Pontianak    

Sutarmidji: Bunga Bank Tinggi, Produk Dalam Negeri Sulit Bersaing

Oleh : Jauhari Fatria
Selasa, 13 November 2018
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Peresmian kantor

Otoritas Jasa Keuangan Kalbar

KalbarOnline,

Pontianak – Gubernur Kalbar, Sutarmidji mengucapkan selamat kepada Otoritas

Jasa Keuangan Kalbar yang telah menempati gedung baru. Ia berharap kedepan OJK

Kalbar memiliki gedung permanen.

“Sehingga tak boyong-boyongan lagi, mudah-mudahan,” ucapnya

mengawali sambutannya saat menghadiri peresmian kantor OJK Kalbar, Selasa

(13/11/2018).

Sutarmidji mengatakan, kalau mencari posisi kantor di Ahmad

Yani sudah sangat sulit bahkan sebentar lagi harga tanah di kawasan protokol

itu bisa mencapai diatas Rp30 juta.

“Jadi kalau masih ada yang jual Rp20 juta, Bapak beli saja.

Pak beli kantor baru pak,” kelakar Sutarmidji mengarah ke Kepala OJK Kalbar.

Menurut orang nomor satu di Kalbar ini, keberadaan OJK

sangat dibutuhkan. OJK, kata dia, memberikan jaminan kenyamanan dan kepastian bagi

seluruh nasabah di sektor jasa keuangan. Nasabah perbankan, asuransi dan

finansial teknologi (Fintech), lanjut dia, akan merasa nyaman seandainya OJK

bisa melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional.

“Artinya, ketika satu bank sudah membahayakan nasabah dengan

keberadaan OJK berdasarkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 diharapkan

betul-betul bermanfaat bagi kita semua. Bukan sebaliknya, karena pemilik bank atau

pemegang saham di satu bank itu tidak akan pernah dirugikan, yang rugi itu

tetap nasabah,” ujarnya.

Sekarang, kata dia, dengan semakin maraknya dan luasnya

informasi tentang jasa keuangan serta kemampuan masyarakat yang juga semakin

meningkat, hal ini diharapkannya dapat mempercepat perkembangan keuangan

melalui jasa keuangan.

“Jasa keuangan kalau di perbankan konvensional mungkin tidak

begitu repot, karena hampir semua masyarakat yang mengakses jasa perbankan

pasti literasinya tinggi, artinya pemahamannya juga baik. Tapi kalau misalnya

masyarakat menjadi nasabah asuransi, tapi pemahamannya masih sangat lemah,

apalagi tentang jasa keuangan lainnya, ini yang jadi masalah.

“Ini harus diedukasi betul. Akses perbankan masyarakat kita sudah

diatas 60 persen, tapi literasinya masih dibawah 30 persen pemahamannya, ketidakseimbangan

ini harus terus disosialisasikan dan ini bukan hanya tugas OJK tapi tugas

semuanya. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuanganlah yang paling

bertanggungjawab tentang pemahaman masyarakat atas jasa keuangan terutama di

bidang pasar modal,” sambungnya.

Di Hongkong, kata dia, sebagian besar masyarakatnya tidak mengakses

perbankan konvensional melainkan pasar modal. Sehingga uangnya tetap

diinvestasikan di pasar modal. Akibatnya, Sutarmidji berujar, bunga perbankan

konvensional di luar negeri jauh dibawah Indonesia.

“Bisa sepertiga bahkan seperempat yang berlaku di Indonesia.

Di Amerika begitu naik 0,25 selisih poin saja ributnya sudah sedunia apalagi

kalau naiknya sampai 0,5. Jadi kalau naiknya sampai demikian, pasar modal kita

sudah mulai beriak, kurs dollar semakin tak menentu, hanya 0,25 saja apalagi sampai

naik 0,5. Di Singapura bunga bank kurang lebih sebesar 2 persen, kita masih 12

persen bahkan kalau fintech bisa diatas 18 persen. Kenapa mereka memberi bunga

yang besar, karena mereka menanggung resiko yang besar juga,” tukasnya.

“Beda dengan perbankan, perbankan itu jelas jaminannya. Tapi

mudah juga diakalin orang. Saya contohkan, saya ada teman, dia beli lahan 10 hektar

harganya Rp100 ribu tahun depan dia beli 1 hektar di lahan sebelahnya harganya

Rp300 ribu dia buat. Lalu bank mau nilai berapa ketika itu jadi jaminan, kan

nilai harga belakangan, nah itu jadi masalah. Ini perlu kehati-hatian dalam pengelolaan

perbankan,” sambungnya.

Tapi, kata dia, dengan KUR hanya 7 persen menurutnya

masyarakat juga tidak begitu respek. Sebenarnya, perekonomian harus dievaluasi.

Dengan bunga 7 persen pun, Indonesia, kata dia belum bisa bersaing dengan

produk luar.

“Karena apa, kita untuk mencapai produksi perlu tenaga yang memiliki

skill untuk capaian dan grade tertentu tapi faktanya tenaga kerja yang ada

tidak bisa mendukung hitung-hitungan rencana produksi, akhirnya cost-nya besar

ditambah lagi bunga bank sehingga kita tak bisa bersaing,” tukasnya.

Dari sisi bunga bank, Midji menegaskan, Indonesia kalah

dengan negara lain. Bahkan hampir mayoritas negara luar. bunga bank hanya di

kisaran sepertiga dan seperempat dari bunga bank yang berlaku di Indonesia.

“Kapan kita bisa berkompetisi antar produk. Makanya hampir

tidak ada yang mau mendirikan industri hilir di Indonesia. Makanya kita jadi

pasar seluruh produk orang luar, karena kita terbuai. Kedepan perbankan harus

berani perang bunga, kalau perlu dibawah 5 persen, maka akan ada industri hilir

yang bisa membuat kita lebih cepat maju,” tegasnya.

Gubernur yang akrab disapa Bang Midji ini juga mengungkapkan

alasan harga karet yang dua tahun terakhir ini tidak ada perubahan. Dari Rp22

ribu turun dibawah Rp6 ribu.

“Karena apa, karena tidak ada industri hilirnya. Padahal kita

mau berfikir maju, orang naik haji dan umroh itu setahun bisa diatas 3,5 juta

orang. Semuanya pasti beli sendal yang 80 persen bahannya dari karet di Mekkah

dan Jeddah. Artinya 3,5 juta orang yang naik haji dan umroh itu kalau rata-rata

berangkat mereka beli satu pasang saja, artinya dalam sebulan bisa 300 ribu

pasang,” jelasnya.

Pabrik mana yang punya jaminan sudah pasti produknya dipakai

300 ribu pasang. Itu baru satu segmen pasar, belum lagi untuk anak sekolah yang

dibantu pemerintah dan diblok untuk dipakai anak sekolah, dengan otoritas yang

ada pada Pemerintah, harusnya bisa memaksa untuk ada industri hilir dengan

bahan baku karet,” sambungnya.

Indonesia, kata dia juga tak menyadari, saat ini sedang

perang antara negara Asean tentang produksi karet. Logikanya, dicontohkan Bang

Midji, kenapa ketika karet harganya turun, tapi Malaysia, Thailand, Vietnam,

Laos dan Kamboja menanam karet besar-besaran dan tak menanam sawit.

“Mereka tak tanam sawit, mereka tanam karet besar-besaran. Sementara

di negara kita, orang menebang karet besar-besaran, mereka membangun industri

hilir furniture yang negara luar pesan bahan bakunya harus dari kayu karet. Ini

akal-akalan supaya kita menebang karet. Inilah akibatnya orang mau mengakses

perbankan untuk membuat industri hilir bunganya besar diatas 10 persen, tak

bisa bersaing, produk luar lebih murah. Itulah masalah kita,” tukasnya.

“Mudah-mudahan semakin banyak orang mengakses keuangan di

jasa keuangan dan OJK memberikan jaminan kenyamanan dan kemanan orang

berinvestasi dan mengaksesnya, kita berikan pemahaman yang semakin baik tentang

jasa keuangan, maka Insya Allah kedepan orang sudah terbiasa mengakses

perbankan dan jasa pembiayaan lainnya,” pungkasnya.

Peresmian kantor OJK Kalbar ini juga ditandai dengan

penandatanganan prasasti peresmian oleh Gubernur Kalbar, Sutarmidji. Sementara

Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono didapuk memotong pita peresmian.

Turut hadir pada kesempatan itu, Kapolda Kalbar, Irjen Pol

Didi Haryono, Plt. Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, Dewan Komisioner

Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, Kepala Otoritas Jasa

Keuangan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Moch Riezky F Purnomo, Kepala

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, Prijono dan Anggota Komisi XI

DPR RI, G Michael Jeno.

Tampak juga hadir, sejumlah pimpinan OPD Kalbar, pimpinan wilayah

lembaga negara atau lembaga Pemerintah Provinsi Kalbar, pejabat Otoritas Jasa

Keuangan Republik Indonesia, Ketua FKIJK Provinsi Kalbar, Samsir Ismail,

Pimpinan Industri Jasa Keuangan dan para tokoh masyarakat, akademisi dan para

undangan. (Fat)

Artikel Selanjutnya
Wabup Aloysius ke Pemuda Sekadau: Tanamkan Jiwa Inovasi dan Membangun Wujudkan Cita-cita Pahlawan
Selasa, 13 November 2018
Artikel Sebelumnya
Gubernur Kalbar Harap Keberadaan OJK Beri Manfaat Besar di Sektor Jasa Keuangan
Selasa, 13 November 2018

Berita terkait