KalbarOnline.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, penundaan pembacaan putusan laporan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri karena faktor kesehatan. Pernyataan ini menanggapi Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai Dewan Pengawas KPK lambat dalam memutus dugaan gaya hidup mewah Firli Bahuri.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri menyampaikan, pihaknya memahami bahwa masyarakat menunggu hasil sidang etik terhadap Ketua KPK Firli Bahuri dan Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap. Menurutnya, penundaan tersebut karena faktor kesehatan.
“Dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, faktor kesehatan dan keselamatan tentunya menjadi hal yang utama. Kita berharap yang terbaik, sehingga penundaan pembacaan putusan sidang pada 23 September 2020 dapat terlaksana sesuai rencana,” kata Ali dalam keterangannya, Rabu (16/9).
Pembacaan putusan terhadap Firli dan Yudi seharusnya berlangsung pada Selasa (15/9) kemarin. Namun, Dewan Pengawas KPK yang menangani dugaan pelanggaran etik terhadap keduanya harus menjalani tes swab, lantaran melakukan kontak dengan pegawai KPK yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Ali memastikan, Dewas KPK telah bekerja dan merampungkan tugasnya terkait pemeriksaan etik dua terperiksa, yakni Firli Bahuri dan Yudi Purnomo. Hanya saja, pembacaan putusan sidang terpaksa ditunda.
“Karena alasan sebagaimana telah kami informasikan,” cetus Ali.
Baca juga: MAKI Sesalkan Dewas KPK Tunda Putusan Pelanggaran Etik Firli Bahuri
“Terlebih, tindakan dari Ketua KPK diduga keras telah bertentangan dengan Peraturan Dewas yang melarang setiap unsur pegawai KPK menunjukkan gaya hidup hedonisme,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (15/9).
Meski pembacaan putusan pelanggaran kode etik Firli Bahuri yang ditunda pada Rabu (23/9) mendatang, ICW berharap tidak dimanfaatkan oknum atau kelompok tertentu, untuk mencoba mengintervensi proses sidang etik di Dewan Pengawas KPK.
Kurnia pun mengaku heran, jika masih ada pihak yang memandang penggunaan helikopter mewah jenis limousine itu bukan merupakan potret hedonisme. Sebab, ada banyak transportasi publik maupun pribadi yang dapat digunakan, daripada mesti memakai helikopter mewah milik salah satu perusahaan swasta.
“Maka dari itu, ICW meminta agar Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi etik berat kepada Komjen Pol Firli Bahuri sekaligus merekomendasikan agar yang bersangkutan segera mengundurkan diri,” pungkas Kurnia.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment