KalbarOnline, Pontianak – Mantan Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis dilaporkan oleh dua warga Kalbar atas nama Syahranuddin Fadli dan Syarif Usmulyansyah terkait dugaan tindak pidana penistaan agama, diskriminasi terhadap ras dan etnis serta ujaran kebencian ke Ditreskrimum Polda Kalbar, Jumat (28/12/2018) siang kemarin.
Laporan ini berdasarkan isi pidato Cornelis yang sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu.
Kuasa Hukum pelapor, Denie Amiruddin menjelaskan bahwa dalam pidato tersebut, Cornelis menyatakan bahwa Islam adalah penjajah bersama-sama Belanda di negeri ini.
“Kami percaya di negeri ini hukum itu masih menjadi panglima, masih bisa ditegakkan. Tinggal bagaimana aparatur penegak hukum menyikapi ini,” ujar Denie.
Denie yang merupakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah (LBH UMP) Pontianak ini mengatakan bahwa kliennya memperoleh video tersebut dari YouTube.
Dalam laporan tersebut, para pelapor juga membawa barang bukti berupa video Cornelis saat berpidato yang diunduh dari YouTube dan screenshoot video tersebut yang di print out.
Denie menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal proses hukum terhadap laporan ini.
“Kami akan kawal proses hukumnya. Kita akan terus tindak lanjut. Karena ada surat edaran dari Kapolri yang mengatakan bahwa ujaran kebencian ada langkah-langkah dan upaya yang harus ditempuh,” tegasnya.
Denie juga mengaku tak mengetahui apakah selain pihaknya sudah ada pihak lain yang telah melaporkan Cornelis sebelumnya.
Namun, yang diketahuinya, belum ada sama sekali laporan di Ditreskrimum dan Ditreskrimsus Polda Kalbar berkenaan dengan video tersebut.
“Kami melihat ini tidak ada progresnya. Ternyata tidak ada laporannya di sini. Makanya kita bikin laporan. Setelah kami cek ternyata tidak ada (laporan). Baik itu Ditreskrimum maupun Ditreskrimsus tidak ada. Tapi, kita tidak usah membuat stigma yang macam-macam terhadap Polda,” tukasnya.
Ia juga menilai apa yang diutarakan Cornelis selaku tokoh publik, telah melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Kami berharap hukum ditegakkan. Tak ada yang istimewa di negeri ini terhadap hukum. Siapa yang berbuat, dia yang bertanggung jawab. Hukum harus jadi panglima, jangan sampai diperalat. Kami yakin dan kami percaya masyarakat Islam banyak tersinggung,” tandasnya. (Fai)
Comment