Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Redaksi KalbarOnline |
| Jumat, 16 Oktober 2020 |
KalbarOnline.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima permohonan judicial review, terkait Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja. Sejak disahkan pada Senin (5/10), UU sapu jagat tersebut telah mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Mengutip pada laman mkri.id Jumat (16/10), gugatan terbaru dilayangkan oleh pelajar hingga mahasiswa asal Jawa Timur. Mereka adalah mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, Elin Dian Sulistyowati, mahasiswa Universitas Negeri Malang, Alin Septiana, mahasiswa STKIP Modern Ngawi, Ali Sujito dan seorang pelajar SMK N 1 Ngawi Novita Widyana, serta mantan buruh PKWT Hakiimi Irawan.
Para pemohon mengajukan permohonan pengujian formil UU Cipta Kerja. Mereka memberikan kuasa kepada Viktor Santoso Tandiasa.
Alasa mengajukan pengujian formil ke MK, karena menyesalkan tidak jelasnya draf UU Cipta Kerja. Perubahan draf dengan jumlah halaman 905 menjadi 1.034 dinilai bukan terkait teknis penulisan, namun perubahan tersebut terkait dengan substansi materi muatan. Hal ini melanggar ketentuan norma Pasal 72 ayat 2 UU P3 beserta penjelasannya.
Selain itu, pemohon menilai pengiriman draf yang dikirim dari DPR ke Presiden sudah kedaluwarsa. Sesuai peraturan, maksimal pengiriman draf adalah tujuh hari sejak Rapat Paripurna pengesahan. Namun, kata pemohon, pengiriman draf itu sudah lewat tujuh hari sebagaimana disyaratkan UU.
Oleh karena itu, para pemohon meminta MK mengambil keputusan tegas demi menjaga tegaknya konstitusi. Sebab, proses pengujian ini menjadi sangat penting mengingat saat ini sedang gencar-gencarnya hastage #MosiTidakPercaya yang disematkan kepada Presiden dan DPR.
Juru bicara MK, Fajar Laksono menyampaikan, permohonan judicial review ke MK bukan untuk mencari menang. Dia menyebut, judicial review di MK merupakan cara untuk mencari dan menemukan keadilan.
Baca juga: Puan Persilakan UU Omnibus Law Cipta Kerja Digugat ke MK
“Kalaupun kelak putusan tidak persis seperti yang diharapkan para pihak, bukan lantas boleh menganggap MK tidak adil, karena merupakan otoritas MK pula sesuai dengan kewenangannya, misalnya menentukan argumentasi keadilannya sendiri berdasar konstitusi,” kata Fajar kepada KalbarOnline.com, Jumat (16/10).
Fajar mengakui, kini MK telah menerima tiga permohonan judicial review terkait UU Cipta Kerja. Menurutnya, mempunyai tenggat waktu 14 hari sejak diregistrasi sudah harus sidang.
Dua gugatan sebelumnya diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan perseorangan yang merupakan karyawan kontrak, Dewa Putu Reza dan Ayu Putri. Permohonan JR itu didaftarkan pada Senin (12/10). Kemudian, pemohon perseorangan Dewa Putu Reza dan Ayu Putri.
Fajar memastikan, MK akan secara independen menangani perkara tersebut. Fajar pun menegaskan, MK tidak pernah mendukung suatu Undang-Undang dalam proses pembentukannya.
“MK tidak pernah dan tidak boleh berpendapat untuk mendukung atau tidak mendukung suatu UU. Pendapat MK hanya disampaikan melalui putusan sekiranya ada perkara pengujian UU,” pungkasnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima permohonan judicial review, terkait Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja. Sejak disahkan pada Senin (5/10), UU sapu jagat tersebut telah mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Mengutip pada laman mkri.id Jumat (16/10), gugatan terbaru dilayangkan oleh pelajar hingga mahasiswa asal Jawa Timur. Mereka adalah mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, Elin Dian Sulistyowati, mahasiswa Universitas Negeri Malang, Alin Septiana, mahasiswa STKIP Modern Ngawi, Ali Sujito dan seorang pelajar SMK N 1 Ngawi Novita Widyana, serta mantan buruh PKWT Hakiimi Irawan.
Para pemohon mengajukan permohonan pengujian formil UU Cipta Kerja. Mereka memberikan kuasa kepada Viktor Santoso Tandiasa.
Alasa mengajukan pengujian formil ke MK, karena menyesalkan tidak jelasnya draf UU Cipta Kerja. Perubahan draf dengan jumlah halaman 905 menjadi 1.034 dinilai bukan terkait teknis penulisan, namun perubahan tersebut terkait dengan substansi materi muatan. Hal ini melanggar ketentuan norma Pasal 72 ayat 2 UU P3 beserta penjelasannya.
Selain itu, pemohon menilai pengiriman draf yang dikirim dari DPR ke Presiden sudah kedaluwarsa. Sesuai peraturan, maksimal pengiriman draf adalah tujuh hari sejak Rapat Paripurna pengesahan. Namun, kata pemohon, pengiriman draf itu sudah lewat tujuh hari sebagaimana disyaratkan UU.
Oleh karena itu, para pemohon meminta MK mengambil keputusan tegas demi menjaga tegaknya konstitusi. Sebab, proses pengujian ini menjadi sangat penting mengingat saat ini sedang gencar-gencarnya hastage #MosiTidakPercaya yang disematkan kepada Presiden dan DPR.
Juru bicara MK, Fajar Laksono menyampaikan, permohonan judicial review ke MK bukan untuk mencari menang. Dia menyebut, judicial review di MK merupakan cara untuk mencari dan menemukan keadilan.
Baca juga: Puan Persilakan UU Omnibus Law Cipta Kerja Digugat ke MK
“Kalaupun kelak putusan tidak persis seperti yang diharapkan para pihak, bukan lantas boleh menganggap MK tidak adil, karena merupakan otoritas MK pula sesuai dengan kewenangannya, misalnya menentukan argumentasi keadilannya sendiri berdasar konstitusi,” kata Fajar kepada KalbarOnline.com, Jumat (16/10).
Fajar mengakui, kini MK telah menerima tiga permohonan judicial review terkait UU Cipta Kerja. Menurutnya, mempunyai tenggat waktu 14 hari sejak diregistrasi sudah harus sidang.
Dua gugatan sebelumnya diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan perseorangan yang merupakan karyawan kontrak, Dewa Putu Reza dan Ayu Putri. Permohonan JR itu didaftarkan pada Senin (12/10). Kemudian, pemohon perseorangan Dewa Putu Reza dan Ayu Putri.
Fajar memastikan, MK akan secara independen menangani perkara tersebut. Fajar pun menegaskan, MK tidak pernah mendukung suatu Undang-Undang dalam proses pembentukannya.
“MK tidak pernah dan tidak boleh berpendapat untuk mendukung atau tidak mendukung suatu UU. Pendapat MK hanya disampaikan melalui putusan sekiranya ada perkara pengujian UU,” pungkasnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini