Pontianak    

Desain Gedung Taman Budaya Rampung

Oleh : Jauhari Fatria
Minggu, 22 Desember 2019
WhatsApp Icon
Ukuran Font
Kecil Besar

Satu Komplek dengan

Rumah Adat

KalbarOnline,

Pontianak – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berencana memindahkan

Taman Budaya dan seisinya ke komplek Rumah Adat Melayu dan Rumah Radakng dengan

konsep dan wajah baru kekinian. Rencana ini berdasarkan bangunan taman budaya yang

berlokasi di Jalan Ahmad Yani Pontianak itu sudah usang, ditambah gedung hotel

yang menjulang tinggi persis berada di sebelahnya, membuat Taman Budaya semakin

tak representatif sebagai pusat pentas pertunjukan seni dan budaya.

Desain gedung Taman Budaya hasil sayembara yang dilakukan oleh

Pemprov Kalbar sudah rampung bahkan sudah disetujui oleh Pemprov Kalbar tak

terkecuali Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji yang langsung ia rilis di akun

sosial medianya. Berdasarkan dari gambar desain itu, gedung utama Taman Budaya

nantinya akan berbentuk oval melingkar dengan tema ‘Nyongsokng Tembawang’,

berada persis di tengah-tengah antara Rumah Adat Melayu dan Rumah Radakng.

Saat dikonfirmasi, Sutarmidji mengakui bahwa dirinya memang ingin

menyatukan taman budaya menjadi satu kawasan dengan Rumah Melayu dan Rumah Radakng.

“Di tengah-tengah antara dua bangunan itu (Rumah Melayu dan Rumah Radakng) ada Taman Budaya, nantinya ada arena pementasan seni dan budaya baik indoor maupun outdoor,” ujarnya.

Sesuai yang direncanakan, Taman Budaya itu nantinya juga

akan dilengkapi fasilitas panggung pentas seni khusus outdor. Untuk menyokong

kegiatan-kegiatan outdoor seperti gawai dan sebagainya. Tangga belakang rumah

radakng bakal menjadi satu fasilitas penting bagi pentas seni outdoor itu

sebagai tempat duduk bagi masyarakat yang datang menonton pagelaran pentas

seni.

“Itu akan kita benahi, nanti ada panggungnya. Tempat orang

duduk, bisa di tangga naik ke Rumah Radakng, itu bisa. Kemudian kita akan

tambah trap baru di gedung yang sekarang ini,” tuturnya.

Orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura itu menilai, desain induk

bangunan gedung utama taman budaya ‘Nyongsokng Tembawang’ itu sudah tepat, lantaran

tak menenggelamkan dan mempengaruhi ciri kedua bangunan ikonik Kalbar.

“Dari lima finalis itu, semua desainnya bagus. Tapi yang juara

satu itu yang bentukanya oval. Kita lihat desainnya rata-rata bagus. Tapi

pilihan juri ‘Nyongsokng Tembawang’ dan sesuai juga, karena dia tidak

mempengaruhi bentuk bangunan yang kiri dan kanan. Kalau yang lain, buat desain

menyatukan kiri dan kanan, itu tidak pas. Ada juga yang bentuk paruh gading, tapi

terlalu tinggi 52 meter. Kita tidak mampu merawatnya. Jadi yang itu, Insya

Allah kita coba matangkan di tahun 2020 tahun 2021 mungkin akan kita mulai

pembangunannya,” bebernya.

Sementara mengenai bangunan Taman Budaya yang lama, dikatakan Midji, rencananya akan dipinjamkan untuk Kantor pusat Bank Pembangunan Daerah (Bank Kalbar).

“Kalau saya, rencanaya bank Kalbar. Kita nilai berapa, jadi penyertaan modal. Tanah mereka, yang ada, dibeli kemaren itu, dilelang aja, untuk membangun itu. Jadi kan cashflow-nya tidak terganggu,” tandasnya.

Adapun gedung ini nantinya akan dilengkapi dengan gedung parkir yang dipusatkan di area belakang dengan dibangun gedung parkir baru. Pagar batas dihilangkan dan dibuat boulevard dengan akses langsung agar pejalan kaki dan difabel dapat langsung menuju ketiga bangunan. Cara ‘Nyongsokng’ atau menyambut tamu pejalan kaki dengan memaksimalkan lansekap untuk penghijauan, amphitheater hijau sebagai water reservoir, dan miniatur Hutan Tembawang agar tercipta kantong-kantong budaya yang dapat dimanfaatkan publik, sekaligus kantong-kantong ekologi sebagai pesan kepada generasi berikutnya agar selalu bersahabat dengan alam.

Adapun tema besar yang diangkat dalam konsep bangunan

bertema ‘Nyongsokng Tembawang’ ini adalah keberlanjutan persaudaraan antar suku

dan kelestarian alam. Di mana, ratusan tahun lalu, Hutan Tembawang menjadi

saksi persaudaraan suku Dayak dan Melayu. Hutan Tembawang bukan sekedar

agroforesti, tetapi memiliki fungsi sosial.

Hutan juga bukan hanya untuk memastikan kebutuhan suku Daya tetapi juga untuk dapat membantu kebutuhan suku Melayu. Kebiasaan tukar menukar bantuan pun berlanjut dengan suku Melayu yang kembali membantu anak-anak suku Dayak yang hendak menuntut ilmu dengan menyediakan rumah mereka dengan pintu terbuka sehingga sebuah kisah indah ini hendak dilestarikan sebagai semangat untuk terus diwariskan. (Fai)

Artikel Selanjutnya
Empat Tahun Terbengkalai, Gedung Dinas Perkebunan Kalbar Akhirnya Diresmikan
Minggu, 22 Desember 2019
Artikel Sebelumnya
Petik Inspirasi Dari Habibie & Ainun
Minggu, 22 Desember 2019

Berita terkait