Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Minggu, 17 November 2019 |
KalbarOnline,
Nasional – Kelangkaan solar subsidi di berbagai daerah akhir-akhir ini membuktikan
Kementerian Perhubungan dan kementerian terkait lainnya tidak memahami atau
tidak peduli terhadap sektor transportasi dan logistik, terutama angkutan
darat. Hal itu diutarakan oleh praktisi dan pemerhati transportasi logistik, Bambang
Haryo Soekartono, Minggu (17/11/2019).
Padahal, kata Bambang, angkutan logistik darat memegang
peranan sangat dominan dalam sistem transportasi nasional, yakni lebih dari 85
persen. Sehingga kelangkaan solar subsidi pasti berdampak terhadap perekonomian
nasional.
“Saya sangat prihatin kelangkaan solar berlarut-larut. Lebih
prihatin lagi, kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian, ESDM, hingga Kementerian Keuangan tidak
bersuara, seakan tidak tahu atau tidak mau tahu dengan kesulitan yang sedang
dialami angkutan darat,” ujarnya.
Bambang mengatakan, angkutan darat merupakan urat nadi
perekonomian, bukan hanya perannya yang sangat dominan, melainkan juga
konektivitasnya sangat erat dengan moda angkutan lain, baik laut, kerata api,
maupun udara. Semua moda lain bergantung pada angkutan darat untuk mengirim
barang dari hulu hingga hilir atau konsumen.
“Multiplier effect akibat kelangkaan BBM ini sangat luas,
melambatkan ekonomi karena logistik terhambat, sehingga harga-harga akan naik
dan inflasi meningkat. Ketidakpedulian kementerian itu tidak mendukung upaya
Presiden Joko Widodo untuk menggenjot ekonomi,” tegasnya.
Menurut Bambang, Kemenhub sebagai instansi yang paling
bertanggung jawab terhadap konektivitas seharusnya paling peduli berada di
depan mengatasi kelangkaan solar subsidi.
“Kemenhub sangat cepat merespons isu-isu populer, seperti
skuter listrik, dibandingkan dengan isu logistik. Persoalan skuter listrik
serahkan saja kepada pemda atau Dishub, Kemenhub perhatikan isu-isu besar,”
kata mantan Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini.
Dirinya mengingatkan, Indonesia sedang berpacu dengan waktu
untuk menghindari ancaman resesi dalam waktu dekat. Pemerintah tidak boleh
bekerja santai dan mengklaim bahwa ekonomi Indonesia baik-baik saja.
Kelangkaan solar subsidi yang berlarut-larut juga memberikan
kesan negara tidak hadir, terutama untuk memberantas mafia BBM subsidi sehingga
kuota solar selalu jebol. Menurut dia, sudah menjadi rahasia umum bahwa solar
subsidi mengalir ke industri melalui para spekulan BBM yang sering disebut
pengerit atau pelangsir.
Dia menduga, keberadaan para pengerit atau pelangsir yang
bekerja sama dengan oknum SPBU itu diketahui oleh Pertamina dan penegak hukum,
tetapi seakan ditoleransi dan dibiarkan sehingga kelangkaan solar terus
terjadi.
“Hampir 50 persen dari kuota solar subsidi itu diperkirakan
menguap ke industri di daerah-daerah, sedikit saja yang tersisa untuk angkutan
logistik dan angkutan umum. Pemerintah diminta serius dan tegas memberantas
kebocoran BBM yang masif ini, karena itu kita minta BPK, KPK, dan Polri turun
tangan,” tegas Bambang Haryo.
Dia mengatakan, kelangkaan solar seharusnya tidak terjadi
ketika ekonomi sedang menurun seperti sekarang. Pemerintah atas persetujuan DPR
RI menetapkan kuota solar subsidi 14,5 juta kiloliter pada 2019, sementara
pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen. Sebagai perbandingan, kuota solar subsidi
pada 2010 hanya 11,2 juta KL, padahal pertumbuhan ekonomi saat itu 6,1 persen.
Bambang Haryo mendesak pemerintah tidak berdiam diri dan
segera mengatasi kelangkaan solar subsidi secara tuntas. Jika tidak,
kepercayaan investor terhadap Indonesia akan menurun mengingat masalah seperti
ini tidak terjadi di negara ASEAN lainnya.
“Indonesia akan makin tertinggal dari negara lain kalau
masalah ini tidak segera diatasi. Kita minta perhatian dari Presiden Jokowi,
beliau harus menegur menteri-menterinya,” tandasnya. (Fai)
KalbarOnline,
Nasional – Kelangkaan solar subsidi di berbagai daerah akhir-akhir ini membuktikan
Kementerian Perhubungan dan kementerian terkait lainnya tidak memahami atau
tidak peduli terhadap sektor transportasi dan logistik, terutama angkutan
darat. Hal itu diutarakan oleh praktisi dan pemerhati transportasi logistik, Bambang
Haryo Soekartono, Minggu (17/11/2019).
Padahal, kata Bambang, angkutan logistik darat memegang
peranan sangat dominan dalam sistem transportasi nasional, yakni lebih dari 85
persen. Sehingga kelangkaan solar subsidi pasti berdampak terhadap perekonomian
nasional.
“Saya sangat prihatin kelangkaan solar berlarut-larut. Lebih
prihatin lagi, kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian, ESDM, hingga Kementerian Keuangan tidak
bersuara, seakan tidak tahu atau tidak mau tahu dengan kesulitan yang sedang
dialami angkutan darat,” ujarnya.
Bambang mengatakan, angkutan darat merupakan urat nadi
perekonomian, bukan hanya perannya yang sangat dominan, melainkan juga
konektivitasnya sangat erat dengan moda angkutan lain, baik laut, kerata api,
maupun udara. Semua moda lain bergantung pada angkutan darat untuk mengirim
barang dari hulu hingga hilir atau konsumen.
“Multiplier effect akibat kelangkaan BBM ini sangat luas,
melambatkan ekonomi karena logistik terhambat, sehingga harga-harga akan naik
dan inflasi meningkat. Ketidakpedulian kementerian itu tidak mendukung upaya
Presiden Joko Widodo untuk menggenjot ekonomi,” tegasnya.
Menurut Bambang, Kemenhub sebagai instansi yang paling
bertanggung jawab terhadap konektivitas seharusnya paling peduli berada di
depan mengatasi kelangkaan solar subsidi.
“Kemenhub sangat cepat merespons isu-isu populer, seperti
skuter listrik, dibandingkan dengan isu logistik. Persoalan skuter listrik
serahkan saja kepada pemda atau Dishub, Kemenhub perhatikan isu-isu besar,”
kata mantan Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini.
Dirinya mengingatkan, Indonesia sedang berpacu dengan waktu
untuk menghindari ancaman resesi dalam waktu dekat. Pemerintah tidak boleh
bekerja santai dan mengklaim bahwa ekonomi Indonesia baik-baik saja.
Kelangkaan solar subsidi yang berlarut-larut juga memberikan
kesan negara tidak hadir, terutama untuk memberantas mafia BBM subsidi sehingga
kuota solar selalu jebol. Menurut dia, sudah menjadi rahasia umum bahwa solar
subsidi mengalir ke industri melalui para spekulan BBM yang sering disebut
pengerit atau pelangsir.
Dia menduga, keberadaan para pengerit atau pelangsir yang
bekerja sama dengan oknum SPBU itu diketahui oleh Pertamina dan penegak hukum,
tetapi seakan ditoleransi dan dibiarkan sehingga kelangkaan solar terus
terjadi.
“Hampir 50 persen dari kuota solar subsidi itu diperkirakan
menguap ke industri di daerah-daerah, sedikit saja yang tersisa untuk angkutan
logistik dan angkutan umum. Pemerintah diminta serius dan tegas memberantas
kebocoran BBM yang masif ini, karena itu kita minta BPK, KPK, dan Polri turun
tangan,” tegas Bambang Haryo.
Dia mengatakan, kelangkaan solar seharusnya tidak terjadi
ketika ekonomi sedang menurun seperti sekarang. Pemerintah atas persetujuan DPR
RI menetapkan kuota solar subsidi 14,5 juta kiloliter pada 2019, sementara
pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen. Sebagai perbandingan, kuota solar subsidi
pada 2010 hanya 11,2 juta KL, padahal pertumbuhan ekonomi saat itu 6,1 persen.
Bambang Haryo mendesak pemerintah tidak berdiam diri dan
segera mengatasi kelangkaan solar subsidi secara tuntas. Jika tidak,
kepercayaan investor terhadap Indonesia akan menurun mengingat masalah seperti
ini tidak terjadi di negara ASEAN lainnya.
“Indonesia akan makin tertinggal dari negara lain kalau
masalah ini tidak segera diatasi. Kita minta perhatian dari Presiden Jokowi,
beliau harus menegur menteri-menterinya,” tandasnya. (Fai)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini