Gus Baha, Profil Kyai Ideal Jebolan Pondok Pesantren Salafiyah Yang Inspiratif

KalbarOnline.com – Gus Baha’ atau KH. Bahauddin Nursalim menjadi salah satu da’i yang populer yang banyak digemari masyarakat. Gaya penyampainnya pun ringan mudah dipahami oleh masyarakat awam, sesekali ia melontarkan ceramah dengan bahsa yang lucu.

Munculnya para penggemar Gus Baha’ atau yang biasa disebut muhibbin, menunjukkan arus baru penerimaan publik agama Islam. Publik sadar bahwa nalar yang tampak  sehat, ternyata belum final dalam mengambil kesimpulan akan pandangan Islam terhadap kenyataan yang mereka hadapi.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Qur’an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti Pak Baha,” begitu ungkapan kalimat yang diutarakan Prof. Quraisy Syihab menanggapi keluasan ilmu yang dimiliki Gus Baha.

Seperti pribahasa “Buah jatuh tak jauh dari pohon” Kepintaran Gus Baha dalam memahami ilmu agama memang tidak jauh dari orang tua. Ia adalah putra seorang ulama’ ahli Qur’an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, sebuah desa di pesisir utara Pulau Jawa.

Baca Juga :  Sempat Kena Flu, Wali Kota Cirebon Positif Covid-19

Kiai Nur Salim adalah murid dari Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdullah Salam, Kajen, Pati. Nasabnya bersambung kepada para ulama besar. Bersama Kiai Nur Salim inilah, Gus Miek (KH Hamim Jazuli) memulai gerakan Jantiko (Jamaah Anti Koler) yang menyelenggarakan semaan Al-Qur’an secara keliling.

Jantiko kemudian berganti Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), lalu berubah jadi Dzikrul Ghafilin. Kadang ketiganya disebut bersamaan: Jantiko-Mantab dan Dzikrul Ghafilin.

Kiai kelahiran 1970 ini memilih Yogyakarta sebagai tempatnya memulai pengembaraan ilmiahnya. Pada tahun 2003 ia menyewa rumah di Yogya. Kepindahan ini diikuti oleh sejumlah santri yang ingin terus mengaji bersamanya.

Baca Juga :  Diprotes Ridwan Kamil, Tarif Tol Cipularang dan Padaleunyi Batal Naik

PENDIDIKAN

Gus Baha’ kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur’an di bawah asuhan ayahnya sendiri,  KH Nursalim Al-Hafidz.

Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur’an beserta Qiro’ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf.

Menginjak usia remaja, Kiai Nursalim menitipkan Gus Baha’ untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, sekitar 10 km arah timur Narukan.

Comment