Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Selasa, 13 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dinilai telah mengekang hak memberikan pendapat, dalam hal ini mahasiswa. Sebab, mahasiswa diimbau untuk tidak melalukan aksi unjuk rasa terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Terkait hal itu, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, langkah Kemendikbud ini kontradiktif dengan apa yang selama ini diserukan, yakni mengenai Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
“Surat Kemendikbud ini merupakan bentuk intervensi nyata Kemendikbud, sehingga menjadikan kampus tidak lagi merdeka. Akhirnya Kampus Merdeka tak ubahnya sekedar jargon kosong,” terang dia kepada KalbarOnline.com, Selasa (13/10).
Di satu sisi, Kemendikbud membuat kebijakan Kampus Merdeka. Namun di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya sebagai wujud Kampus Merdeka.
“Di saat Kemendikbud mencabut kemerdekaan akademik universitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis. Ini adalah bukti bahwa kebijakan Kemdikbud kontradiktif,” tutur dia.
Satriwan juga menuturkan, Kemendikbud tak usah alergi dengan kekritisan para mahasiswa dan dosen terhadap UU Ciptaker ini. Itu semua merupakan wujud kebebasan akademik, pemerintah tak seharusnya mengekang.
“Lagipula kampus punya otonomi yang mesti dihargai Kemdikbud. Munculnya reaksi para mahasiswa, buruh, dan kalangan sipil lainnya terhadap UU ini membuktikan, jika pemerintah dan DPR tidak transparan dalan proses pembuatannya, tak membuka ruang dialog, dan partisipasi kepada masyarakat sebagaimana ciri utama negara demokrasi,” ujarnya.
Kampus, kata dia sudah semestinya menyiapkan para generasi muda yang berperan sebagai intelektual yang senafas dengan rakyat yang merasa dirugikan UU Ciptaker ini. Dia juga menegaskan, mahasiswa tidak hanya belajar di ruang kuliah saja, namun juga di lingkungan masyarakat itu sendiri.
“Mengikuti aksi demonstrasi adalah bagian dari laboratorium sosial mahasiswa sebagai agen perubahan. Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas,” tegas dia.
“Para mahasiswa sesungguhnya sedang menunaikan tugasnya sebagai kelompok intelektual yang tak berjarak dengan rakyat. Kemendikbud hendaknya paham jika kampus itu bukan lembaga tukang stempel,” sambung Satriwan.
KalbarOnline.com – Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dinilai telah mengekang hak memberikan pendapat, dalam hal ini mahasiswa. Sebab, mahasiswa diimbau untuk tidak melalukan aksi unjuk rasa terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Terkait hal itu, Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, langkah Kemendikbud ini kontradiktif dengan apa yang selama ini diserukan, yakni mengenai Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
“Surat Kemendikbud ini merupakan bentuk intervensi nyata Kemendikbud, sehingga menjadikan kampus tidak lagi merdeka. Akhirnya Kampus Merdeka tak ubahnya sekedar jargon kosong,” terang dia kepada KalbarOnline.com, Selasa (13/10).
Di satu sisi, Kemendikbud membuat kebijakan Kampus Merdeka. Namun di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya sebagai wujud Kampus Merdeka.
“Di saat Kemendikbud mencabut kemerdekaan akademik universitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis. Ini adalah bukti bahwa kebijakan Kemdikbud kontradiktif,” tutur dia.
Satriwan juga menuturkan, Kemendikbud tak usah alergi dengan kekritisan para mahasiswa dan dosen terhadap UU Ciptaker ini. Itu semua merupakan wujud kebebasan akademik, pemerintah tak seharusnya mengekang.
“Lagipula kampus punya otonomi yang mesti dihargai Kemdikbud. Munculnya reaksi para mahasiswa, buruh, dan kalangan sipil lainnya terhadap UU ini membuktikan, jika pemerintah dan DPR tidak transparan dalan proses pembuatannya, tak membuka ruang dialog, dan partisipasi kepada masyarakat sebagaimana ciri utama negara demokrasi,” ujarnya.
Kampus, kata dia sudah semestinya menyiapkan para generasi muda yang berperan sebagai intelektual yang senafas dengan rakyat yang merasa dirugikan UU Ciptaker ini. Dia juga menegaskan, mahasiswa tidak hanya belajar di ruang kuliah saja, namun juga di lingkungan masyarakat itu sendiri.
“Mengikuti aksi demonstrasi adalah bagian dari laboratorium sosial mahasiswa sebagai agen perubahan. Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas,” tegas dia.
“Para mahasiswa sesungguhnya sedang menunaikan tugasnya sebagai kelompok intelektual yang tak berjarak dengan rakyat. Kemendikbud hendaknya paham jika kampus itu bukan lembaga tukang stempel,” sambung Satriwan.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini