KalbarOnline.com – Kebijakan pemerintah Indonesia memberikan calling visa untuk warga negara Israel menuai protes. Salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kebijakan itu dinilai berpotensi membuka hubungan diplomatik kedua negara.
Wakil Ketua MUI Anwar Abbas mempertanyakan dasar dan masa depan kebijakan calling visa untuk Israel itu. ’’Secara tersirat pemerintah tampaknya akan mencoba menjajaki pembukaan hubungan diplomatik dengan cara memulai calling visa,’’ katanya kemarin (29/11).
Anwar tidak ingin kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia. ’’Kita tahu bahwa Negara Israel adalah negara penjajah,’’ tegasnya. Akibat penjajahan itu, rakyat Palestina kehilangan tanah air. Apalagi, Palestina adalah negara saudara Indonesia yang setia.
Dia menilai calling visa diberikan karena pemerintah berharap investor dari Israel datang ke Indonesia. ’’Janganlah karena alasan ekonomi, kita korbankan prinsip-prinsip yang kita junjung tinggi selama ini,’’ paparnya. Indonesia, lanjut Anwar, memang harus tumbuh dan berkembang. Tetapi harus tetap memiliki prinsip, salah satunya anti penjajahan.
Sebelumnya, rencana pemerintah tersebut diungkap mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia meminta Presiden Joko Widodo segera membatalkan rencana itu. Bagi dia, kebijakan tersebut melanggar konstitusi dan mencederai perasaan umat Islam di Indonesia.
Calling visa adalah izin masuk bagi WNA dari negara yang kondisinya dinilai mempunyai tingkat kerawanan tertentu. Dalam Keputusan Menkum HAM Nomor M.HH-02.GR.01. 06 Tahun 2018, ada delapan negara yang masuk kelompok calling visa. Yaitu, Israel, Afghanistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Somalia.
- Baca juga: Ditjen Imigrasi Buka Pelayanan E-Visa Bagi WNA Subjek Calling Visa
Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah tidak berkomentar banyak soal rencana tersebut. ’’Sebaiknya ditanyakan ke Humas Kemenkum HAM yang mengumumkan hal ini beberapa waktu lalu,’’ katanya saat dikonfirmasi.
Saksikan video menarik berikut ini:
Comment