Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Selasa, 30 Juli 2019 |
KalbarOnline, Serbaneka – Desa Tumbang Anoi adalah sebuah desa yang terpencil dari Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Jarak dari Desa Tumbang Anoi menuju Kota Palangka Raya kurang lebih 6 jam.
Di desa inilah lahir seorang pengagas Hak Asasi Manusia kaum
Dayak se-pulau Borneo yakni Damang Batu. Karena di zaman sebelum tahun 1894, sesama
suku Dayak di pulau Borneo saling membunuh dengan cara Ngayau (setelah dibunuh
kepalanya dibawa pulang dibawa ke kampung dan disimpan di suatu tempat) serta
perbudakan bahkan nyawa manusia tidak ada harganya pada waktu itu.
Entah ide dari mana, pada zaman penjajahan Belanda, ide
untuk mengumpulkan orang-orang sakti di seluruh pulau Borneo tercetus di tahun
1894, oleh Panglima Damang Batu di Desa Tumbang Anoi.
Pada waktu itu, di Tumbang Anoi hidup sekitar 70 kepala
keluarga (KK) suku Dayak Kahayan yang tinggal di sana. Pada masa itu warga
Dayak di situ menganut kepercayaan Kaharingan, bahkan sampai sekarang masih ada
warga di Tumbang Anoi yang menganut kepercayaan tersebut.
Untuk menghentikan perbudakan dan saling menbunuh sesama
kaum Dayak, maka ide untuk mengumpulkan tokoh-tokoh Dayak di pulau Borneo
bahkan dari Sabah, Serawak dan Brunei akhirnya tercapai, hinga realisasinya
pertemuan tersebut terlaksana pada tahun 1894 atau 125 tahun silam.
Pada pertemuan tersebut telah disepakati tiga kesepakatan
salah satunya adalah menghentikan kebiasaan Ngayau dan perbudakan sesama kaum
Dayak serta menghentikan permusuhan sesama kaum Dayak di pulau Borneo, Sabah, Serawak
dan Brunei.
Akhirnya sejak pertemuan itu, kegiatan Ngayau, perbudakan
antar sesama suku Dayak berangsur-angsur berhenti, satu demi satu warga Dayak
mulai memeluk agama hingga sekarang.
Dari sepengal kisah tersebut, munculnya ide Napak Tilas Damai
Tumbang Anoi 1894. Ekspedisi Napak Tilas dan seminar internasional yang
terselenggara pada 22-24 Juli 2019 juga menghasilkan beberapa kesepakatan,
tujuannya agar pemerintah pusat bisa mengakomodir kepentigan suku Dayak di
Pulau Kalimantan.
Karena selama ini kekayaan suku Dayak di Pulau Borneo telah
habis terkuras, kayu, tambang dan kekayaan alam lainya. Namun pada kenyataan
warga Dayak masih jauh ketinggalan, baik sarana pendidikan, infrastruktur serta
sarana kesehatan. Minimnya sarana tersebut dinilai sangat menganggu kemajuan
warga Dayak.
Karena tiga pilar ini sangat menentukan maju mundurnya
Sumber Daya Manusia di pulau Borneo sebagai pulau Dayak. (Mus)
KalbarOnline, Serbaneka – Desa Tumbang Anoi adalah sebuah desa yang terpencil dari Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Jarak dari Desa Tumbang Anoi menuju Kota Palangka Raya kurang lebih 6 jam.
Di desa inilah lahir seorang pengagas Hak Asasi Manusia kaum
Dayak se-pulau Borneo yakni Damang Batu. Karena di zaman sebelum tahun 1894, sesama
suku Dayak di pulau Borneo saling membunuh dengan cara Ngayau (setelah dibunuh
kepalanya dibawa pulang dibawa ke kampung dan disimpan di suatu tempat) serta
perbudakan bahkan nyawa manusia tidak ada harganya pada waktu itu.
Entah ide dari mana, pada zaman penjajahan Belanda, ide
untuk mengumpulkan orang-orang sakti di seluruh pulau Borneo tercetus di tahun
1894, oleh Panglima Damang Batu di Desa Tumbang Anoi.
Pada waktu itu, di Tumbang Anoi hidup sekitar 70 kepala
keluarga (KK) suku Dayak Kahayan yang tinggal di sana. Pada masa itu warga
Dayak di situ menganut kepercayaan Kaharingan, bahkan sampai sekarang masih ada
warga di Tumbang Anoi yang menganut kepercayaan tersebut.
Untuk menghentikan perbudakan dan saling menbunuh sesama
kaum Dayak, maka ide untuk mengumpulkan tokoh-tokoh Dayak di pulau Borneo
bahkan dari Sabah, Serawak dan Brunei akhirnya tercapai, hinga realisasinya
pertemuan tersebut terlaksana pada tahun 1894 atau 125 tahun silam.
Pada pertemuan tersebut telah disepakati tiga kesepakatan
salah satunya adalah menghentikan kebiasaan Ngayau dan perbudakan sesama kaum
Dayak serta menghentikan permusuhan sesama kaum Dayak di pulau Borneo, Sabah, Serawak
dan Brunei.
Akhirnya sejak pertemuan itu, kegiatan Ngayau, perbudakan
antar sesama suku Dayak berangsur-angsur berhenti, satu demi satu warga Dayak
mulai memeluk agama hingga sekarang.
Dari sepengal kisah tersebut, munculnya ide Napak Tilas Damai
Tumbang Anoi 1894. Ekspedisi Napak Tilas dan seminar internasional yang
terselenggara pada 22-24 Juli 2019 juga menghasilkan beberapa kesepakatan,
tujuannya agar pemerintah pusat bisa mengakomodir kepentigan suku Dayak di
Pulau Kalimantan.
Karena selama ini kekayaan suku Dayak di Pulau Borneo telah
habis terkuras, kayu, tambang dan kekayaan alam lainya. Namun pada kenyataan
warga Dayak masih jauh ketinggalan, baik sarana pendidikan, infrastruktur serta
sarana kesehatan. Minimnya sarana tersebut dinilai sangat menganggu kemajuan
warga Dayak.
Karena tiga pilar ini sangat menentukan maju mundurnya
Sumber Daya Manusia di pulau Borneo sebagai pulau Dayak. (Mus)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini