Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Jumat, 18 September 2020 |
KalbarOnline.com – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto menilai anak-anak semakin rentan terpapar rokok. Berbagai upaya harus dilakukan oleh pemerintah demi mengurangi jumlah perokok anak dan menciptakan SDM unggul yang produktif.
“Pembangunan Indonesia di 2020-2024 ditujukan untuk membentuk SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Untuk mencapai itu, kebijakan pembangunan manusia diarahkan pada peningkatan kualitas anak, pengentasan kemiskinan dan peningkatan produktivitas,” ujarnya.
Pada tataran teknis, menurutnya pembangunan manusia yang berkarakter yang bisa dilakukan pemerintah masih terhambat oleh beberapa hal. Salah satunya, angka perokok anak yang masih tinggi. Sebanyak 9,1 persen penduduk usia 10-18 tahun merokok.
Konseksuensinya semua pihak harus melakukan segala upaya untuk mencegah agar anak tak terpapar rokok karena membahayakan masa depan anak. Inovasi-inovasi dalam pencegahan pun mesti dilakukan agar anak tidak mudah menjadi sasaran dari industri rokok.
“Untuk mencegah anak terpapar rokok, menaikkan harga rokok bisa menjadi salah satu upaya. Agar rokok tidak mudah diperoleh, maka cukai rokok harus dinaikkan setinggi-tingginya. Tetapi, produksi rokok harus ditekan serendah-rendahnya,” jelasnya.
Kemudian, hal lain yang harus dilakukan adalah mencegah promosi rokok yang rentan menyasar anak. Saat ini promosi rokok sangat dinamis dan rentan menstimulasi anak untuk menjadi anak sebagai perokok. Ditambah lagi, pembatasan penjualan pun diperlukan agar anak tidak mudah mengakses rokok yang memiliki zat adiktif itu.
Patut disadari bahwa dalam jangka panjang, rokok berdampak sangat buruk bagi anak. Apalagi, sekarang ini Indonesia sedang menuju visi generasi emas pada 2045. Untuk mewujudkan itu, tentunya dibutuhkan generasi sehat yang bebas dari pengaruh adiksi rokok.
Yang terpenting, sambungnya, orang dewasa mesti menjadi pelopor kesehatan untuk anak. Karena, tidak sedikit anak mencoba merokok karena terpengaruh orang sekitar. (*)
KalbarOnline.com – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto menilai anak-anak semakin rentan terpapar rokok. Berbagai upaya harus dilakukan oleh pemerintah demi mengurangi jumlah perokok anak dan menciptakan SDM unggul yang produktif.
“Pembangunan Indonesia di 2020-2024 ditujukan untuk membentuk SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Untuk mencapai itu, kebijakan pembangunan manusia diarahkan pada peningkatan kualitas anak, pengentasan kemiskinan dan peningkatan produktivitas,” ujarnya.
Pada tataran teknis, menurutnya pembangunan manusia yang berkarakter yang bisa dilakukan pemerintah masih terhambat oleh beberapa hal. Salah satunya, angka perokok anak yang masih tinggi. Sebanyak 9,1 persen penduduk usia 10-18 tahun merokok.
Konseksuensinya semua pihak harus melakukan segala upaya untuk mencegah agar anak tak terpapar rokok karena membahayakan masa depan anak. Inovasi-inovasi dalam pencegahan pun mesti dilakukan agar anak tidak mudah menjadi sasaran dari industri rokok.
“Untuk mencegah anak terpapar rokok, menaikkan harga rokok bisa menjadi salah satu upaya. Agar rokok tidak mudah diperoleh, maka cukai rokok harus dinaikkan setinggi-tingginya. Tetapi, produksi rokok harus ditekan serendah-rendahnya,” jelasnya.
Kemudian, hal lain yang harus dilakukan adalah mencegah promosi rokok yang rentan menyasar anak. Saat ini promosi rokok sangat dinamis dan rentan menstimulasi anak untuk menjadi anak sebagai perokok. Ditambah lagi, pembatasan penjualan pun diperlukan agar anak tidak mudah mengakses rokok yang memiliki zat adiktif itu.
Patut disadari bahwa dalam jangka panjang, rokok berdampak sangat buruk bagi anak. Apalagi, sekarang ini Indonesia sedang menuju visi generasi emas pada 2045. Untuk mewujudkan itu, tentunya dibutuhkan generasi sehat yang bebas dari pengaruh adiksi rokok.
Yang terpenting, sambungnya, orang dewasa mesti menjadi pelopor kesehatan untuk anak. Karena, tidak sedikit anak mencoba merokok karena terpengaruh orang sekitar. (*)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini