Sekadau    

Proses Pembuatan Gula Aren di Desa Semabi Masih Tradisional

Oleh : Jauhari Fatria
Jumat, 18 Oktober 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

KalbarOnline, Sekadau

Bagi Anda yang akan berwisata ke Kalimantan Barat khususnya Kabupaten

Sekadau bersama teman atau keluarga, tak ada salahnya jika mengunjungi Desa Semabi

yang merupakan desa penghasil gula aren. Pasalnya, proses pembuatan gula aren

di Sekadau ini cukup unik lantaran masih kental akan adat tradisional bahkan masih

terdapat unsur mistis yang masih dipercayai oleh warga setempat khususnya para

pengrajin gula aren.

Salah seorang pengrajin gula aren, Julheder berkenan

menerima kedatangan jurnalis KalbarOnline yang ingin melihat langsung proses

produksi gula aren tersebut.

Gula aren setelah melalui beberapa proses pembuatan (Foto: Mus)

Seperti diketahui bahwa gula aren merupakan salah satu

produk hasil perkebunan, diolah menjadi pemanis alami yang dihasilkan oleh pemekatan

nira aren (enau) yang secara tradisional melalui pemanasan atau dimasak. Proses

pemasakannya sendiri biasanya berlangsung beberapa jam, hal ini dimaksudkan

untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalamnya. Setelah dimasak atau

dipanaskan, kemudian dimasukan ke dalam cetakan hingga menjadi dingin dan

mengeras sehingga jadilah gula aren yang manis.

Berbeda dari produksi gula aren pada umumnya, Julheder

mengatakan proses pembuatan gula aren atau yang dikenal dengan sebutan gula

botong di desanya itu masih terbilang tradisional.

“Pertama-tama, sebelum mengambil air dari pohon aren (enau) selama

14 hari atau lebih dalam sebulan dilakukan proses pemukulan dengan irama

tertentu. Setelah dipukul, kemudian lengan-lengan pohon aren diayun hingga

lentur. Proses ini dilakukan dengan tata cara adat petani aren, yang tidak

sembarang dilakukan,” ujarnya.

Setelah itu, lanjut dia, bunga atau mayangnya dipotong.

Dilanjutkan dengan mengelap air yang keluar dari batang sebanyak tiga kali. Hal

itu dilakukan untuk melihat apakah air pohon enau atau aren itu banyak atau

tidak.

“Setelah dipotong lengannya, didiamkan minimal selama dua

hari dan setelah itu diperiksa sebanyak apa sagunya. Dalam proses pengambilan

air, petani aren akan menyanyikan sebuah lagu, yang disebut ‘bepomang’,”

tukasnya.

Kemudian jelasnya lagi, proses pemasangan tangga untuk naik

ke atas pohon dilakukan saat mulai mengayun.

Pria yang sudah 20 tahun memproduksi gula aren itu turut menjelaskan,

wadah untuk mengambil air aren menggunakan bambu. Namun, kata dia, juga bisa menggunakan

jerigen.

Selain beberapa rangkaian proses tersebut, ia juga

mengungkapkan bahwa ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh

petani aren.

“Ada pantangan juga bagi orang yang mengambil air enau atau

aren tersebut yakni tidak boleh berbicara kotor (cabul) dan perempuan yang

sedang menstruasi juga tidak boleh ikut serta dalam proses pengolahan air aren

ini,” tegasnya.

“Seorang petani aren juga tidak boleh pelit ketika orang

lain meminta hasil sadapannya airnya. Jika pantangan ini dilanggar maka,

air enau akan cepat mengering,” timpalnya.

Usai mengambil air aren, dilakukan penyaringan, proses

penyaringan ini ada dua jenis. Pertama, jika sagunya sedikit maka cukup

menggunakan ijuk (lapisan pohon aren). Kedua, jika sagunya banyak maka

menggunakan kain.

“Proses pemasakan pun dilakukan dalam wadah yang besar

dengan menggunakan tungku tanah dan kayu bakar. Selama proses pemasakan adonan

gula aren terus diaduk selama 3-3,5 jam. Sedangkan untuk membantu proses

pengerasan gula menggunakan campuran getah kapuk. Setelah dicetak, gula

biasanya hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk mengeras,” tukasnya lagi.

Harap Perhatian Pemerintah

Setelah menjelaskan secara singkat mengenai proses pembuatan

gula aren, Jul juga berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan jurnalis

KalbarOnline Sekadau.

Di sela-sela perbincangan itu, Jul menyampaikan harapannya

sekaligus harapan para pengrajin gula aren lainnya agar pemerintah membantu

mereka untuk menampung sekaligus memasarkan hasil produksi mereka.

Sebab, tutur dia, permasalahan yang selalu dihadapi mereka

sejak dulu yakni sulitnya menjual hasil produksi. Dirinya mengaku bahwa para

pengrajin gula aren atau gula botong ini tak jarang mengalami kerugian lantaran

gula aren yang mereka produksi tidak dapat dipasarkan alias tidak terjual.

“Karena persediaan gula aren hasil produksi sebelumnya masih

banyak di tempat para penampung. Sehingga terpaksa gula aren yang baru

diproduksi, disimpan di rumah. Tak jarang pula, gula aren yang diproduksi itu

akhirnya rusak,” tuturnya.

Ia juga mengharapkan perhatian pemerintah untuk dapat

memenuhi keperluan alat dalam proses pembuatan gula aren. Meski menelan pil

pahit, Jul mengaku tetap akan menjadi pengrajin gula aren. Sebab, kata Jul, tak

sembarang orang dapat memproduksi gula aren atau gula botong itu.

“Ya kita harap pemerintah membantu kami untuk penjualan gula

aren ini. Karena jarak dari desa ke seberang juga cukup jauh. Dan biasanya

hasil produksi kami hanya bisa dijual di pasar. Kami juga berharap agar gula

aren ini juga bisa dijual di toko-toko besar atau bahkan bisa dijual keluar

kota. Sehingga dalam memproduksi gula aren, kami tidak dibayangi ketakutan jika

nantinya hasil produksi tersebut tidak terjual dan tentunya akan berdampak pada

ekonomi para pengrajin gula aren,” tandasnya. (Mus)

Artikel Selanjutnya
Polsek Jungkat Amankan Terduga Pelaku Penjual Solar Ilegal
Jumat, 18 Oktober 2019
Artikel Sebelumnya
Semarakan Hari Jadi Pontianak ke-248, Hotel Golden Tulip Sediakan Makanan Khas Pontianak, GRATIS!
Jumat, 18 Oktober 2019

Berita terkait