industri hilirnya. Padahal kita
mau berfikir maju, orang naik haji dan umroh itu setahun bisa diatas 3,5 juta
orang. Semuanya pasti beli sendal yang 80 persen bahannya dari karet di Mekkah
dan Jeddah. Artinya 3,5 juta orang yang naik haji dan umroh itu kalau rata-rata
berangkat mereka beli satu pasang saja, artinya dalam sebulan bisa 300 ribu
pasang,” jelasnya.
Pabrik mana yang punya jaminan sudah pasti produknya dipakai
300 ribu pasang. Itu baru satu segmen pasar, belum lagi untuk anak sekolah yang
dibantu pemerintah dan diblok untuk dipakai anak sekolah, dengan otoritas yang
ada pada Pemerintah, harusnya bisa memaksa untuk ada industri hilir dengan
bahan baku karet,” sambungnya.
Indonesia, kata dia juga tak menyadari, saat ini sedang
perang antara negara Asean tentang produksi karet. Logikanya, dicontohkan Bang
Midji, kenapa ketika karet harganya turun, tapi Malaysia, Thailand, Vietnam,
Laos dan Kamboja menanam karet besar-besaran dan tak menanam sawit.
“Mereka tak tanam sawit, mereka tanam karet besar-besaran. Sementara
di negara kita, orang menebang karet besar-besaran, mereka membangun industri
hilir furniture yang negara luar pesan bahan bakunya harus dari kayu karet. Ini
akal-akalan supaya kita menebang karet. Inilah akibatnya orang mau mengakses
perbankan untuk membuat industri hilir bunganya besar diatas 10 persen, tak
bisa bersaing, produk luar lebih murah. Itulah masalah kita,” tukasnya.
“Mudah-mudahan semakin banyak orang mengakses keuangan di
jasa keuangan dan OJK memberikan jaminan kenyamanan dan kemanan orang
berinvestasi dan mengaksesnya, kita berikan pemahaman yang semakin baik tentang
jasa keuangan, maka Insya Allah kedepan orang sudah terbiasa mengakses
perbankan dan jasa pembiayaan lainnya,” pungkasnya.
Peresmian kantor OJK Kalbar ini juga ditandai dengan
penandatanganan prasasti peresmian oleh Gubernur Kalbar, Sutarmidji. Sementara
Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono didapuk memotong pita peresmian.
Turut hadir pada kesempatan itu, Kapolda Kalbar, Irjen Pol
Didi Haryono, Plt. Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, Dewan Komisioner
Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, Kepala Otoritas Jasa
Keuangan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Moch Riezky F Purnomo, Kepala
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, Prijono dan Anggota Komisi XI
DPR RI, G Michael Jeno.
Tampak juga hadir, sejumlah pimpinan OPD Kalbar, pimpinan wilayah
lembaga negara atau lembaga Pemerintah Provinsi Kalbar, pejabat Otoritas Jasa
Keuangan Republik Indonesia, Ketua FKIJK Provinsi Kalbar, Samsir Ismail,
Pimpinan Industri Jasa Keuangan dan para tokoh masyarakat, akademisi dan para
undangan. (Fat)
Peresmian kantor
Otoritas Jasa Keuangan Kalbar
KalbarOnline,
Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji mengucapkan selamat kepada Otoritas
Jasa Keuangan Kalbar yang telah menempati gedung baru. Ia berharap kedepan OJK
Kalbar memiliki gedung permanen.
“Sehingga tak boyong-boyongan lagi, mudah-mudahan,” ucapnya
mengawali sambutannya saat menghadiri peresmian kantor OJK Kalbar, Selasa
(13/11/2018).
Sutarmidji mengatakan, kalau mencari posisi kantor di Ahmad
Yani sudah sangat sulit bahkan sebentar lagi harga tanah di kawasan protokol
itu bisa mencapai diatas Rp30 juta.
“Jadi kalau masih ada yang jual Rp20 juta, Bapak beli saja.
Pak beli kantor baru pak,” kelakar Sutarmidji mengarah ke Kepala OJK Kalbar.
Menurut orang nomor satu di Kalbar ini, keberadaan OJK
sangat dibutuhkan. OJK, kata dia, memberikan jaminan kenyamanan dan kepastian bagi
seluruh nasabah di sektor jasa keuangan. Nasabah perbankan, asuransi dan
finansial teknologi (Fintech), lanjut dia, akan merasa nyaman seandainya OJK
bisa melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional.
“Artinya, ketika satu bank sudah membahayakan nasabah dengan
keberadaan OJK berdasarkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 diharapkan
betul-betul bermanfaat bagi kita semua. Bukan sebaliknya, karena pemilik bank atau
pemegang saham di satu bank itu tidak akan pernah dirugikan, yang rugi itu
tetap nasabah,” ujarnya.
Sekarang, kata dia, dengan semakin maraknya dan luasnya
informasi tentang jasa keuangan serta kemampuan masyarakat yang juga semakin
meningkat, hal ini diharapkannya dapat mempercepat perkembangan keuangan
melalui jasa keuangan.
“Jasa keuangan kalau di perbankan konvensional mungkin tidak
begitu repot, karena hampir semua masyarakat yang mengakses jasa perbankan
pasti literasinya tinggi, artinya pemahamannya juga baik. Tapi kalau misalnya
masyarakat menjadi nasabah asuransi, tapi pemahamannya masih sangat lemah,
apalagi tentang jasa keuangan lainnya, ini yang jadi masalah.
“Ini harus diedukasi betul. Akses perbankan masyarakat kita sudah
diatas 60 persen, tapi literasinya masih dibawah 30 persen pemahamannya, ketidakseimbangan
ini harus terus disosialisasikan dan ini bukan hanya tugas OJK tapi tugas
semuanya. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuanganlah yang paling
bertanggungjawab tentang pemahaman masyarakat atas jasa keuangan terutama di
bidang pasar modal,” sambungnya.
Di Hongkong, kata dia, sebagian besar masyarakatnya tidak mengakses
perbankan konvensional melainkan pasar modal. Sehingga uangnya tetap
diinvestasikan di pasar modal. Akibatnya, Sutarmidji berujar, bunga perbankan
konvensional di luar negeri jauh dibawah Indonesia.
“Bisa sepertiga bahkan seperempat yang berlaku di Indonesia.
Di Amerika begitu naik 0,25 selisih poin saja ributnya sudah sedunia apalagi
kalau naiknya sampai 0,5. Jadi kalau naiknya sampai demikian, pasar modal kita
sudah mulai beriak, kurs dollar semakin tak menentu, hanya 0,25 saja apalagi sampai
naik 0,5. Di Singapura bunga bank kurang lebih sebesar 2 persen, kita masih 12
persen bahkan kalau fintech bisa diatas 18 persen. Kenapa mereka memberi bunga
yang besar, karena mereka menanggung resiko yang besar juga,” tukasnya.
“Beda dengan perbankan, perbankan itu jelas jaminannya. Tapi
mudah juga diakalin orang. Saya contohkan, saya ada teman, dia beli lahan 10 hektar
harganya Rp100 ribu tahun depan dia beli 1 hektar di lahan sebelahnya harganya
Rp300 ribu dia buat. Lalu bank mau nilai berapa ketika itu jadi jaminan, kan
nilai harga belakangan, nah itu jadi masalah. Ini perlu kehati-hatian dalam pengelolaan
perbankan,” sambungnya.
Tapi, kata dia, dengan KUR hanya 7 persen menurutnya
masyarakat juga tidak begitu respek. Sebenarnya, perekonomian harus dievaluasi.
Dengan bunga 7 persen pun, Indonesia, kata dia belum bisa bersaing dengan
produk luar.
“Karena apa, kita untuk mencapai produksi perlu tenaga yang memiliki
skill untuk capaian dan grade tertentu tapi faktanya tenaga kerja yang ada
tidak bisa mendukung hitung-hitungan rencana produksi, akhirnya cost-nya besar
ditambah lagi bunga bank sehingga kita tak bisa bersaing,” tukasnya.
Dari sisi bunga bank, Midji menegaskan, Indonesia kalah
dengan negara lain. Bahkan hampir mayoritas negara luar. bunga bank hanya di
kisaran sepertiga dan seperempat dari bunga bank yang berlaku di Indonesia.
“Kapan kita bisa berkompetisi antar produk. Makanya hampir
tidak ada yang mau mendirikan industri hilir di Indonesia. Makanya kita jadi
pasar seluruh produk orang luar, karena kita terbuai. Kedepan perbankan harus
berani perang bunga, kalau perlu dibawah 5 persen, maka akan ada industri hilir
yang bisa membuat kita lebih cepat maju,” tegasnya.
Gubernur yang akrab disapa Bang Midji ini juga mengungkapkan
alasan harga karet yang dua tahun terakhir ini tidak ada perubahan. Dari Rp22
ribu turun dibawah Rp6 ribu.
“Karena apa, karena tidak ada industri hilirnya. Padahal kita
mau berfikir maju, orang naik haji dan umroh itu setahun bisa diatas 3,5 juta
orang. Semuanya pasti beli sendal yang 80 persen bahannya dari karet di Mekkah
dan Jeddah. Artinya 3,5 juta orang yang naik haji dan umroh itu kalau rata-rata
berangkat mereka beli satu pasang saja, artinya dalam sebulan bisa 300 ribu
pasang,” jelasnya.
Pabrik mana yang punya jaminan sudah pasti produknya dipakai
300 ribu pasang. Itu baru satu segmen pasar, belum lagi untuk anak sekolah yang
dibantu pemerintah dan diblok untuk dipakai anak sekolah, dengan otoritas yang
ada pada Pemerintah, harusnya bisa memaksa untuk ada industri hilir dengan
bahan baku karet,” sambungnya.
Indonesia, kata dia juga tak menyadari, saat ini sedang
perang antara negara Asean tentang produksi karet. Logikanya, dicontohkan Bang
Midji, kenapa ketika karet harganya turun, tapi Malaysia, Thailand, Vietnam,
Laos dan Kamboja menanam karet besar-besaran dan tak menanam sawit.
“Mereka tak tanam sawit, mereka tanam karet besar-besaran. Sementara
di negara kita, orang menebang karet besar-besaran, mereka membangun industri
hilir furniture yang negara luar pesan bahan bakunya harus dari kayu karet. Ini
akal-akalan supaya kita menebang karet. Inilah akibatnya orang mau mengakses
perbankan untuk membuat industri hilir bunganya besar diatas 10 persen, tak
bisa bersaing, produk luar lebih murah. Itulah masalah kita,” tukasnya.
“Mudah-mudahan semakin banyak orang mengakses keuangan di
jasa keuangan dan OJK memberikan jaminan kenyamanan dan kemanan orang
berinvestasi dan mengaksesnya, kita berikan pemahaman yang semakin baik tentang
jasa keuangan, maka Insya Allah kedepan orang sudah terbiasa mengakses
perbankan dan jasa pembiayaan lainnya,” pungkasnya.
Peresmian kantor OJK Kalbar ini juga ditandai dengan
penandatanganan prasasti peresmian oleh Gubernur Kalbar, Sutarmidji. Sementara
Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono didapuk memotong pita peresmian.
Turut hadir pada kesempatan itu, Kapolda Kalbar, Irjen Pol
Didi Haryono, Plt. Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, Dewan Komisioner
Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, Kepala Otoritas Jasa
Keuangan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Moch Riezky F Purnomo, Kepala
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, Prijono dan Anggota Komisi XI
DPR RI, G Michael Jeno.
Tampak juga hadir, sejumlah pimpinan OPD Kalbar, pimpinan wilayah
lembaga negara atau lembaga Pemerintah Provinsi Kalbar, pejabat Otoritas Jasa
Keuangan Republik Indonesia, Ketua FKIJK Provinsi Kalbar, Samsir Ismail,
Pimpinan Industri Jasa Keuangan dan para tokoh masyarakat, akademisi dan para
undangan. (Fat)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini