KalbarOnline.com – Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) telah menyerahkan dokumen dugaan penerimaan gratifikasi Jaksa Pinangki Sirna Malasari, kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung. MAKI mengharapkan, penyerahan dokumen tersebut dapat ditindaklanjuti Kejagung.
“Sudah menyerahkan dokumen perjalan yang diduga penerimaan gratifikasi Jaksa Pinangki Sirna Malasari,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dikonfirmasi, Kamis (6/8).
Boyamin menegaskan, penyerahan dokumen diduga penerimaan gratifikasi itu untuk memperkuat sangkaan Kejagung agar dapat menindaklanjutinya. Terlebih, Pinangki telah dicopot dari jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung.
“Betul (untuk memperkuat dugaan tindak pidana) dengan tetap azas praduga tidak bersalah,” cetus Boyamin.
Oleh karena itu, Boyamin menegaskan Jaksa Pinangki tidak hanya harus dicopot dari jabatannya. Menurutnya, Kejagung harus bisa meniru institusi Polri yang tegas menetapkan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka terkait dugaan pemalsuan surat jalan.
“Tidak cukup dicopot dari jabatannya, harusnya dicopot dari PNS dengan tidak hormat. Juga jika nanti ditemukan bukti dugaan gratifikasi, penerimaan janji atau aliran dana, maka sudah seharusnya juga diproses pidana seperti di Bareskrim,” tegas Boyamin.
Kejagung sendiri telah mencopot Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung, Pinangki Sirna Malasari. Pencopotan ini dilakukan lantaran Pinangki melakukan pertemuan dengan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
“Klarifikasi yang dilakukan terhadap adanya foto seorang Jaksa perempuan bersama dengan Anita Kolopaking dan seorang laki-laki yang diduga terpidana Djoko Soegiarto Tjandra, ternyata telah ditemukan adanya bukti permulaan pelanggaran disiplin oleh terlapor Pinangki Sirna Malasari. Sehingga ditingkatkan pemeriksaannya menjadi Inspeksi kasus,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukun Kejaksaan Agung RI, Hari Setiyono di kantornya, Rabu (29/7).
Hari menuturkan, Pinangki terbukti melakukan pelanggaran disiplin karena
telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapat izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada 2019. Diduga perjalanan itu salah satunya menemui buronan Djoko Tjandra.
“Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Serta melanggar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa,” tegas Hari.
Hari menegaskan, untuk menegakkan disiplin, perlu menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukannya. Wakil Jaksa Agung, lanjut Hari, telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tanggal 29 Juli 2020 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin (PHD) Tingkat Berat.
“Pembebasan dari Jabatan Struktural. Sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 7 ayat (4) huruf c,” pungkasnya.
Comment