Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 18 Oktober 2019 |
KalbarOnline, Sekadau
– Bagi Anda yang akan berwisata ke Kalimantan Barat khususnya Kabupaten
Sekadau bersama teman atau keluarga, tak ada salahnya jika mengunjungi Desa Semabi
yang merupakan desa penghasil gula aren. Pasalnya, proses pembuatan gula aren
di Sekadau ini cukup unik lantaran masih kental akan adat tradisional bahkan masih
terdapat unsur mistis yang masih dipercayai oleh warga setempat khususnya para
pengrajin gula aren.
Salah seorang pengrajin gula aren, Julheder berkenan
menerima kedatangan jurnalis KalbarOnline yang ingin melihat langsung proses
produksi gula aren tersebut.

Seperti diketahui bahwa gula aren merupakan salah satu
produk hasil perkebunan, diolah menjadi pemanis alami yang dihasilkan oleh pemekatan
nira aren (enau) yang secara tradisional melalui pemanasan atau dimasak. Proses
pemasakannya sendiri biasanya berlangsung beberapa jam, hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalamnya. Setelah dimasak atau
dipanaskan, kemudian dimasukan ke dalam cetakan hingga menjadi dingin dan
mengeras sehingga jadilah gula aren yang manis.
Berbeda dari produksi gula aren pada umumnya, Julheder
mengatakan proses pembuatan gula aren atau yang dikenal dengan sebutan gula
botong di desanya itu masih terbilang tradisional.
“Pertama-tama, sebelum mengambil air dari pohon aren (enau) selama
14 hari atau lebih dalam sebulan dilakukan proses pemukulan dengan irama
tertentu. Setelah dipukul, kemudian lengan-lengan pohon aren diayun hingga
lentur. Proses ini dilakukan dengan tata cara adat petani aren, yang tidak
sembarang dilakukan,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut dia, bunga atau mayangnya dipotong.
Dilanjutkan dengan mengelap air yang keluar dari batang sebanyak tiga kali. Hal
itu dilakukan untuk melihat apakah air pohon enau atau aren itu banyak atau
tidak.
“Setelah dipotong lengannya, didiamkan minimal selama dua
hari dan setelah itu diperiksa sebanyak apa sagunya. Dalam proses pengambilan
air, petani aren akan menyanyikan sebuah lagu, yang disebut ‘bepomang’,”
tukasnya.
Kemudian jelasnya lagi, proses pemasangan tangga untuk naik
ke atas pohon dilakukan saat mulai mengayun.
Pria yang sudah 20 tahun memproduksi gula aren itu turut menjelaskan,
wadah untuk mengambil air aren menggunakan bambu. Namun, kata dia, juga bisa menggunakan
jerigen.
Selain beberapa rangkaian proses tersebut, ia juga
mengungkapkan bahwa ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh
petani aren.
“Ada pantangan juga bagi orang yang mengambil air enau atau
aren tersebut yakni tidak boleh berbicara kotor (cabul) dan perempuan yang
sedang menstruasi juga tidak boleh ikut serta dalam proses pengolahan air aren
ini,” tegasnya.
“Seorang petani aren juga tidak boleh pelit ketika orang
lain meminta hasil sadapannya airnya. Jika pantangan ini dilanggar maka,
air enau akan cepat mengering,” timpalnya.
Usai mengambil air aren, dilakukan penyaringan, proses
penyaringan ini ada dua jenis. Pertama, jika sagunya sedikit maka cukup
menggunakan ijuk (lapisan pohon aren). Kedua, jika sagunya banyak maka
menggunakan kain.
“Proses pemasakan pun dilakukan dalam wadah yang besar
dengan menggunakan tungku tanah dan kayu bakar. Selama proses pemasakan adonan
gula aren terus diaduk selama 3-3,5 jam. Sedangkan untuk membantu proses
pengerasan gula menggunakan campuran getah kapuk. Setelah dicetak, gula
biasanya hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk mengeras,” tukasnya lagi.
Harap Perhatian Pemerintah
Setelah menjelaskan secara singkat mengenai proses pembuatan
gula aren, Jul juga berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan jurnalis
KalbarOnline Sekadau.
Di sela-sela perbincangan itu, Jul menyampaikan harapannya
sekaligus harapan para pengrajin gula aren lainnya agar pemerintah membantu
mereka untuk menampung sekaligus memasarkan hasil produksi mereka.
Sebab, tutur dia, permasalahan yang selalu dihadapi mereka
sejak dulu yakni sulitnya menjual hasil produksi. Dirinya mengaku bahwa para
pengrajin gula aren atau gula botong ini tak jarang mengalami kerugian lantaran
gula aren yang mereka produksi tidak dapat dipasarkan alias tidak terjual.
“Karena persediaan gula aren hasil produksi sebelumnya masih
banyak di tempat para penampung. Sehingga terpaksa gula aren yang baru
diproduksi, disimpan di rumah. Tak jarang pula, gula aren yang diproduksi itu
akhirnya rusak,” tuturnya.
Ia juga mengharapkan perhatian pemerintah untuk dapat
memenuhi keperluan alat dalam proses pembuatan gula aren. Meski menelan pil
pahit, Jul mengaku tetap akan menjadi pengrajin gula aren. Sebab, kata Jul, tak
sembarang orang dapat memproduksi gula aren atau gula botong itu.
“Ya kita harap pemerintah membantu kami untuk penjualan gula
aren ini. Karena jarak dari desa ke seberang juga cukup jauh. Dan biasanya
hasil produksi kami hanya bisa dijual di pasar. Kami juga berharap agar gula
aren ini juga bisa dijual di toko-toko besar atau bahkan bisa dijual keluar
kota. Sehingga dalam memproduksi gula aren, kami tidak dibayangi ketakutan jika
nantinya hasil produksi tersebut tidak terjual dan tentunya akan berdampak pada
ekonomi para pengrajin gula aren,” tandasnya. (Mus)
KalbarOnline, Sekadau
– Bagi Anda yang akan berwisata ke Kalimantan Barat khususnya Kabupaten
Sekadau bersama teman atau keluarga, tak ada salahnya jika mengunjungi Desa Semabi
yang merupakan desa penghasil gula aren. Pasalnya, proses pembuatan gula aren
di Sekadau ini cukup unik lantaran masih kental akan adat tradisional bahkan masih
terdapat unsur mistis yang masih dipercayai oleh warga setempat khususnya para
pengrajin gula aren.
Salah seorang pengrajin gula aren, Julheder berkenan
menerima kedatangan jurnalis KalbarOnline yang ingin melihat langsung proses
produksi gula aren tersebut.

Seperti diketahui bahwa gula aren merupakan salah satu
produk hasil perkebunan, diolah menjadi pemanis alami yang dihasilkan oleh pemekatan
nira aren (enau) yang secara tradisional melalui pemanasan atau dimasak. Proses
pemasakannya sendiri biasanya berlangsung beberapa jam, hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalamnya. Setelah dimasak atau
dipanaskan, kemudian dimasukan ke dalam cetakan hingga menjadi dingin dan
mengeras sehingga jadilah gula aren yang manis.
Berbeda dari produksi gula aren pada umumnya, Julheder
mengatakan proses pembuatan gula aren atau yang dikenal dengan sebutan gula
botong di desanya itu masih terbilang tradisional.
“Pertama-tama, sebelum mengambil air dari pohon aren (enau) selama
14 hari atau lebih dalam sebulan dilakukan proses pemukulan dengan irama
tertentu. Setelah dipukul, kemudian lengan-lengan pohon aren diayun hingga
lentur. Proses ini dilakukan dengan tata cara adat petani aren, yang tidak
sembarang dilakukan,” ujarnya.
Setelah itu, lanjut dia, bunga atau mayangnya dipotong.
Dilanjutkan dengan mengelap air yang keluar dari batang sebanyak tiga kali. Hal
itu dilakukan untuk melihat apakah air pohon enau atau aren itu banyak atau
tidak.
“Setelah dipotong lengannya, didiamkan minimal selama dua
hari dan setelah itu diperiksa sebanyak apa sagunya. Dalam proses pengambilan
air, petani aren akan menyanyikan sebuah lagu, yang disebut ‘bepomang’,”
tukasnya.
Kemudian jelasnya lagi, proses pemasangan tangga untuk naik
ke atas pohon dilakukan saat mulai mengayun.
Pria yang sudah 20 tahun memproduksi gula aren itu turut menjelaskan,
wadah untuk mengambil air aren menggunakan bambu. Namun, kata dia, juga bisa menggunakan
jerigen.
Selain beberapa rangkaian proses tersebut, ia juga
mengungkapkan bahwa ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh
petani aren.
“Ada pantangan juga bagi orang yang mengambil air enau atau
aren tersebut yakni tidak boleh berbicara kotor (cabul) dan perempuan yang
sedang menstruasi juga tidak boleh ikut serta dalam proses pengolahan air aren
ini,” tegasnya.
“Seorang petani aren juga tidak boleh pelit ketika orang
lain meminta hasil sadapannya airnya. Jika pantangan ini dilanggar maka,
air enau akan cepat mengering,” timpalnya.
Usai mengambil air aren, dilakukan penyaringan, proses
penyaringan ini ada dua jenis. Pertama, jika sagunya sedikit maka cukup
menggunakan ijuk (lapisan pohon aren). Kedua, jika sagunya banyak maka
menggunakan kain.
“Proses pemasakan pun dilakukan dalam wadah yang besar
dengan menggunakan tungku tanah dan kayu bakar. Selama proses pemasakan adonan
gula aren terus diaduk selama 3-3,5 jam. Sedangkan untuk membantu proses
pengerasan gula menggunakan campuran getah kapuk. Setelah dicetak, gula
biasanya hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk mengeras,” tukasnya lagi.
Harap Perhatian Pemerintah
Setelah menjelaskan secara singkat mengenai proses pembuatan
gula aren, Jul juga berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan jurnalis
KalbarOnline Sekadau.
Di sela-sela perbincangan itu, Jul menyampaikan harapannya
sekaligus harapan para pengrajin gula aren lainnya agar pemerintah membantu
mereka untuk menampung sekaligus memasarkan hasil produksi mereka.
Sebab, tutur dia, permasalahan yang selalu dihadapi mereka
sejak dulu yakni sulitnya menjual hasil produksi. Dirinya mengaku bahwa para
pengrajin gula aren atau gula botong ini tak jarang mengalami kerugian lantaran
gula aren yang mereka produksi tidak dapat dipasarkan alias tidak terjual.
“Karena persediaan gula aren hasil produksi sebelumnya masih
banyak di tempat para penampung. Sehingga terpaksa gula aren yang baru
diproduksi, disimpan di rumah. Tak jarang pula, gula aren yang diproduksi itu
akhirnya rusak,” tuturnya.
Ia juga mengharapkan perhatian pemerintah untuk dapat
memenuhi keperluan alat dalam proses pembuatan gula aren. Meski menelan pil
pahit, Jul mengaku tetap akan menjadi pengrajin gula aren. Sebab, kata Jul, tak
sembarang orang dapat memproduksi gula aren atau gula botong itu.
“Ya kita harap pemerintah membantu kami untuk penjualan gula
aren ini. Karena jarak dari desa ke seberang juga cukup jauh. Dan biasanya
hasil produksi kami hanya bisa dijual di pasar. Kami juga berharap agar gula
aren ini juga bisa dijual di toko-toko besar atau bahkan bisa dijual keluar
kota. Sehingga dalam memproduksi gula aren, kami tidak dibayangi ketakutan jika
nantinya hasil produksi tersebut tidak terjual dan tentunya akan berdampak pada
ekonomi para pengrajin gula aren,” tandasnya. (Mus)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini