Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 26 Juni 2019 |
KalbarOnline,
Pontianak – Ratusan orang tua murid mendatangi posko pengaduan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat,
Rabu (26/6/2019).
Kedatangan mereka untuk mempertanyakan sistem aplikasi zonasi yang digunakan pihak sekolah yang dinilai menimbulkan masalah sehingga anak-anaknya terancam tidak dapat diterima di SMA negeri.
Muhammad Yunus, satu di antara orang tua siswa menganggap, sistem zonasi yang diterapkan pihak sekolah tidak akurat dengan fakta lapangan.
Menurut dia, jarak rumahnya dari SMA Negeri 2 Kota
Pontianak, berdasarkan aplikasi zonasi menjadi jauh sampai 3 kilometer, padahal
faktanya dari Jalan Srikaya ke SMA Negeri 2 Pontianak tidak sampai 1 kilometer.
Tidak akuratnya sistem aplikasi zonasi mengakibatkan anaknya tidak dapat
diterima di sekolah tersebut.
“Rutenya jika menggunakan aplikasi harus mutar lewat depan
ke sekolah. Padahal bisa lewat belakang yang lebih dekat,” kata Yunus, Rabu
siang.
Meskipun posko pengaduan PPDB Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kalimantan Barat buka pukul 09.00 WIB, namun Muhammad Yunus berama
orang tua murid lainnya telah menunggu sejak pukul 06.00 WIB. Keluhan mereka
rata-rata sama.
“Kami ini khawatir, anak kami tidak bisa sekolah, karena
sistem zonasi ini. Ada pun sekolah swasta yang menjadi alternatif, tapi
biayanya mahal,” tutup dia.
Senada dengan Muhammad Yunus, Elisabeth yang merupakan warga Kecamatan Pontianak Utara ini mengaku kecewa dengan penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Elisabeth mengatakan, anaknya tidak bisa diterima di SMA Negeri 5 padahal nilai kelulusan anaknya terbilang tinggi sehingga layak untuk diterima di SMA negeri.
“Untuk sistem zonasi ini tidak bisa berlaku umum. Kita tidak
bisa disamakan dengan Jakarta yang sekolahnya banyak. Bandingkan saja dengan kami
di Pontianak Utara, SMA negeri hanya ada satu, dikeroyok oleh lima SMP negeri
dan swasta,” ujarnya saat diwawancarai.
Ia mencontohkan bahwa dalam setahun ada 1500-1700 siswa yang
tamat SMP di Pontianak Utara, sementara penerimaan murid baru di SMA Negeri 5 hanya
300an lebih.
“Jadi 1000an lebih anak yang lainnya ini mau dikemanakan,
apakah mau disuruh jadi gembel. Sedangkan negara mewajibkan 12 tahun belajar. Penerimaan
di sekolah swasta juga sudah tutup, biaya pun sangat mahal,” tukasnya.
“Sebenarnya Gubernur dan Dewan harus punya kebijakan sendiri,
buat apa kita punya Gubernur dan Dewan tapi tak mengerti daerah kita dan
memperjuangkan rakyat. Akhirnya anak-anak ini mau diapakan, ini baru di Pontianak
Utara, belum lagi di Pontianak Barat,” timpalnya.
Atas kejadian ini, Elisabeth sampai-sampai menyatakan bahwa ujian
nasional serasa tidak ada gunanya lantaran nilai kelulusan yang tinggi tak
menjamin anak bisa diterima di SMA negeri.
“Jadi sekarang anak-anak ujian tidak ada gunanya, belajar
capek-capek, les sana-sini, keluarkan duit, dapat nilai tinggi pun tidak
diterima. Meskipun nilai tinggi, tak menjamin bisa diterima, percuma jadi anak
pintar, kalah dengan sistem zonasi,” cecarnya.
“Tidak setuju saya, kalau anak kita pintar tapi kalah dengan
sistem zonasi. Supaya semua tercover, harusnya kuota zonasi 40 persen, kuota seleksi
nilai 40 persen, sisanya untuk prestasi dan perpindahan orang tua, jadi
semuanya tercover, jangan sampai anak-anak kita belajar pintar-pintar tapi kalah
dengan sistem zonasi,” tandasnya. (Fai)
KalbarOnline,
Pontianak – Ratusan orang tua murid mendatangi posko pengaduan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat,
Rabu (26/6/2019).
Kedatangan mereka untuk mempertanyakan sistem aplikasi zonasi yang digunakan pihak sekolah yang dinilai menimbulkan masalah sehingga anak-anaknya terancam tidak dapat diterima di SMA negeri.
Muhammad Yunus, satu di antara orang tua siswa menganggap, sistem zonasi yang diterapkan pihak sekolah tidak akurat dengan fakta lapangan.
Menurut dia, jarak rumahnya dari SMA Negeri 2 Kota
Pontianak, berdasarkan aplikasi zonasi menjadi jauh sampai 3 kilometer, padahal
faktanya dari Jalan Srikaya ke SMA Negeri 2 Pontianak tidak sampai 1 kilometer.
Tidak akuratnya sistem aplikasi zonasi mengakibatkan anaknya tidak dapat
diterima di sekolah tersebut.
“Rutenya jika menggunakan aplikasi harus mutar lewat depan
ke sekolah. Padahal bisa lewat belakang yang lebih dekat,” kata Yunus, Rabu
siang.
Meskipun posko pengaduan PPDB Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kalimantan Barat buka pukul 09.00 WIB, namun Muhammad Yunus berama
orang tua murid lainnya telah menunggu sejak pukul 06.00 WIB. Keluhan mereka
rata-rata sama.
“Kami ini khawatir, anak kami tidak bisa sekolah, karena
sistem zonasi ini. Ada pun sekolah swasta yang menjadi alternatif, tapi
biayanya mahal,” tutup dia.
Senada dengan Muhammad Yunus, Elisabeth yang merupakan warga Kecamatan Pontianak Utara ini mengaku kecewa dengan penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Elisabeth mengatakan, anaknya tidak bisa diterima di SMA Negeri 5 padahal nilai kelulusan anaknya terbilang tinggi sehingga layak untuk diterima di SMA negeri.
“Untuk sistem zonasi ini tidak bisa berlaku umum. Kita tidak
bisa disamakan dengan Jakarta yang sekolahnya banyak. Bandingkan saja dengan kami
di Pontianak Utara, SMA negeri hanya ada satu, dikeroyok oleh lima SMP negeri
dan swasta,” ujarnya saat diwawancarai.
Ia mencontohkan bahwa dalam setahun ada 1500-1700 siswa yang
tamat SMP di Pontianak Utara, sementara penerimaan murid baru di SMA Negeri 5 hanya
300an lebih.
“Jadi 1000an lebih anak yang lainnya ini mau dikemanakan,
apakah mau disuruh jadi gembel. Sedangkan negara mewajibkan 12 tahun belajar. Penerimaan
di sekolah swasta juga sudah tutup, biaya pun sangat mahal,” tukasnya.
“Sebenarnya Gubernur dan Dewan harus punya kebijakan sendiri,
buat apa kita punya Gubernur dan Dewan tapi tak mengerti daerah kita dan
memperjuangkan rakyat. Akhirnya anak-anak ini mau diapakan, ini baru di Pontianak
Utara, belum lagi di Pontianak Barat,” timpalnya.
Atas kejadian ini, Elisabeth sampai-sampai menyatakan bahwa ujian
nasional serasa tidak ada gunanya lantaran nilai kelulusan yang tinggi tak
menjamin anak bisa diterima di SMA negeri.
“Jadi sekarang anak-anak ujian tidak ada gunanya, belajar
capek-capek, les sana-sini, keluarkan duit, dapat nilai tinggi pun tidak
diterima. Meskipun nilai tinggi, tak menjamin bisa diterima, percuma jadi anak
pintar, kalah dengan sistem zonasi,” cecarnya.
“Tidak setuju saya, kalau anak kita pintar tapi kalah dengan
sistem zonasi. Supaya semua tercover, harusnya kuota zonasi 40 persen, kuota seleksi
nilai 40 persen, sisanya untuk prestasi dan perpindahan orang tua, jadi
semuanya tercover, jangan sampai anak-anak kita belajar pintar-pintar tapi kalah
dengan sistem zonasi,” tandasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini