Pontianak    

Aplikasi Zonasi Tak Akurat, Ratusan Orang Tua Murid Datangi Posko PPDB Kalbar

Oleh : Jauhari Fatria
Rabu, 26 Juni 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline,

Pontianak – Ratusan orang tua murid mendatangi posko pengaduan Penerimaan

Peserta Didik Baru (PPDB) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat,

Rabu (26/6/2019).

Kedatangan mereka untuk mempertanyakan sistem aplikasi zonasi yang digunakan pihak sekolah yang dinilai menimbulkan masalah sehingga anak-anaknya terancam tidak dapat diterima di SMA negeri.

Muhammad Yunus, satu di antara orang tua siswa menganggap, sistem zonasi yang diterapkan pihak sekolah tidak akurat dengan fakta lapangan.

Menurut dia, jarak rumahnya dari SMA Negeri 2 Kota

Pontianak, berdasarkan aplikasi zonasi menjadi jauh sampai 3 kilometer, padahal

faktanya dari Jalan Srikaya ke SMA Negeri 2 Pontianak tidak sampai 1 kilometer.

Tidak akuratnya sistem aplikasi zonasi mengakibatkan anaknya tidak dapat

diterima di sekolah tersebut.

“Rutenya jika menggunakan aplikasi harus mutar lewat depan

ke sekolah. Padahal bisa lewat belakang yang lebih dekat,” kata Yunus, Rabu

siang.

Meskipun posko pengaduan PPDB Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kalimantan Barat buka pukul 09.00 WIB, namun Muhammad Yunus berama

orang tua murid lainnya telah menunggu sejak pukul 06.00 WIB. Keluhan mereka

rata-rata sama.

“Kami ini khawatir, anak kami tidak bisa sekolah, karena

sistem zonasi ini. Ada pun sekolah swasta yang menjadi alternatif, tapi

biayanya mahal,” tutup dia.

Senada dengan Muhammad Yunus, Elisabeth yang merupakan warga Kecamatan Pontianak Utara ini mengaku kecewa dengan penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Elisabeth mengatakan, anaknya tidak bisa diterima di SMA Negeri 5 padahal nilai kelulusan anaknya terbilang tinggi sehingga layak untuk diterima di SMA negeri.

“Untuk sistem zonasi ini tidak bisa berlaku umum. Kita tidak

bisa disamakan dengan Jakarta yang sekolahnya banyak. Bandingkan saja dengan kami

di Pontianak Utara, SMA negeri hanya ada satu, dikeroyok oleh lima SMP negeri

dan swasta,” ujarnya saat diwawancarai.

Ia mencontohkan bahwa dalam setahun ada 1500-1700 siswa yang

tamat SMP di Pontianak Utara, sementara penerimaan murid baru di SMA Negeri 5 hanya

300an lebih.

“Jadi 1000an lebih anak yang lainnya ini mau dikemanakan,

apakah mau disuruh jadi gembel. Sedangkan negara mewajibkan 12 tahun belajar. Penerimaan

di sekolah swasta juga sudah tutup, biaya pun sangat mahal,” tukasnya.

“Sebenarnya Gubernur dan Dewan harus punya kebijakan sendiri,

buat apa kita punya Gubernur dan Dewan tapi tak mengerti daerah kita dan

memperjuangkan rakyat. Akhirnya anak-anak ini mau diapakan, ini baru di Pontianak

Utara, belum lagi di Pontianak Barat,” timpalnya.

Atas kejadian ini, Elisabeth sampai-sampai menyatakan bahwa ujian

nasional serasa tidak ada gunanya lantaran nilai kelulusan yang tinggi tak

menjamin anak bisa diterima di SMA negeri.

“Jadi sekarang anak-anak ujian tidak ada gunanya, belajar

capek-capek, les sana-sini, keluarkan duit, dapat nilai tinggi pun tidak

diterima. Meskipun nilai tinggi, tak menjamin bisa diterima, percuma jadi anak

pintar, kalah dengan sistem zonasi,” cecarnya.

“Tidak setuju saya, kalau anak kita pintar tapi kalah dengan

sistem zonasi. Supaya semua tercover, harusnya kuota zonasi 40 persen, kuota seleksi

nilai 40 persen, sisanya untuk prestasi dan perpindahan orang tua, jadi

semuanya tercover, jangan sampai anak-anak kita belajar pintar-pintar tapi kalah

dengan sistem zonasi,” tandasnya. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Maling Uang Ratusan Juta, Kepala Dusun di Ketapang Diamankan Polisi
Rabu, 26 Juni 2019
Artikel Sebelumnya
Kecewa Dengan Penerapan Sistem Zonasi PPDB, Orang Tua Murid : Anak Pintar Kalah Dengan Zonasi
Rabu, 26 Juni 2019

Berita terkait