Jiwo sebut zonasi PPDB belenggu keinginan murid mengenyam pendidikan di sekolah unggulan
KalbarOnline, Kubu Raya – Proses penerapan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) murid sekolah negeri di wilayah Kabupaten Kubu Raya menjadi atensi Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan.
Muda mengatakan, sistem zonasi dalam PPDB mempunyai dua sisi positif dan negatif. Nilai positif yang didapati yakni adanya tertib administrasi kependudukan, namun sistem zonasi juga menutup peluang bagi murid-murid yang berprestasi yang berkeinginan mengenyam pendidikan di sekolah unggulan.
“Hal seperti inikan termasuk kebijakan yang baru sehingga menimbulkan keresahan. Tapi ada hikmah lainnya terutama bagi sekolah-sekolah yang tidak unggul tentunya menjadi tantangan sendiri hingga sistem zonasi ini menjadi cambuk untuk meningkatkan prestasi sekolah khususnya para tenaga pendidik,” ucapnya ditemui, Selasa (2/7/2019).
Orang nomor wahid di Kubu Raya ini juga menyebut sistem zonasi ini juga membelenggu pergaulan murid-murid sekolah yang diketahui Kubu Raya memiliki kemajemukan berbagai etnis, ras dan budaya. Multikultur dimaksudnya, memberikan nilai positif terhadap pergaulan murid-murid di sekolah.
“Saya kira harus ada afirmasi terhadap zonasi ini, seharusnya zonasi sekian persen, afirmasinya sekian persen. Jadi jangan memakai sistem zonasi seratus persen,” tegas Muda Mahendrawan.
Sementara Wakil Bupati Kubu Raya, Sujiwo menuturkan kebijakan sistem zonasi PPDB murid sekolah mempunyai tujuan baik dari segi penyempurnaan serta konstruktif terhadap proses belajar dan mengajar.
“Tetapi memang dampak negatifnya juga ada, contohnya seorang siswa yang berprestasi ingin melanjutkan ke sekolah favorit namun karena sistem zonasi jadi membelenggu keinginannya apabila sekolah favorit itu ada di Kota pontianak,” jelasnya.
Orang nomor dua di Kubu Raya ini juga menyinggung multikultur yang dimiliki daerah Kubu Raya, dengan sistem zonasi maka nilai multikulturalisme dalam kehidupan masyarakat tidak teradopsi dalam sekolah-sekolah yang menerapkan sistem zonasi. Dia mencontohkan daerah yang minoritas etnis tertentu tidak bisa berbaur maksimal dengan budaya multikultur yang ada.
“Jadi tidak terasimilasi. Sedangkan salah satu sisi positifnya maksimalisasi fungsi, yang biasanya sekolah-sekolah negeri di Kecamatan sulit mencari didik baru karena murid-murid berbondong-bondong ke sekolah yang ada di kota,” tandasnya. (ian)
Comment