Serbaneka    

Awal Mula Munculnya Ide Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894

Oleh : Jauhari Fatria
Selasa, 30 Juli 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline, Serbaneka – Desa Tumbang Anoi adalah sebuah desa yang terpencil dari Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Jarak dari Desa Tumbang Anoi menuju Kota Palangka Raya kurang lebih 6 jam.

Di desa inilah lahir seorang pengagas Hak Asasi Manusia kaum

Dayak se-pulau Borneo yakni Damang Batu. Karena di zaman sebelum tahun 1894, sesama

suku Dayak di pulau Borneo saling membunuh dengan cara Ngayau (setelah dibunuh

kepalanya dibawa pulang dibawa ke kampung dan disimpan di suatu tempat) serta

perbudakan bahkan nyawa manusia tidak ada harganya pada waktu itu.

Entah ide dari mana, pada zaman penjajahan Belanda, ide

untuk mengumpulkan orang-orang sakti di seluruh pulau Borneo tercetus di tahun

1894, oleh Panglima Damang Batu di Desa Tumbang Anoi.

Pada waktu itu, di Tumbang Anoi hidup sekitar 70 kepala

keluarga (KK) suku Dayak Kahayan yang tinggal di sana. Pada masa itu warga

Dayak di situ menganut kepercayaan Kaharingan, bahkan sampai sekarang masih ada

warga di Tumbang Anoi yang menganut kepercayaan tersebut.

Untuk menghentikan perbudakan dan saling menbunuh sesama

kaum Dayak, maka ide untuk mengumpulkan tokoh-tokoh Dayak di pulau Borneo

bahkan dari Sabah, Serawak dan Brunei akhirnya tercapai, hinga realisasinya

pertemuan tersebut terlaksana pada tahun 1894 atau 125 tahun silam.

Pada pertemuan tersebut telah disepakati tiga kesepakatan

salah satunya adalah menghentikan kebiasaan Ngayau dan perbudakan sesama kaum

Dayak serta menghentikan permusuhan sesama kaum Dayak di pulau Borneo, Sabah, Serawak

dan Brunei.

Akhirnya sejak pertemuan itu, kegiatan Ngayau, perbudakan

antar sesama suku Dayak berangsur-angsur berhenti, satu demi satu warga Dayak

mulai memeluk agama hingga sekarang.

Dari sepengal kisah tersebut, munculnya ide Napak Tilas Damai

Tumbang Anoi 1894. Ekspedisi Napak Tilas dan seminar internasional yang

terselenggara pada 22-24 Juli 2019 juga menghasilkan beberapa kesepakatan,

tujuannya agar pemerintah pusat bisa mengakomodir kepentigan suku Dayak di

Pulau Kalimantan.

Karena selama ini kekayaan suku Dayak di Pulau Borneo telah

habis terkuras, kayu, tambang dan kekayaan alam lainya. Namun pada kenyataan

warga Dayak masih jauh ketinggalan, baik sarana pendidikan, infrastruktur serta

sarana kesehatan. Minimnya sarana tersebut dinilai sangat menganggu kemajuan

warga Dayak.

Karena tiga pilar ini sangat menentukan maju mundurnya

Sumber Daya Manusia di pulau Borneo sebagai pulau Dayak. (Mus)

Artikel Selanjutnya
Pemkab Kubu Raya Terima KKN-PPM Mahasiswa UGM
Selasa, 30 Juli 2019
Artikel Sebelumnya
Hendak Mencari Udang di Makam Pahlawan, Nurdin Meninggal Dunia Dilindas Truk Kontainer
Selasa, 30 Juli 2019

Berita terkait