Sintang    

Bupati Jarot Janji Bakal Perjuangkan WPR ke Gubernur dan Kapolda

Oleh : Jauhari Fatria
Jumat, 21 Desember 2018
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

- Audiensi

Dengan Puluhan Pekerja PETI

- Bupati

Jarot: Aktivitas PETI harus pertahankan konsep Sintang Lestari

KalbarOnline,

Sintang – Bupati Sintang, Jarot Winarno menerima

puluhan pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang tergabung dalam Persatuan

Penambang Emas Kabupaten Sintang di ruang tunggu Pendopo Bupati Sintang, belum

lama ini.

“Beberapa waktu lalu saya sudah bertemu Gubernur

dan Kapolda Kalbar. Gubernur dengan tegas minta cepat memproses WPR. Kapolda

tegas menyatakan improvisasi mengatasi masalah ini silahkan tetapi penegakan

hukum tetap jalan,” ujar Bupati Jarot.

“Kalau kita naik pesawat, kita akan melihat

banyak spot tanah yang putih bekas PETI. Di sungai juga banyak titik sumber air

baku oleh PDAM. Yang selalu disalahkan adalah kadar merkuri di Sungai Melawi

dan Sungai Kapuas sudah di atas ambang batas aman. Jadi air sungai ini disedot

oleh PDAM kemudian dialirkan kepada 40 ribu konsumen PDAM di Sintang,” sambungnya.

Saat ini, lanjut Bupati, Badan Pengkajian

dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mengembangkan sianida basah untuk

menggantikan merkuri karena lebih murah dan efektif tidak berbahaya.

“Saat ini izin pertambangan rakyat sudah

menjadi kewenangan Gubernur bukan Bupati,” ucapnya.

Berdasarkan Perda RTER, diterangkan Bupati,

maka WPR sebenarnya hanya diperbolehkan di daerah Sepauk dan Ketungau Hulu. Namun

Bupati berjanji akan membantu dengan kebijakan Bupati Sintang agar WPR diperbolehkan

di Kecamatan Sintang dan daerah lainnya.

“Kita akan berikan toleransi di sungai jika

tidak menggunakan merkuri dan ada alat pengolahan khusus. Di sungai harus zero

merkuri, tidak ada manipulasi lingkungan dengan menggunakan alat berat, tidak

menyentuh titik air baku PDAM, betul-betul untuk bertahan hidup, mempertahankan

konsep Sintang Lestari dan lingkungan dijaga, pembatasan jumlah mesin di yang

beroperasi dan hanya untuk mencari makan serta ada izin oleh kepala desa. Boleh

menambang tanpa merusak lingkungan, tidak dekat dengan fasilitas umum. Tidak

membuat tebing longsor. Solusi ini akan kita bawa ke Gubernur dan Kapolda,”

tukasnya.

Bupati juga menambahkan bahwa konsep

Sintang Lestari ada keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan menjaga

lingkungan.

“Bakar ladang saja kita atur dengan baik apalagi aktivitas PETI. WPR akan kita bantu dengan syarat statusnya tanah negara maksimal 25 hektar di suatu wilayah dan hanya untuk 25 mesin. Saya akan bawa perwakilan pekerja PETI bertemu Gubernur dan Kapolda Kalbar. Kita sama-sama berjuang. Konsep kita sama yakni zero merkuri dan harus ramah lingkungan,” tandasnya.

Sementara Dedi Wahyudi dari WWF Sintang

menjelaskan mengenai penyelamatan lingkungan dengan tetap memperhatikan masalah

ekonomi. Dalam konsep Sintang Lestari, kata dia, harus ada keseimbangan antara

aktivitas ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

“Artinya pengembangan ekonomi berbasis

lingkungan. Faktanya budaya kita pun dihancurkan oleh PETI. Kami juga

menyimpulkan bahwa aktivitas PETI menurunkan kualitas baku air dengan kekeruhan

yang mempengaruhi biotik sungai. Kami memang tidak berwenang untuk menghentikan

PETI tetapi kami terus mendorong agar membantu peralihan kerja. WPR perlu

melihat tata ruang yang ada,” terang Dedi Wahyudi dari WWF.

Sementara Rayendra dari Sintang Fishing

Club turut menjelaskan bahwa sudah banyak penelitian tentang kualitas air

Sungai Melawi dan Kapuas bahwa percampuran berbagai materi akibat PETI bisa

menyebabkan penyakit kanker dan ginjal karena di konsumsi terus menerus.

“Pertama yang menerima dampak adalah

masyarakat pesisir. Tanjung di sungai juga berkurang. Kami selalu melakukan

evaluasi atas kualitas air sungai Melawi dan Kapuas. WPR harus melalui kajian

dan AMDAL. WPR harus ada kajian mendalam, apa yang kita lakukan melalui PETI

tidak aman dan ada 8 Undang-undang yang dilanggar. PETI tidak hanya persoalan

merkuri tetapi lumpur yang berdampak. PETI memberikan dampak negatif yang

besar. Bagi saya PETI di sungai tidak ada toleransi lagi,” terang Rayendra.

Sementara Ketua Persatuan Pekerja Penambang

Emas Kabupaten Sintang, Asmidi menegaskan bahwa pihaknya menuntut solusi karena

menyangkut masa depan para pekerja penambang emas dan keluarga.

“Sampai sekarang belum ada solusi dari

masalah ini. Kami juga belum ada pekerjaan lain. Sementara WPR butuh proses

sementara kami tidak mampu menunggu proses WPR. Mekanisme yang dituntut kami

siap ikuti seperti zero merkuri kami siap,” terang Asmidi.

Keramai salah seorang pekerja menegaskan

bahwa apabila aktivitas PETI benar-benar dihentikan pihaknya tentu akan berontak.

Keramai berdalih bahwa hal ini menyangkut keperluan keluarga para pekerja PETI.

“Kami minta diberi petunjuk untuk bisa

bekerja selama proses WPR. Kami warga negara dan punya hak atas tanah kami.

Saat ini ada ribuan orang menunggu hasil dialog ini. Untuk berhenti bekerja

rasanya berat sekali. Kami sudah tidak bekerja beberapa hari. Kami tidak pernah

menerima surat kesepakatan Forkopimda kemarin. Kami hanya lihat melalui media

sosial. Tetapi kami patuh dan menghentikan pekerjaan ini. Kami hanya minta diizinkan

bekerja selama proses pengurusan WPR. Kami belum pernah mendengar ada kasus

penyakit karena merkuri,” terang Keramai.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sintang,

Syahroni menjelaskan pihaknya sudah pernah melakukan kordinasi ke Dinas ESDM Provinsi

Kalbar. Hasilnya, lanjut Roni, memang WPR memerlukan waktu lantaran harus ada

kajian.

“DPRD Sintang juga ada kewenangan dalam

proses pengurusan WPR. Dampak dari PETI tidak bisa kita tutupi. Tapi, kami di

DPRD siap bantu dalam mengurus WPR,” tukas Syahroni. (Sg)

Artikel Selanjutnya
Bupati Jarot Resmikan KCP Mandiri Taspen Sintang
Jumat, 21 Desember 2018
Artikel Sebelumnya
Pekerja PETI Tuntut Solusi Selama Kepengurusan WPR Berlangsung
Jumat, 21 Desember 2018

Berita terkait